SEPEDA BARU ITUPUN LENYAP #sepeda


Pulang sekolah setelah menghabiskan sepiring nasi dengan sayur belut hasil tangkapannya kemarin, Heru lalu membongkar celengan monyet yang ia simpan di lemari pakaian. Satu juta empat ratus tujuh ribu rupiah dalam bentuk uang kertas maupun recehan kini teronggok di hadapannya. Ia tersenyum puas melihat tabungan hasil kerja kerasnya selama ini. Dari memancing ikan, mencarikan rumput untuk kambing tetangga, menyisihkan sebagian uang sakunya sampai memanen padi orang telah ia jalani demi mendapatkan sebuah sepeda baru yang sangat ia impikan.
Maka tanpa basa-basi lagi, Heru langsung mengajak Pak Ja’far, sang Ayah untuk pergi ke toko sepeda. Pulangnya sepeda baru berwarna merah dan kuning itu ia gotong sambil membonceng Ayah.
“Sepeda baru, Ru? Berapa harganya?” tanya Nurman ketika Heru membeli sabun di warung Bi Ijem. Nurman adalah residivis atau pelaku kejahatan kambuhan yang sudah sering keluar masuk penjara karena kasus pencurian. Ia baru saja keluar dari jeruji besi sebulan yang lalu. Dan sejak kehadirannya kembali, warga menjadi resah. Mulai dari ternak, barang elektronik hingga sepeda motor banyak yang hilang. Kegiatan rondapun kembali digalakkan untuk mengantisipasi hal tersebut. Namun hasilnya belum terlalu menggembirakan. Sang pelaku belum tertangkap hingga sekarang. Mereka juga tidak bisa begitu saja menuduh Nurman sebagai tersangka tanpa bukti yang kuat.
“Ya. Ah, murah kok, Mas. Lihat saja mereknya juga tidak terkenal,”jawab Heru dengan hati was-was karena ia tahu latar belakang Nurman. Ia takut jika dijawab terbuka malah memancing Nurman untuk mengincar sepedanya itu. Mendengar nada bicara Heru yang kurang simpatik, Nurmanpun tidak bertanya lebih jauh. Ia menyadari siapapun yang berbicara dengannya pasti merasa ketakutan karena kehidupannya lekat dengan dunia hitam. Maka setelah membayar rokok yang dibelinya, Nurman langsung meninggalkan warung.
“Apa yang dibicarakan anak itu, Ru? Hati-hati lho dengannya. Siapa tahu sepedamu jadi sasaran berikutnya!”tanya seorang pembeli lainnya bernama Pak Jalu mengingatkan.
“Dia tanya harga sepeda baruku ini berapa? Tapi tidak kujawab. Ya, aku juga jadi takut, Pak. Gerak-geriknya mencurigakan sekali,”timpal Heru sependapat dengan Pak Jalu.
“Tindakanmu benar, Ru. Kamu harus lebih berhati-hati sekarang karena sepeda ini pasti jadi incaran Nurman berikutnya. Oh, ya memangnya sepeda baru ini bisa mencapai satu juta harganya? Aku ingin membelinya juga untuk anakku,”tanya Pak Pak Jalu penasaran juga dengan harga sepeda Heru.
“Satu juta lebih sedikit, Pak. Aku belinya di toko sepeda SAHABAT,”beritahu Heru. Pak Jalu mengangguk mengerti. Ia lalu berbisik ke Bi Ijem sebelum pergi membawa belanjaannya.
“Berapa bonku semua, Bi?”tanyanya lirih takut terdengar orang lain.
“Delapan ratus tigapuluh dua ribu, Mang. Mau dilunasi apa?”jawab Bi Ijem penuh harap.
Tapi Jalu menggeleng.”Besok, Bi. Rejekiku lagi seret. Sekarang tambahkan saja dengan pembelianku hari ini”, ujarnya sambil berlalu pergi diiringi tatapan tidak suka dari Bi Ijem.
Malam hari pulang dari ngaji. Heru langsung sibuk mengerjakan PR. Sepedanya di taruh diluar. Ia lupa memasukannya ke dalam. Ibu lalu mengingatkan. Heru melangkah keluar dan mendapati sepedanya telah lenyap. Gerimis turun rintik-rintik di langit maupun dihatinya yang luka.
Pak Ja’far langsung emosi mengetahui sepedanya hilang. Bukan pada Heru tapi pada Nurman. Tersangka utama yang diceritakan oleh Heru. Dia langsung melangkah menembus derasnya hujan yang kian deras ke rumah Nurman untuk meminta pertanggung jawaban.
“Nurman keluar kamu! Kembalikan sepeda anakku sekarang juga! Atau rumah ini aku bakar!,”teriaknya kencang sambil menggedor-gedor pintu dengan keras.
“Ada apa Pak Ja’far? Kok marah-marah begitu?”tanya Ibu Nurman yang sudah tua setelah pintu terbuka. Wajahnya pucat pasi melihat wajah bengis Pak Ja’far dengan golok terhunus di tangannya.
“Anakmu telah mencuri sepeda baru anakku. Mana Nurman? Disembunyikan dimana sepeda curiannya itu!”jawab Pak Ja’far masih dengan emosinya yang meledak-ledak.
“Anakku pergi merantau ke Malaysia sejak tadi siang. Tidak mungkin dia mencuri sepeda anakmu, Pak,”jawab Ibunya Nurman ketakutan.
“Aku tidak percaya! Akan kugeledah rumah ini!,”bentak Pak Ja’far seraya menelusup masuk ke dalam rumah dan mencari Nurman ke segala penjuru. Namun setelah lama mencari ia tidak menemukan Nurman begitu juga sepeda anaknya.
“Nurman telah pergi sejak tadi siang, Pak Ja’far. Aku yang mengantarnya ke terminal,”seru Pak Hadi, tetangga sebelah Nurman. Rupanya sudah banyak orang berkerumun di halaman rumah. Keributan itu telah memancing tetangga kanan kiri untuk melihat apa yang terjadi.
Pak Ja’far lemas mendengarnya. Matanya nanar menatap kerumunan orang di hadapannya. Istrinya lalu memohon maaf pada semua orang terutama Ibunya Nurman yang telah terganggu atas ulah suaminya.
Di tempat lain, beberapa kilometer jauhnya dari tempat itu. Seorang lelaki tengah menuntun sepeda berwarna kuning merah yang masih baru. Ia berhenti di sebuah rumah yang seperti bengkel.
“Ada apa, Pak Jalu? Malam-malam dingin datang kemari. Hujan lagi.”tanya si pemilik rumah bertubuh kurus tinggi usia sekitar empat puluhan.
“Aku ada barang baru. Mau tidak?”tanya lelaki yang menuntun sepeda yang ternyata adalah Pak Jalu.
“Coba bawa masuk ke garasi. Akan saya cek dulu. Baru saya beritahu berapa harganya,”perintah lelaki kurus tinggi itu. Pak Jalu menurut. Senyum merekah di bibirnya. Ia segera masuk ke dalam garasi. Tubuhnya basah kuyup oleh hujan yang tak lelah membasahi bumi.
Langit menangis hingga subuh tiba. Pagi hujan mulai reda. Heru menatap nanar ke luar jendela. Rasa malas merasuki hatinya untuk berangkat sekolah. Hari ini memang berbeda dengan hari kemarin.
























Posting Komentar untuk "SEPEDA BARU ITUPUN LENYAP #sepeda"