Kisah ini terjadi
di Jawa Barat pada masa Kerajaan Galuh Pakuan yang diperintah oleh Prabu
Permana Kusumah. Sang Prabu memerintah kerajaan tersebut dengan penuh bijaksana
bersama kedua istrinya yaitu Dewi Naganingrum dan Dewi Pangrenyep.
Pada suatu hari
Sang Prabu kedatangan seorang tamu bernama Aria Kebonan yang merupakan salah
seorang menterinya. Ia datang untuk melaporkan kejadian yang tengah berlangsung
di kerajaan.
Ketika menunggu
kedatangan Sang Prabu, Aria Kebonan memperhatikan kondisi istana dengan
seksama.”Jika aku menjadi raja, maka aku akan sangat kaya dan memiliki kekuatan
untuk melakukan apapun yang aku inginkan,”gumamnya dalam hati setelah
menyaksikan betapa megahnya Istana Kerajaan Galuh Pakuan.
“Berhati-hatilah
jika berbicara karena ada beberapa orang sakti yang mampu mendengar ucapanmu
meski itu hanya di dalam hati,”tegur Sang Prabu mengagetkan Aria Kebonan.
“Maksud
Baginda?”jawab Aria Kebonan heran.
“Maksudku kau
ingin jadi raja di istana ini bukan?”lanjut Sang Prabu. Wajah Aria Kebonan
bersemu merah Karena malu dan juga kaget mengetahui kemampuan Sang Prabu yang
dapat melihat isi hati orang lain.
“Tidak usah
berkilah lagi. Aku tahu apa yang ada di dalam pikiranmu meski kau tidak
mengatakannya langsung padaku. Lagipula aku memang berniat memintamu untuk
menggantikan aku sementara waktu karena aku akan pergi bertapa untuk menyucikan
hati dan pikiranku,”terang Prabu Permana Kusumah.
“Aku akan
merubahmu agar bisa mirip denganku sehingga rakyat tidak tahu kalau sebenarnya
kamulah yang menjadi raja sementara di Galuh Pakuan. Tapi ingat jangan pernah
menyentuh atau mengganggu kedua istriku selama kau menjadi raja. Dan jangan
pernah bertindak sewenang-wenang kepada rakyat kecil,”lanjut Sang Prabu sebelum
pamit untuk bertapa di suatu tempat rahasia yang jauh dari kehidupan ramai.
Mimpi Aria
Kebonanpun menjadi nyata. Meskipun bukan raja yang sesungguhnya tapi itu sudah
cukup baginya. Ia kini bisa merasakan bagaimana nikmatnya menjadi seorang raja.
Tinggal di istana megah. Dikelilingi banyak pelayan dan prajurit yang selalu
siap menjaganya kapanpun. Serta mendapat penghormatan luar biasa dari seluruh
rakyat Galuh Pakuan apabila dia turun ke tengah masyarakat Galuh Pakuan.
Pada awalnya semua
berjalan baik dan normal seperti biasa. Namun kenikmatan dunia membuat hati dan
pikiran Aria Kebonan menjadi buta. Ia melupakan pesan Prabu Permana Kusumah. Ia
memerintah kerajaan dengan sewenang-wenang serta mulai mengganggu kedua istri
Prabu Permana Kusumah. Dewi Pangrenyep tergoda sedangkan Dewi Naganingrum
tidak. Ia tetap mencintai Prabu Permana Kusumah.
Suatu hari kedua
istri Prabu Permana Kusuma bermimpi bulan jatuh menimpa mereka. Mimpi itupun
terdengar di telinga Aria Kebonan yang membuatnya menjadi khawatir karena hal
itu adalah pertanda bahwa kedua wanita tersebut sebentar lagi akan memiliki
anak. Tentu saja ia takut sekali karena meskipun menyukai Dewi Pangrenyep dan
Dewi Naganingrum namun ia tidak pernah melakukan apapun pada mereka berdua.
