Eko sangat suka melukis. Lukisannya tidak terbilang bagus tapi juga
tidak jelek-jelek amat. Dan Amir menjadi kritikus utama lukisan-lukisannya Eko.
Bagi Amir apabila lukisan tersebut mirip dengan aslinya maka menurutnya bagus
karena ia memang tidak mengenal banyak aliran seni lukis yang beragam.
Segalanya berjalan lancar bagi mereka berdua. Setiap ada lukisan jadi,
Eko lalu menyerahkannya kepada Amir untuk dikomentari. Jika bagus ia akan
memberikannya pada Amir, namun jika menurut Amir jelek maka Eko akan membuang
lukisan tersebut ke tempat sampah. Meskipun kadang Amir tidak tega melihat
lukisan yang dibuat dengan susah payah tersebut harus menerima nasib tragis.
Bahkan jika tetap diberikan kepadanya, Amir akan menyimpannya dengan baik.
“Sepertinya aku akan pensiun jadi juri lukisan-lukisanmu, Ko,”ucap
Amir suatu ketika yang membuat Eko terhenyak. Eko menghentikan kegiatannya
melukis. Kacamatanya dilepas dan ia mendekat lalu duduk disebelah Amir. Mereka
berdua sekarang berada di taman kota di sore yang indah. Eko sedang melukis
anak-anak yang tengah bermain di sana.
“Kenapa? Apa kau sudah bosan membantuku?”tanya Eko kepada sahabatnya
itu heran. Amir menatapnya sebentar lalu kembali memperhatikan anak-anak yang
tengah bermain.
“Ehm...tidak juga. Kita ini sudah lama jadi sahabat. Banyak hal telah
dilalui bersama. Dan aku telah mengenalmu mungkin lebih baik daripada temanmu
yang lain. Tapi sampai sekarang aku masih heran kenapa kau selalu menunjukku
sebagai komentator atas lukisan-lukisanmu yang hebat itu,”tanya Amir tak habis
pikir.
“Apa itu salah?”timpal Eko santai.
Amir mengangguk,”Ya, itu jelas suatu kesalahan besar. Lihatlah...
karena pengetahuanku yang rendah, sudah berapa banyak lukisanmu yang kau buang
ke tempat sampah hanya gara-gara aku tidak suka atau menganggap lukisanmu
jelek,”Amir mendesah mencoba mengusir keresahan di hatinya. ”Seharusnya kau
meminta bantuan pada ahlinya Eko agar kerja kerasmu tidak berakhir
sia-sia,”usul Amir sambil menghembuskan nafasnya yang berat.
Eko tersenyum kecil melihat protes dari Amir. Ditepuk-tepuknya pundak
sahabatnya itu beberapa kali.”Tidak apa-apa lukisanku berakhir di tempat
sampah. Toh aku masih bisa membuatnya lagi sebanyak yang aku mau,”kilah Eko
dingin. Amir jadi sebal mendengar jawaban Eko.
“Terus apa yang harus aku lakukan?”tanya Amir. Eko mengangkat
bahunya.
“Ya seperti biasanya saja. Bantu aku menyimpan lukisan-lukisan yang
menurutmu bagus. Jika kau mengaku sahabat yang baik tentu kau tidak akan
meninggalkan aku berjuang sendiri. Aku percaya padamu teman karena hanya kamu
yang bisa membaca lukisan-lukisan milikku,”jawab Eko tidak mau ditinggal Amir.
Ia lalu kembali melukis dengan asyiknya.
Amir tercenung ketika melihat hasil lukisan Eko kali ini. Ada banyak
orang dan anak-anak yang berlarian kesana kemari melarikan diri dari kejaran
seekor harimau yang entah darimana datangnya. Beberapa orang polisi tampak
bersiap-siap membidik binatang liar itu dengan senapan di tangannya.
“Bagaimana menurutmu?”tanya Eko menyunggingkan senyum di bibir. Amir
menatapnya sebentar lalu menggeleng pelan.
“Jadi kau tidak suka?”tanyanya sekali lagi. Amir mengangguk.
“Sebenarnya temanya seru. Sedikit horor. Tapi hatiku bilang tidak.
Maaf,”jelas Amir singkat.
“Tidak apa-apa. Di taman seindah ini, adalah hal bodoh menggambar
teror yang mencekam seperti ini. Ehm... saatnya membawanya ke museum,”gumam Eko
sambil menenteng lukisannya untuk di buang ke tempat sampah. Amir ingin
mencegahnya. Namun mulutnya seperti terkunci. Ia hanya menatap sedih ketika
lukisan yang dibuat dengan susah payah itu masuk ke dalam tong sampah. Mereka
lalu kembali ke rumah.
Malam hari ketika Amir menonton TV ia melihat berita tentang seekor
harimau yang akan dipindahkan ke hutan setelah sekian lama dipelihara di kebung
binatang lepas dari sangkarnya dan masuk ke sebuah taman yang mengakibatkan
orang-orang lari tunggang langgang ketakutan. Untungnya tidak ada korban yang
jatuh karena polisi sigap mengatasi masalah tersebut dengan melumpuhkan harimau
tersebut dengan tembakan bius.
Hanya satu hal yang membuatnya terkejut adalah tempat terjadinya
peristiwa yang begitu ia kenal. Tempat dimana ia dan Eko menghabiskan sore yang
indah tadi. Amir lalu menghubungi Eko.
“Lukisan yang kamu buat persis seperti yang aku lihat di TV, Ko.”desis
Amir seolah tak percaya dengan apa yang baru ia lihat di TV. Eko diam tidak
menjawab.
Posting Komentar untuk "LUKISAN MISTERIUS #lukisan"