Pada jaman dahulu
kala di Pulau Jawa ada sebuah Kerajaan bernama Medangkamulan yang diperintah
oleh seorang raksasa bernama Prabu Dewatacengkar.
Prabu
Dewatacengkar sebenarnya seorang raja yang arif bijaksana. Dia mampu
mensejahterakan dan melindungi rakyatnya dengan baik. Namun suatu kesalahan
terjadi ketika juru masak istana teriris jarinya sehingga darah dan potongan
jarinya tersebut masuk ke dalam masakan yang dihidangkan kepada raja justru
membuat Prabu Dewatacengkar sangat menyukainya.
“Kau tambahkan
bumbu apa pada masakanmu kali ini? Masakanmu jadi enak sekali. Aku sangat puas
dengan hasil kerjamu hari ini,”tanya Prabu Dewatacengkar kepada juru masak
istana yang dijawab dengan jujur tentang apa yang ia alami sebelumnya di dalam
dapur bahwa darah dan jarinya sempat masuk ke dalam hidangan tersebut.
Prabu
Dewatacengkar lalu mengambil kesimpulan bahwa darah dan daging manusia ternyata
enak dimakan. Maka sejak saat itu, ia selalu minta hidangan daging manusia
untuk makanannya sehari-hari. Kerajaan Medangkamulan berubah menjadi murung dan
menakutkan karena setiap hari ada saja rakyatnya yang menjadi santapan rajanya
sendiri.
Pintu-pintu rumah
penduduk selalu tertutup rapat. Pasar yang tadinya ramai menjadi sepi. Ladang
dan sawah terbengkalai menjadi lahan tidak produktif karena rakyat sangat
ketakutan keluar rumah. Mereka yang masih selamat berusaha keluar dari kerajaan
untuk mencari tempat aman di daerah lain.
Pada suatu hari
kerajaan tersebut kedatangan seorang pertapa sakti yang masih muda bernama Aji
Saka. Ia ditemani oleh seorang abdi setianya bernama Dora. Mereka datang ke
istana sengaja untuk menghentikan kekejaman Prabu Dewatacengkar.
“Mau apa kau
datang kemari anak muda?”tanya Prabu Dewatacengkar yang baru saja memarahi
Patih Jugul Muda karena hari ini belum berhasil memberinya makan daging
manusia.
“Saya datang
kemari untuk menyenangkan hati Paduka Raja. Karena rakyat paduka saya lihat
sudah habis maka saya bersedia untuk menjadi santapan Paduka Raja,”jawab Aji
Saka dengan tenangnya. Prabu Dewatacengkar tertawa senang mendengarnya. Ketika
yang lain kabur darinya karena ketakutan, Aji Saka malah datang menyodorkan
nyawanya.
“Tapi saya punya
satu permintaan sebelum Paduka memakan saya,”ucap Aji Saka.
“Ehm...asal tidak
merepotkan, akan aku kabulkan. Apa permintaanmu, anak muda?”balas Prabu
Dewatacengkar.
“Tidak sulit
Paduka. Saya hanya ingin diberikan tanah seluas ikat kepala saya. Tapi harus
Paduka sendiri yang mengukurnya,”jawab Aji Saka mulai menjalankan strateginya
untuk menyingkirkan Prabu Dewatacengkar.
Prabu
Dewatacengkar lalu membuka gulungan ikat kepala Aji Saka dan mengulurnya jauh
hingga ke ujung Pantai Selatan. Aji Saka lalu menyabetkan ikat kepala itu
hingga membuat Prabu Dewatacengkar terpental ke tengah laut. Tubuh Prabu
Dewatacengkar lalu berubah menjadi seekor buaya putih dan ia tidak dapat
kembali lagi ke darat.
Aji Saka kemudian
menggantikan posisinya sebagai Raja Medangkamulan. Rakyat yang mengungsi ke
daerah lain akhirnya kembali ke rumah. Kehidupanpun berjalan normal seperti
biasanya. Jauh dari rasa takut dan ancaman Prabu Dewatacengkar.
Aji Saka ingat
bahwa sebelum ia pergi ke Medangkamulan, ia punya senjata keris sakti yang
disimpan di rumahnya di Desa Majethi. Keris pusaka ia titipkan pada abdi
setianya yang lain bernama Sembada agar dijaga dan jangan diserahkan kepada
siapapun kecuali Aji Saka sendiri yang datang dan memintanya secara langsung.
Maka ketika Dora
datang karena diutus Aji Saka untuk mengambil pusaka tersebut, Sembada
menolaknya. Sesuai pesan Aji Saka ia tidak akan menyerahkan keris tersebut
kecuali Aji Saka sendiri yang datang langsung memintanya.
Dora sendiri telah
berjanji tidak akan pulang ke Medangkamulan sebelum tugasnya terlaksana. Maka
pertarungan sengit antara kedua abdi setia Aji Saka tersebut tidak dapat
dielakkan. Keduanya sama-sama kuat dan sakti mandraguna. Setelah pertarungan
selama berhari-hari akhirnya keduanyapun meninggal karena luka-luka yang
diderita serta kelelahan teramat sangat.
Aji Saka sedih
sekali mengetahui tewasnya kedua abdi setia tersebut demi mempertahankan tugas
masing-masing. Ia lalu membuat sebuah tulisan yang kelak akan dipakai secara
turun temurun oleh Masyarakat Jawa hingga sekarang. Tulisan Jawa tersebut
dibuat sebagai penghormatan kepada dua abdi setianya yaitu Sembada dan Dora.
Inilah tulisan dan
juga artinya : - Ha Na Ca Ra Ka (ada
dua orang) - Da Ta Sa Wa La (Keduanya
berkelahi) - Pa Dha Ja Ya Nya
(Sama-sama kuat) - Ma Ga Ba Tha Nga
(Keduanyapun tewas)
Posting Komentar untuk "AJI SAKA (Asal Usul Aksara Jawa) #ajisaka #aksarajawa"