Aria Kebonan lalu menanyakan hal tersebut kepada Bathara Lengser, pengawal
kepercayaan Prabu Permana Kusumah yang mengusulkan akan membawa orang sakti
untuk mengetahui arti mimpi kedua istri Prabu Permana Kusuma tersebut.
Bathara Lengser
lalu membawa Ajar Sukaresi yang ternyata adalah jelmaan Prabu Permana
Kusumah.Dihadapan Ajar Sukaresi, Aria Kebonan langsung menanyakan arti dari
mimpi para istri Prabu Permana Kusuma.
“Menurut
penerawangan saya, mimpi tersebut merupakan pertanda bahwa sebentar lagi
Baginda akan segera memiliki anak,”jawab Ajar Sukaresi tenang.
“Perempuan atau
laki-laki?”tanya Aria Kebonan penasaran.
“Kedua istri
Baginda akan melahirkan bayi laki-laki. Jadi Baginda akan memiliki dua orang
putra sekaligus,”jawab Ajar Sukaresi lagi. Namun tanggapan Aria Kebonan kali
ini berbeda dengan sebelumnya. Emosinya langsung tersulut mendengar keterangan
Ajar Sukaresi. Maka dicabutnya keris yang terselip dipinggang lalu ditusukkan
ke tubuh Ajar Sukaresi. Meskipun tidak terluka bahkan keris tersebut bengkok,
Ajar Sukaresi sempat terjatuh. Aria Kebonan dengan sekuat tenaga menendang
tubuh Ajar Sukaresi hingga terpental jauh ke dalam hutan dan berubah menjadi
seekor naga yang bernama Nagawiru.
Beberapa bulan
kemudian, Dewi Pangreyep melahirkan seorang putra bernama Hariang Banga.
Disusul pula oleh kelahiran bayi Dewi Naganingrum yang ketika masih dalam
kandungan telah mampu berbicara dengan Aria Kebonan.
“Kau telah
melupakan semua janjimu dulu kepada Prabu Permana Kusuma. Kau juga telah
bertindak sewenang-wenang kepada rakyat, maka kau akan menerima balasan yang
setimpal dan takhta yang kau duduki tidak lama lagi akan lenyap, Aria
Kebonan,”ucap bayi dalam perut Dewi Naganingrum yang membuat Aria Kebonan
terkejut, marah dan juga dendam kepada Dewi Naganingrum dan bayinya. Maka
dengan dibantu Dewi Pangreyep, mereka lalu membuang bayi Dewi Naganingrum ke
Sungai Serayu agar kelak tidak mengganggu kekuasaan Aria Kebonan.
Kekejaman Aria
Kebonan dan Dewi Pangrenyep tidak cukup sampai di situ. Mereka bahkan
memerintahkan Bathara Lengser untuk membunuh Dewi Naganingrum di hutan. Namun
hal itu tidak dilaksanakan. Bathara lengser yang tahu betul situasi istana saat
ini, justru membuatkan rumah untuk Dewi Naganingrum. Ia membawa pakaian yang
dipakai Dewi Naganingrum yang telah dilumuri darah ayam untuk bukti ke istana
bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sementara itu, bayi
Dewi Naganingrum yang dihanyutkan di Sungai Serayu berhasil ditemukan oleh
sepasang suami istri yang baik hati bernama Aki dan Nini Balatantrang. Mereka
memberinya nama Ciung Wanara. Kedua suami istri yang sudah tua tersebut merawat
dan membesarkan Ciung Wanara seperti anaknya sendiri. Lewat kalung yang
dikenakan Ciung Wanaralah, mereka tahu bahwa anak itu adalah seorang pangeran
yang berasal dari Galuh Pakuan. Ciung Wanara tumbuh menjadi anak yang tampan
dan cerdas serta berbudi pekerti yang baik.
Setelah dirasa
tepat, Aki dan Nini Balatantrang lalu memberitahu asal-usul Ciung Wanara dan ia
diminta untuk mencari tahu kedua orang tuanya di Kerajaan Galuh Pakuan.
