Malam telah larut, namun mata kecil itu belum juga
mau menutup. Dia masih tertawa-tawa, meloncat-loncat dan bersandiwara seperti adegan
di televisi yang tengah di tontonnya. Sementara Bundanya tercinta sudah terlelap
dari tadi. Hanya tinggal Ayah yang masih mampu menemani. Begitu seru jalan cerita
dan adegan perkelahian membuat Ninda tetap bersemangat menyaksikan sinetron
silat di TV meskipun sesungguhnya tenaganya sudah tidak ada.
Ninda adalah bintang terang bagi Ayah di saat beliau lelah dan banyak masalah.
Pedih hati tak terasa jika melihat keceriaan si kecil. Tertawa, berteriak,
meloncat dan bernyanyi-nyanyi sepanjang waktu, siang malam tak dipedulikannya.
Ayah bersyukur sekali memiliki putri kecil nan lincah itu.
Namun malam bukanlah sahabat yang baik bagi anak kecil. Seharusnya saat seperti
itu Ninda sudah terlelap di tempat tidur dalam pelukan Ayah Bunda. Kebiasaan
buruk Ninda mendapat perhatian lebih Peri Hitam yang sedang mengumpulkan darah
anak-anak kecil tak berdosa untuk dijadikan ramuan ajaib miliknya. Ia tinggal
menunggu lengahnya Ayah Ninda untuk menculik gadis cilik itu dan membawanya ke
rumah Peri Hitam di Bukit Tengkorak.
“Bubuk penidur ini akan membuat mereka mengantuk. Nah setelah semuanya
tertidur, saat itulah aku bisa menculik Ninda,”gumam Peri Hitam terkekeh. Bubuk
penidur putih itu lalu ditiupkan lewat lubang angin ke dalam rumah. Tidak
berapa lama kemudian, Ayah dan Ninda tertidur di depan TV yang masih menyala.
Peri Hitam tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, ia segera masuk dan
menggendong Ninda keluar.
“Aku dapat merasakan aura magis dari anak ini. Ramuan keabadianku akan menjadi
sempurna jika dicampur darah bocah cilik ini. Ha...ha...ha....,”Peri Hitam
tertawa puas.
“Kembalikan anak itu, Parwati. Atau kamu akan menyesal...!”tiba-tiba terdengar
suara lantang dari balik kegelapan. Kening Peri Hitam berkerut, ia seperti
mengenali suara itu.
“Apakah kau sudah tidak mengenaliku lagi, Parwati? Rupanya kau mudah melupakan
kebersamaan kita selama enam tahun lebih di Bukit Permata. Ehm...tapi aku
tidak,”sosok yang bersembunyi di balik rimbunnya semak keluar, memperlihatkan
wajah aslinya. Ternyata seorang wanita seumuran Peri Hitam.
“Rupanya kau Juwarsih. Panjang umur juga ya, kamu? Terus maumu apa
sekarang?”tanya Peri Hitam kesal melihat saudara seperguruannya mengganggu rencananya.
“Ayah dari anak yang kamu gendong itu adalah cucuku. Dan siapa saja yang berani
mengganggu anak keturunanku, maka mereka akan berhadapan dengan aku,”ancam
perempuan yang bernama Juwarsih. Atau orang-orang memanggilnya Bidadari Bukit
Permata. Juwarsih dan Parwati atau lebih dikenal Peri Hitam adalah murid Ratu
Bukit Permata yang sudah meninggal dua tahun lalu. Keduanya mempunyai sifat
yang sangat bertolak belakang. Peri Hitam sombong dan licik, sedangkan Bidadari
Bukit Permata rendah hati dan jujur. Padepokan Silat Ratu Bukit Permata kini
diteruskan oleh Juwarsih, sedangkan Peri Hitam keluar dari Padepokan karena
ketahuan mencuri pedang pusaka milik Ratu Bukit Permata.
