Hari
minggu keluarga Pak Dayat biasa melakukan kerja bakti membersihkan rumah dan
sekelilingnya. Pak Dayat dan istrinya, Bu Ani dibantu ketiga anaknya, Nanda,
Arif dan Zizie giat membersihkan rumah dengan penuh keceriaan. Jika sudah
capek, mereka akan beristirahat sebentar untuk makan dan minum sebagai
pengganti energi yang terkuras dan menenangkan otot syaraf yang telah bekerja
keras. Hari ini, Ibu membuat es susu dan jus jeruk untuk minuman serta pisang
goreng dan tahu brontak sebagai camilan. Semua hidangan itu lenyap dalam
sekejap sehingga Bu Ani terpaksa harus menyiapkan menu tambahan untuk memenuhi
rasa lapar anak dan suaminya yang cukup besar.
“Minggu
kemarin, aku menemukan foto Ayah ketika bertanding di atas ring beberapa tahun
yang lalu sebelum menikah dengan Ibu. Meskipun akhirnya foto itu dibakar oleh
Ayah, tapi aku jadi tahu kalau Ayah ternyata pernah jadi petinju profesional.
Pantas kalau ada acara pertandingan tinju di TV, Ayah begitu bersemangat main
ke rumah tetangga untuk menontonnya karena Ibu selalu melarang Ayah menontonnya
di rumah. Rupanya Ibu tidak suka melihat wajah Ayah lebam di pukuli oleh
lawannya dulu sehingga melarangnya jadi petinju. Ehm....,’’bisik Arif ke
telinga Nanda sambil menjejalkan potongan pisang goreng terakhir ke dalam
tenggorokannya.
‘’Sebaiknya
kau jangan membicarakan hal itu lagi. Sebab kalau sampai Ibu tahu, beliau bisa
ngambek dan tidak akan memasak untuk kita hingga esok hari,”balas Nanda
mengingatkan adiknya agar hati-hati jika bicara.
“Aku
juga menemukan setumpuk kertas ulangan bekas dengan nilai yang mengejutkan
milik Kak Nanda. Dan sepertinya tidak sesuai dengan laporan yang diterima orang
tua kita. He...he...he...,”imbuh Arif sambil nyengir kuda menyebalkan. Nilai
tersebut terutama pada pelajaran Matematika dan IPA rendah sekali. Tidak sesuai
dengan apa yang diperlihatkan kepada Ayah dan Ibunya selama ini. Nanda segera
membekap mulut Arif mendengar celoteh dari sang Adik.
“Awas,
ya kalau sampai bilang ke Ayah dan Ibu. Aku akan beritahu ke Ayah dan Ibu kalau
kamu kecil-kecil sudah berani membuat surat ijin palsu ke guru agar bisa
membolos dengan aman,”balas Nanda sambil memperlihatkan sebuah surat yang
setengah jadi dengan tulisan begitu kacau seperti ceker ayam. Surat yang
ditujukan ke Bu Hani itu ditanda tangani sendiri oleh Arif. Namun dibuang
karena ada kesalahan menulis dan harus diganti dengan yang lebih bagus. Secara
kebetulan Nanda yang menemukannya.
Mata
Arif langsung melotot dan ia berusaha merebutnya dari Nanda, tapi kalah sigap.
Nanda cepat sekali menyembunyikannya ke dalam kantong celananya. Dan ia siap
berteriak memanggil orang tuanya untuk memberitahukan hal itu. Arif yang
ketakutan akhirnya mengalah. Ayahnya sering mengingatkan agar mereka selalu
berusaha menjadi anak yang jujur apapun yang terjadi. Mereka harus mengutamakan
kejujuran karena hal itu akan menjadikan mereka orang yang dapat dipercaya oleh
siapapun. Sebab jika kita sudah dipercaya oleh orang maka kehidupan kita akan
lebih ringan karena adanya hubungan baik dengan banyak orang. Jadi jika Ayah
tahu surat itu, ia bisa kena hukuman.
“Ayo
anak-anak kita lanjutkan lagi kerja baktinya. Sekarang kita bersihkan gudang
belakang agar tidak menjadi sarang nyamuk dan tikus kotor!”ajak Ayah penuh
semangat diikuti Bu Ani di belakang. Nanda dan Arif terpaksa harus melakukan
genjatan senjata untuk sementara. Jika tidak nanti malah ketahuan oleh Ayah dan
Ibu. Wah, bisa jadi bencana jika itu terjadi. Makanya kedua anak tersebut lebih
memilih untuk diam demi keselamatan diri.
Gudang
belakang dibangun terpisah dari rumah utama. Ruangan ini memang tidak terlalu
besar, namun cukup untuk menyimpan barang-barang bekas maupun peralatan kerja
yang cukup kotor untuk disimpan di rumah. Jika sudah penuh, biasanya
barang-barang yang ada akan dipilah-pilah untuk dijual ke tukang rongsok
sehingga meskipun sudah bekas masih bisa menghasilkan uang. Salah satu yang
sudah cukup tua menghuni gudang tersebut adalah sepeda motor Ayah buatan tahun
1950 dan sepeda Nanda ketika masih kecil dulu. Kedua kendaraan tua tersebut
selalu selamat karena ada nilai sejarah yang pernah tercipta bersamanya
sehingga Ayah dan Nanda selalu melindunginya.