“Namun sebelum
pergi, ambilah telur yang ada di keranjang tempat kamu dihanyutkan dulu. Bawalah
telur tersebut ke hutan untuk ditetaskan,”perintah Aki Balatantrang kepada
Ciung Wanara.
Maka pergilah
Ciung Wanara ke hutan untuk menetaskan telur tersebut. Ia mencari ayam betina
ke seluruh pelosok hutan namun tidak ketemu. Ia justru bertemu dengan seekor
naga yang baik hati bernama Nagawiru yang sesungguhnya adalah ayahnya sendiri.
Nagawiru lalu mengerami telur yang dibawa Ciung Wanara hingga menetas. Sungguh
ajaib meskipun baru menetas, ayam kecil tersebut cepat tumbuh menjadi seekor
ayam jantan yang besar dan gagah.
Ciung Wanara lalu
pergi ke Ibukota Galuh Pakuan dan mengikuti pertandingan sabung ayam yang
sangat terkenal di sana. Ayamnya selalu menang sehingga banyak orang yang tidak
berani bertarung dengannya. Kabar tersebut lalu sampai ke telinga Aria Kebonan
yang juga mempunyai seekor ayam jago petarung. Ayamnya juga tidak pernah kalah.
“Jika ayam itu
bisa mengalahkan ayamku ini, maka separuh kerajaan ini akan menjadi
milikmu,”tantang Aria Kebonan dengan sombongnya. Ia yakin sekali dengan kekuatan
ayam aduannya yang akan dapat memenangkan pertarungan tersebut. Maka sabung
ayam itupun dimulai dengan disaksikan oleh rakyat banyak. Namun meskipun ayam
Aria Kebonan sedikit lebih besar, ayam itu berhasil dikalahkan oleh ayam milik
Ciung Wanara. Maka separuh kerajaan Galuh Pakuan menjadi milik Ciung Wanara.
Ciung Wanara lalu
bertemu dengan Bathara Lengser. Dari cerita prajurit kesayangan Prabu Permana
Kusuma itu, ia jadi tahu asal-usulnya dan segala kejahatan yang telah dilakukan
oleh Aria Kebonan dan Dewi Pangrenyep. Ciung Wanara lalu menangkap dan
memasukan keduanya ke dalam penjara sebagai hukuman atas kejahatan yang telah
mereka lakukan. Namun Hariang Banga tidak menerima perlakuan Ciung Wanara
tersebut kepada ibunya. Ia pun melawan dan mengumpulkan banyak tentara untuk
membebaskan ibunya dari penjara. Maka perang besar pun pecah hingga
berbulan-bulan lamanya. Keduanya sama-sama sakti dan pintar sehingga perang
terus berlangsung demikian lama.
Prabu Permana
Kusuma dan Bathara Lengser akhirnya muncul untuk menghentikan perang tersebut.
Mereka sudah tidak tahan lagi dengan kekacauan yang ada.
“Kalian berdua
sesungguhnya adalah putraku. Jadi hentikanlah perang antar saudara yang tidak
berguna ini. Hariang Banga pergilah ke timur dan bangunlah kerajaanmu di sana,
sementara Ciung Wanara mendapatkan wilayah kekuasaan di daerah barat. Untuk
Aria Kebonan dan Dewi Pangrenyep kalian tidak perlu membela mereka. Biarlah
mereka merasakan akibat dari kejahatan yang telah dilakukan selama ini,
“begitulah pesan dari Prabu Permana Kusuma yang akhirnya mampu membuat
peperangan berhenti.
Hariang Banga lalu
pindah ke timur dan lebih dikenal sebagai Jaka Susuruh. Kerajaannya menjadi
asal mula masyarakat Jawa. Sedangkan Ciung Wanara meneruskan pemerintahan
kerajaan Galuh Pakuan dengan adil dan bijaksana. Rakyatnya merupakan nenek
moyang masyarakat Sunda. Sejak saat itu kedua wilayah tersebut menjadi makmur
kembali seperti pada masa pemerintahan Prabu Permana Kusuma.
Posting Komentar untuk "CIUNG WANARA #ciungwanara"