NEGERI SERIBU KUNANG-KUNANG (1) #kunangkunang


Malam begitu indah dengan taburan bintang di langit. Cahayanya bagaikan kilau untaian mutiara yang bersinar menghiasi malam. Malam minggu yang indah memberikan kesempatan lebih bagi anak-anak untuk melupakan pelajaran sekolahnya sebentar. Ibnu sibuk mencari dan menangkapi kunang-kunang lalu memasukannya ke dalam plastik. Kelap-kelip kunang-kunang begitu menarik perhatiannya.

“Hai, kunang-kunang, kemarilah kamu. Aku ingin berteman denganmu,”desis anak kecil yang baru sekolah di TK Harapan Pertiwi itu. Dia sudah menangkap enam ekor kunang-kunang dan sekarang sedang mencari kunang-kunang ke tujuh. Semua kunang-kunang tangkapannya masih hidup dan berdesak-desakan di dalam plastik putih ¼ kg yang tertutup rapat dalam genggamannya.
Pasti pengap sekali berada di dalamnya. Hanya ada sedikit udara segar dan tanpa makanan sama sekali. Nyawa kunang-kunang itu hanya tinggal menunggu hitungan menit bukan jam. Ibnu dengan cekatan menyambar kunang-kunang yang bertengger diatas bunga bougenville lalu memasukannya ke dalam kantong plastik. Sepertinya misinya telah berakhir karena itu kunang-kunang ke tujuh yang ditangkapnya. Ibnu begitu puas membawa pulang kunang-kunang sebanyak itu. Ia ingin memperlihatkannya ke orang tua dan kakaknya tangkapan malam ini.

“Kau harus melepaskan kunang-kunang itu, Dik! Kalau tidak mereka akan mati karena kekurangan oksigen,”begitu malah tanggapan, Hamdan, Kakaknya Ibnu setelah mendengar laporan dari adik kesayangannya.

“Tidak. Mereka milikku dan tidak akan aku lepaskan. Aku susah payah mengumpulkannya malah disuruh melepaskan. Enak saja,”jawab Ibnu kesal mendengar saran dari kakaknya. Iapun melangkah santai ke ruang tengah dimana Ayah dan Ibunya sedang menonton TV. Drama India yang mengharukan. Dan panjang serta lama selesainya tentu.

“Lihat Pa, Ma, apa yang ku dapat?,”ucap Ibnu seraya memperlihatkan kunang-kunang tangkapannya di dalam plastik.

“Wow, untuk apa kunang-kunang sebanyak itu, Nak? Digoreng atau direbus untuk makan malam?,”ucap Ayah menanggapi tangkapan kunang-kunang Ibnu.

“Aku sudah kenyang makan nasi goreng tadi. Kunang-kunang ini akan menemaniku tidur malam ini,”balas Ibnu polos sebelum masuk ke kamar tidurnya. Hamdan menyusulnya ke dalam kamar.

“Besok kamu ada pelajaran olahraga tidak?,”tanya Hamdan entah bermaksud apa.

“Ya. Setiap Jum’at pagi aku kan olahraga senam kalau tidak jalan-jalan sama teman-teman keliling kampung,”jawab Ibnu sambil memeluk guling.

“Pasti capek, ya? Kau mau tambahan uang jajan tidak? Kalau mau, Kakak punya banyak. Tapi kunang-kunang yang kamu tangkap tadi buat Kakak, ya?”usul Hamdan sambil memperlihatkan lembaran uang puluhan ribu di depan Ibnu.

Melihat hal itu, Ibnu langsung bangun dan mengambilnya cepat dari tangan Hamdan. Ibnu memang belum pintar berhitung, tapi dia tahu uang itu banyak jumlahnya. Maka dia setuju. Kunang-kunang miliknya lalu diberikan kepada sang Kakak. Hamdan lalu membawanya keluar dan melepas semua kunang-kunang yang hampir mati itu.

“Kembalilah kerumah kalian di alam bebas untuk menjadi penerang malam. Maafkan adikku ya? Dia belum mengerti apa-apa,”ucap Hamdan ketika membuka ikatan plastik itu. Ia lalu masuk kembali kedalam rumah dan tidur.

Tengah malam, Hamdan terbangun karena ingin kencing. Iapun melangkah ke kamar mandi dengan gontai. Namun baru masuk sebentar, lampu mendadak mati. Hamdan terkejut bukan main. Ia melangkah hati-hati dalam gelap sambil meraba-raba untuk mencari baterai yang ada di atas lemari TV.

“Lewat sini, Kak. Hati-hati di depanmu ada meja. Kau bisa terjatuh kalau menabraknya,”sebuah suara tiba-tiba muncul disebelah Hamdan. Lalu sebuah cahaya muncul berurutan hingga berjumlah tujuh buah cahaya. Bergerak melingkari Hamdan dengan indahnya.

“Siapa kalian? Kenapa ada disini?”tanya Hamdan keheranan.

“Kami tujuh kunang-kunang yang kau selamatkan tadi. Kami melihat kau kesulitan saat mati lampu. Maka kami datang membantu,”ucap suara itu lagi.

Dan disaat bersamaan lampu telah menyala kembali. Namun bukan kunang-kunang yang kini ada dihadapan Hamdan, melainkan anak kecil seumuran Ibnu adiknya. Mereka bertujuh dan tersenyum ramah kepada Hamdan.

“Terimakasih atas bantuannya. Ehm...siapapun kalian,”ucap Hamdan balas tersenyum dan menyalami anak-anak asing itu satu persatu.
 (bersambung)

Posting Komentar untuk "NEGERI SERIBU KUNANG-KUNANG (1) #kunangkunang"