“Kita
keluarkan dulu barang-barang yang ada di dalamnya. Baru setelah itu ruangannya
kita bersihkan dan lantainya disapu. Barang-barang yang sudah sangat tidak
layak nanti kita jual ke tukang rongsok, sedangkan yang masih bagus kita
kembalikan lagi ke dalam!”jelas Ayah memberi pengarahan singkat sebelum kerja
bakti dimulai. Mereka lalu bekerja dengan penuh semangat untuk mengeluarkan
barang-barang yang ada di gudang keluar rumah.
“Ayah,
ada ular besar di pojok sini. Hiii...seram banget!”teriak si kecil Zizie
sambil bergidik ngeri dan jijik. Zizie memang sangat takut dengan ular. Ia
langsung berlari ke Ayahnya.
“Mana
ularnya? Besar atau kecil? Untung tidak menggigit kamu Zie,”ucap Pak Dayat
penuh syukur anaknya tidak kenapa-napa.
“Ularnya
hanya sebesar aku, Yah. Dia sedang tidur. Perutnya gendut sekali. Sepertinya
habis makan siang,”balas Zizie sambil bergidik takut. Bu Ani, Nanda dan Arif
ikut mendekat. Semuanya secara mendadak langsung terperanjat dan mundur
berbarengan beberapa langkah begitu melihat ular temuan Zizie. Ular itu sebesar
pohon kelapa dan melingkar manis di pojok gudang dengan mata terpejam tanpa
gerakan sedikitpun.
“Ular
ini jenis piton yang merupakan ular terbesar di dunia. Pantas saja bebek dan
ayam kita banyak yang hilang. Rupanya hewan ini pelakunya. Aku akan menelpon,
Pak Agus, kemarin dia bilang ada ularnya yang lepas. Katanya jenis piton.
Mungkin saja ini ular yang dimaksud,”terang Pak Dayat sambil menghubungi Pak
Agus. Mereka lalu menunggu di luar gudang dengan harap-harap cemas. Tidak
berapa lama orang yang ditunggu datang. Pak Agus tidak sendiri rupanya. Dia
ditemani oleh dua orang pembantunya.
“Mana
ularnya? Wah hebat juga itu ular jika sampai tinggal di rumah ini. Pintar juga
memilih sarang, ya?”ucapnya sambil geleng-geleng kepala. Pak Dayat lalu
mengajak Pak Agus dan pembantunya masuk untuk menangkap ular piton yang sedang
tidur tadi. Ternyata ular tersebut benar milik Pak Agus yang lepas seminggu
yang lalu. Pak Agus hapal sekali dengan bentuknya karena ular tersebut ia
pelihara sejak kecil. Lalu dengan dibantu oleh pembantunya mereka menangkap dan
memasukannya ke dalam karung goni dan membawanya pulang. Pak Dayat dan
keluarganya berteriak kegirangan begitu ular piton besar tersebut dibawa pergi
oleh Pak Agus.
“Ular
sebesar itu bisa dengan mudah menangkap dan menelan Zizie hidup-hidup. Untung
perutnya sudah kekenyangan tadi,”kata Arif sambil mengelus-elus kepala adiknya
dengan penuh sayang.
Meskipun
kejadian tersebut cukup menakutkan, kerja bakti kembali dilanjutkan. Hanya saja
mereka jadi lebih berhati-hati setiap kali akan memindahkan barang ke luar
gudang. Takut ada binatang berbahaya lainnya di tempat tersebut. Ketika mereka
sedang serius bekerja, sebuah jeritan kembali terdengar. Semua orang menoleh.
Kali ini bukan Zizie pelakunya tetapi Bu Ani. Beliau terlihat menenteng sebuah
tas laptop hitam dengan wajah berbunga-bunga. Semuanya lalu datang mendekat
untuk mengetahui apa yang terjadi.
“Ada
apa, Bu, kok ribut sekali seperti anak kecil saja?”tanya Ayah heran. “Ya, Ibu,
ini persis seperti anak TK. Masa kecil kurang bahagia ya, Bu?,” sambung Nanda
setengah menggerutu.
“Tenang
semuanya. Kali ini Ibu tidak menemukan ular lagi seperti Zizie tadi. Tapi yang
aku temukan adalah ini....!”balas Bu Ani sambil memperlihatkan isi tas yang ia
pegang. Ternyata di dalamnya ada uang kertas dalam jumlah cukup besar. Ayah
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Uang itu adalah tabungannya selama
beberapa tahun yang ia lupa di mana menaruhnya setahun yang lalu. Untung, Bu
Ani, sang istri menemukannya, jika tidak.....
Posting Komentar untuk "Ular Raksasa di Pojok Gudang #ular #gudang"