Peri Hitam lalu berguru kepada Siluman Bukit Tengkorak dan menjadi
penerus padepokan setelah gurunya tersebut meninggal. Ia belajar banyak
kesaktian dan ilmu sihir untuk memenuhi segala keinginan jahatnya. Kini ia
sedang membuat ramuan keabadian yang katanya dapat memperpanjang umurnya hingga
ratusan tahun lagi. Tapi peri hitam membutuhkan tiga belas anak tak berdosa
untuk menyempurnakan ramuan tersebut. Ninda adalah anak yang ke tiga belas yang
ia culik dari berbagai desa. Anak-anak itu sekarang sedang dikurung di sebuah
tempat rahasia untuk dikorbankan saat bulan purnama tiba besok.
“Oh jadi anak ini buyutmu, Juwarsih. Ehm...pantas aku merasakan aura yang
berbeda darinya. Mungkin dia juga mewarisi kesaktianmu. Tapi sayang umurnya
tidak panjang, Juwarsih, karena aku akan membuat ramuan sakti dari darah
buyutmu ini,”selesai berucap, Peri Hitam lalu melepaskan serangan berupa tusuk
konde beracun yang melesat cepat kearah Bidadari Bukit Permata. Namun serangan
itu dapat digagalkan dengan mudah oleh kibasan selendang sakti miliknya.
Peri Hitam tidak menyerah, ia kembali melepaskan serangan bola api kearah
lawannya. Bidadari Bukit Permata berkelit menghindar lalu membalasnya dengan
serangan yang lebih gencar berupa gulungan angin topan yang menghantam tubuh
Peri Hitam hingga terpental menimpa pohon beringin besar di belakangnya. Ninda
terlepas dari gendongan peri hitam. Sebelum jatuh, Bidadari Bukit Permata
berhasil menyambarnya. Kini Ninda telah aman dalam pelukannya.
Peri Hitam yang terluka sadar bahwa dirinya tidak mampu menandingi kesaktian
saudara seperguruannya itu. Ia berencana melarikan diri. Ia merubah
tubuhnya menjadi seekor tikus lalu menelusup cepat kedalam semak-semak. Peri
Hitam berpikir bahwa ia akan selamat. Tapi Bidadari Bukit Permata tidak kalah cerdiknya.
Ia merubah tubuhnya menjadi seekor burung hantu yang memiliki kecepatan dan
penglihatan tajam ditengah kegelapan. Burung Hantu jelmaan Bidadari Bukit
Permata lalu menyambar tikus jelmaan Peri Hitam dan membakar tubuhnya agar
sihir dan kekuatan jahat milik Peri Hitam lenyap selamanya.
Sihir yang melindungi Padepokan Bukit Tengkorak juga ikut lenyap bersamaan
dengan tewasnya Peri Hitam sehingga anak-anak yang dia culik untuk dijadikan
ramuan keabadian Peri Hitam berhasil diselamatkan. Desa-desa di sekitar
padepokan itupun kini kembali aman. Masyarakat sangat berterimakasih pada
Bidadari Bukit Permata. Begitu juga dengan Ayah Ninda.
“Terimakasih, Nek. Entah apa yang akan terjadi pada Ninda, jika Nenek tidak
datang menolong,”kata Ayah Ninda tulus.
“Ya, untung Nenek masih punya sedikit kemampuan menghadapi sihir jahat Peri
Hitam, Cu. Tapi lain kali kamu harus lebih disiplin pada Ninda. Jangan biarkan
anakmu tidur terlalu larut. Kasihan dia, pasti paginya terlambat sekolah karena
bangun kesiangan,”nasehat Bidadari Bukit Permata pada cucunya. Ayah Ninda
mengangguk setuju. Sejak kejadian malam itu, Ayah Ninda memang membiasakan
putri kecilnya agar mau tidur lebih cepat dari biasanya.
Posting Komentar untuk "SIHIR JAHAT PERI HITAM #sihir #peri"