Kisah tentang
seorang anak muda yang berharap bisa membahagiakan Ibunya yang sudah renta dan
bertahun-tahun berjuang sebagai tulang punggung keluarga menggantikan ayahnya
yang pergi merantau ke tanah seberang namun tak pernah kembali hingga sekarang.
“Ibu tidak setuju
dengan keinginanmu untuk mencari uang di tanah seberang, Nak. Ibu masih trauma
dengan kejadian yang menimpa ayahmu. Dimana dan bagaimana dia sekarang, kita
tidak pernah tahu. Ibu takut hal serupa akan terjadi padamu. Ibu lebih senang
dengan keadaan sekarang. Biarpun serba kekurangan tapi Ibu bahagia bisa melihat
anak Ibu setiap saat,”jelas Si Ibu kepada Malin Kundang, si anak muda yang
ingin berbakti kepada orang tuanya. Malin berharap dapat sukses di negeri
seberang untuk kemudian membahagiakan Sang Ibu tersayang.
“Ibu tidak usah
khawatir. Kisah yang dialami Bapak mudah-mudahan tidak menimpa Malin juga.
Malin minta doa restu dari Ibu agar bisa mencari kehidupan yang lebih baik di
negeri rantau. Kelak jika sukses, Malin akan jemput Ibu secepatnya,”ucap Malin
Kundang sebelum pergi. Sang Ibu yang sudah tidak mampu lagi menahan keinginan
mengebu-gebu anaknya untuk pergi merantau, akhirnya dengan berat hati
mengijinkan. Lambaian tangan dan linangan air mata Ibunda mengalir mengiringi
laju kapal Malin semakin menjauhi dermaga.
Firasat tak baik
dari Ibunya menjadi kenyataan. Di tengah perjalanan, kapal Malin Kundang di
hantam badai besar. Kapal kecil tersebut terombang-ambing di goncang gelombang
di tengah lautan biru maha luas untuk akhirnya hancur berkeping-keping ditelan
ganasnya laut. Malin Kundang adalah satu dari sedikit penumpang yang selamat.
Ia selamat karena berpegangan erat pada potongan kayu yang terus membuatnya
tetap mengapung di permukaan dan menyeretnya ke bibir pantai di sebuah daerah
yang belum pernah dikenalnya.
Malin Kundang
kemudian diselamatkan oleh seorang lelaki yang ternyata saudagar kaya di daerah
itu. Saudagar tersebut sangat terkesan dengan kegigihannya sehingga dapat
selamat dari badai hebat yang menghancurkan kapalnya. Tanpa ragu ia menunjuk
Malin Kundang sebagai tangan kanannya untuk mengatur semua bisnis yang
dimilikinya. Ia sendiri memiliki sejumlah kapal dagang dan mempunyai tempat
pelelangan ikan yang besar.
Di bawah kendali
Malin Kundang bisnis tersebut semakin maju dan sukses. Malin Kundang kemudian
dinikahkan oleh Sang Saudagar dengan anak perempuannya. Malin Kundang sendiri
mengaku bahwa ia anak yatim piatu yang sudah tidak punya apa-apa.
Sementara itu nun
jauh di sana, Ibunya yang sudah semakin tua terus berharap dapat bertemu
kembali dengan putra tercintanya. Ia sudah kehilangan suaminya, maka ia tidak
ingin kehilangan putra tersayangnya juga. Wanita tua tersebut sering sekali
pergi ke dermaga dan berharap bisa menyambut Malin Kundang yang turun dari
kapalnya. Namun sekian lama waktu berjalan, semua harapannya tersebut tidak pernah
terwujud. Malin Kundang belum juga kembali hingga sekarang.
Hingga pada suatu
hari, tetangganya yang bekerja di dermaga datang ke rumah dan memberitahu
berita bagus yang selama ini selalu di tunggunya.
“Malin sudah
pulang, Bi. Tadi pagi kapalnya bersandar di dermaga. Besar dan megah sekali.
Sepertinya ia sudah jadi saudagar kaya sekarang. Ia datang bersama istrinya
yang cantik jelita. Tadi aku sempat berbicara dengannya. Waktu aku tanya kapan
dia akan pulang menemui ibunya, katanya nanti kalau ada waktu karena ia harus
melanjutkan perjalanan ke pulau lain. Mungkin lebih baik Bibi saja yang ke sana
menemui Malin,” jelas tetangganya tersebut.
Ibu Malin Kundang
bahagia sekali mendengarnya. Tanpa basa-basi lagi ia minta diantar tetangganya
tersebut untuk menemui putranya. Setelah berdandan seadanya, mereka lalu menuju
ke dermaga tempat Malin Kundang dan istrinya beristirahat.
“Malin Kundang
anakku, kau sudah pulang, Nak. Ibu kangen sekali padamu!,”ucap Ibu Malin
setengah berteriak saking senangnya melihat putranya yang kini tampak gagah dan
berwibawa. Ia lalu naik ke kapal hendak menemui Malin.
“Ibu? Katanya
kedua orang tuamu sudah meninggal semua, suamiku? Tapi kenapa wanita itu
mengaku sebagai Ibumu?,”tanya istrinya penuh keheranan. Malin Kundang yang
menyaksikan dari atas kapal kebingungan melihat Ibunya datang mendekat.
“Kedua orang tuaku
memang sudah meninggal semua istriku. Wanita itu mungkin sedang kebingungan
menunggu anaknya yang tidak pernah pulang. Jadi ketika melihatku, dia
menganggap aku sebagai anaknya,”jawab Malin Kundang berbohong. Malin Kundang
malu mempunyai Ibu seperti itu.
Maka ketika Ibunya
sudah naik dan berada dihadapannya, Malin Kundang lalu mengusir Ibunya dengan
kasar. Ketika Ibunya datang dan mencoba memeluknya, Malin Kundang mendorong
tubuh wanita lemah itu hingga terjatuh.
“Pergi kau, wanita
pengemis! Lihat baik-baik wajahku ini! Aku bukan anakmu! ,” bentak Malin
Kundang yang membuat Ibunya merana. Dengan nelangsa ia meninggalkan kapal besar
tersebut yang sebentar lagi akan berlayar kembali.
Wanita tua
tersebut lalu menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berdoa kepada
Tuhan,”Ya Tuhan, jika benar dia Malin Kundang anakku, aku rela jika dia berubah
menjadi batu,”kutuk Ibu Malin Kundang.
Bersamaan dengan
itu, langit tiba-tiba berubah menjadi gelap. Hujan dan badai diiringi petir
menggelegar lalu datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Tubuh anak durhaka
tersebut lalu berubah menjadi batu.
Di Pantai Air
Asin, Padang, ada batu berbentuk manusia yang dianggap sebagai penjelmaan Malin
Kundang. Masyarakat banyak yang berdatangan ke tempat itu untuk melihatnya.
Posting Komentar untuk "MALIN KUNDANG, SI ANAK DURHAKA #malinkundang #durhaka"