Malam
begitu indah dengan taburan bintang di langit. Cahayanya bagaikan kilau untaian
mutiara yang bersinar menghiasi malam. Malam minggu yang indah memberikan
kesempatan lebih bagi anak-anak untuk melupakan pelajaran sekolahnya sebentar.
Ibnu sibuk mencari dan menangkapi kunang-kunang lalu memasukannya ke dalam
plastik. Kelap-kelip kunang-kunang begitu menarik perhatiannya.
“Hai,
kunang-kunang, kemarilah kamu. Aku ingin berteman denganmu,”desis anak kecil
yang baru sekolah di TK Harapan Pertiwi itu. Dia sudah menangkap enam ekor
kunang-kunang dan sekarang sedang mencari kunang-kunang ke tujuh. Semua kunang-kunang
tangkapannya masih hidup dan berdesak-desakan di dalam plastik putih ¼ kg yang
tertutup rapat dalam genggamannya.
Pasti
pengap sekali berada di dalamnya. Hanya ada sedikit udara segar dan tanpa
makanan sama sekali. Nyawa kunang-kunang itu hanya tinggal menunggu hitungan
menit bukan jam. Ibnu dengan cekatan menyambar kunang-kunang yang bertengger
diatas bunga bougenville lalu memasukannya ke dalam kantong plastik. Sepertinya
misinya telah berakhir karena itu kunang-kunang ke tujuh yang ditangkapnya.
Ibnu begitu puas membawa pulang kunang-kunang sebanyak itu. Ia ingin
memperlihatkannya ke orang tua dan kakaknya tangkapan malam ini.
“Kau
harus melepaskan kunang-kunang itu, Dik! Kalau tidak mereka akan mati karena
kekurangan oksigen,”begitu malah tanggapan, Hamdan, Kakaknya Ibnu setelah
mendengar laporan dari adik kesayangannya.
“Tidak.
Mereka milikku dan tidak akan aku lepaskan. Aku susah payah mengumpulkannya
malah disuruh melepaskan. Enak saja,”jawab Ibnu kesal mendengar saran dari
kakaknya. Iapun melangkah santai ke ruang tengah dimana Ayah dan Ibunya sedang
menonton TV. Drama India yang mengharukan. Dan panjang serta lama selesainya
tentu.
“Lihat
Pa, Ma, apa yang ku dapat?,”ucap Ibnu seraya memperlihatkan kunang-kunang
tangkapannya di dalam plastik.
“Wow,
untuk apa kunang-kunang sebanyak itu, Nak? Digoreng atau direbus untuk makan
malam?,”ucap Ayah menanggapi tangkapan kunang-kunang Ibnu.
“Aku
sudah kenyang makan nasi goreng tadi. Kunang-kunang ini akan menemaniku tidur
malam ini,”balas Ibnu polos sebelum masuk ke kamar tidurnya. Hamdan menyusulnya
ke dalam kamar.
“Besok
kamu ada pelajaran olahraga tidak?,”tanya Hamdan entah bermaksud apa.
“Ya.
Setiap Jum’at pagi aku kan olahraga senam kalau tidak jalan-jalan sama
teman-teman keliling kampung,”jawab Ibnu sambil memeluk guling.
“Pasti
capek, ya? Kau mau tambahan uang jajan tidak? Kalau mau, Kakak punya banyak.
Tapi kunang-kunang yang kamu tangkap tadi buat Kakak, ya?”usul Hamdan sambil
memperlihatkan lembaran uang puluhan ribu di depan Ibnu.
Melihat hal itu, Ibnu langsung bangun dan mengambilnya cepat dari tangan Hamdan. Ibnu memang belum pintar berhitung, tapi dia tahu uang itu banyak jumlahnya. Maka dia setuju. Kunang-kunang miliknya lalu diberikan kepada sang Kakak. Hamdan lalu membawanya keluar dan melepas semua kunang-kunang yang hampir mati itu.
“Kembalilah
kerumah kalian di alam bebas untuk menjadi penerang malam. Maafkan adikku ya?
Dia belum mengerti apa-apa,”ucap Hamdan ketika membuka ikatan plastik itu. Ia
lalu masuk kembali kedalam rumah dan tidur.
Tengah
malam, Hamdan terbangun karena ingin kencing. Iapun melangkah ke kamar mandi
dengan gontai. Namun baru masuk sebentar, lampu mendadak mati. Hamdan terkejut bukan
main. Ia melangkah hati-hati dalam gelap sambil meraba-raba untuk mencari
baterai yang ada di atas lemari TV.
“Lewat
sini, Kak. Hati-hati di depanmu ada meja. Kau bisa terjatuh kalau
menabraknya,”sebuah suara tiba-tiba muncul disebelah Hamdan. Lalu sebuah cahaya
muncul berurutan hingga berjumlah tujuh buah cahaya. Bergerak melingkari Hamdan
dengan indahnya.
“Siapa
kalian? Kenapa ada disini?”tanya Hamdan keheranan.
“Kami
tujuh kunang-kunang yang kau selamatkan tadi. Kami melihat kau kesulitan saat
mati lampu. Maka kami datang membantu,”ucap suara itu lagi.
Dan
disaat bersamaan lampu telah menyala kembali. Namun bukan kunang-kunang yang
kini ada dihadapan Hamdan, melainkan anak kecil seumuran Ibnu adiknya. Mereka
bertujuh dan tersenyum ramah kepada Hamdan.
“Terimakasih
atas bantuannya. Ehm...siapapun kalian,”ucap Hamdan balas tersenyum dan
menyalami anak-anak asing itu satu persatu.
(bersambung)
Posting Komentar untuk "NEGERI SERIBU KUNANG-KUNANG (1) #kunangkunang"