Setelah kepergian
Ayah tanpa kabar. Irwan tinggal dengan Ibu dan Neneknya. Sayangnya tidak lama
kemudian Ibunya meninggal ketika melahirkan adik perempuannya, Susi.
Akhirnya Neneklah
yang merawat dan membesarkan mereka berdua dengan penuh kasih sayang. Nenek
menyekolahkan dan memenuhi semua kebutuhan hidup dua kakak beradik itu.
Meskipun demikian,
Irwan tidak betah tinggal dengan nenek karena menurutnya beliau sangat cerewet.
Apa-apa dilarang dan Nenek menurutnya selalu ikut campur semua urusan Irwan
membuat anak itu tidak betah tinggal di rumah.
Irwan mulai malas
sekolah, ia berangkat dari rumah tapi tidak pernah sampai ke sekolah. Ia
membolos dan kabur dengan teman-temannya yang rata-rata usianya jauh di
atasnya.
Pihak sekolah
berkali-kali memanggil neneknya karena sikap bandelnya tersebut. Nenek yang
seorang penjual kue tradisional di pasar akhirnya sering tidak berjualan karena
harus mengurusi kenakalan cucunya tersebut.
Uang untuk iuran
sekolah Irwanpun sering tidak ia bayarkan ke sekolah. Irwan justru
menggunakannya untuk main games atau berjudi sabung ayam di desa tetangga.
“Anak itu jadi
semakin nakal sejak Ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar dan Ibunya meninggal
dunia, Bu. Saya sudah sering menasehatinya tapi sepertinya ia sudah tidak mau
mendengarkan saya lagi. Saya sudah pasrah seandainya pihak sekolah mau
mengeluarkan Irwan. Mungkin itu cara terbaik agar cucu saya bisa sadar,”jelas
Nenek dengan suara parau ketika ia menghadap Guru BP Irwan, Bu Marni.
“Sekolah itu
tempat mendidik anak agar memiliki tingkah laku yang baik. Jadi anak tidak
hanya diajari ilmu pengetahuan saja, tapi budi pekerti juga tidak kalah
pentingnya. Kami tidak bisa mengeluarkan atau menghukum Irwan begitu saja. Kami
akan memanggilnya lagi besok. Kita lihat dulu beberapa hari ini apakah cucu Ibu
bisa berubah atau tidak,”kata Bu Marni mengakhiri pembicaraannya dengan Nenek
Irwan.
Untungnya adik
Irwan, Susi sangat penurut dan anak yang rajin. Ia selalu juara di kelas dan
tidak segan membantu Neneknya membuat kue cucur, cenil, klepon, onde-onde dan
masih banyak lagi jajanan pasar yang dijual Nenek.
Pulang dari
sekolah Irwan, Nenek dengan mengendarai sepeda tuanya datang ke sekolah Susi
untuk menjemput cucu kesayangannya tersebut.
Namun naas, ketika
ia tengah menyeberang jalan, seorang pemuda yang mengendarai sepeda motor
dengan kecepatan tinggi menabraknya dengan keras. Pemuda itu lalu melarikan
diri begitu saja dan tidak mau memberikan pertolongan kepada Nenek yang
akhirnya meninggal dunia sebelum dibawa ke Rumah Sakit untuk diobati.
Susi pingsan
begitu tahu musibah yang dialami Sang Nenek. Sedangkan Irwan baru pulang sore
hari dari berjudi sabung ayam dengan teman-temannya. Ia kaget melihat ada
banyak orang di rumahnya. Ia baru menyadari apa yang terjadi setelah Bapak
Kepala Desa memberitahu apa yang telah terjadi.
“Sebelum meninggal
tadi, Nenek sempat berpesan kepada kami agar menyerahkan sebuah surat yang
beliau tulis beberapa hari yang lalu dan disimpan di bawah tempat tidurnya.
Setelah kami cari akhirnya kami berhasil menemukannya. Silahkan kamu buka dan
baca sendiri. Mungkin ada pesan yang sangat penting yang ingin beliau sampaikan
kepadamu,”ucap Bapak Kepala Desa seraya menyerahkan sebuah amplop berisi surat
Nenek kepada Irwan.
“Nenek sudah
sangat tua, Cu. Ibumu saja yang masih muda sudah pergi meninggalkan kita.
Mungkin inilah saatnya Nenek pergi menyusul Ibumu di surga. Nenek bukannya
tidak sayang padamu dan adikmu Susi sehingga Nenek meninggalkan kalian berdua.
Tapi Nenek rasa sudah saatnya untukmu mengambil tanggung jawab ini. Banyak
orang yang mengatakan kamu anak yang nakal, tapi bagi Nenek kamu tetap cucu
terbaik karena Nenek tahu siapa sebenarnya dirimu. Ibumu orang yang sangat baik
dan darahnya juga mengalir di tubuhmu maka sifat-sifat baik Ibumu pasti
bersemayam juga di hatimu. Kau jagalah diri dan adikmu baik-baik agar garis
keturunan kita tetap terjaga selamanya. Beberapa hari nanti setelah kepergian
Nenek akan ada orang yang menemuimu. Dengarkan dia baik-baik dan ikuti petunjuk
darinya,”itulah bunyi surat dari Nenek yang membuat air mata Irwan keluar tiada
henti.
Beberapa hari
kemudian datanglah seorang laki-laki yang mengaku pengacara yang ditunjuk oleh
Nenek Irwan. Pengacara itu memberitahu apa saja warisan dari Nenek untuk kedua
cucunya. Ada perhiasan, dua buah rumah mewah dan besar serta sawah yang luas
dan tabungan pendidikan untuk Irwan dan Susi hingga mereka tamat perguruan
tinggi nanti.
Ternyata Nenek
seorang yang kaya raya namun hidup sederhana dan tidak berlebihan demi
kelangsungan hidup anak cucunya. Warisan beliau adalah kenangan terindah yang
tidak akan pernah dilupakan oleh Irwan dan Susi. Tidak hanya harta benda tapi
sikap hidup dan nasehat-nasehat baik yang akan selalu mereka kenang.
“Maafkan kami yang
selalu menyakiti hatimu, Nek,”gumam Irwan lirih sambil menaburkan bunga di
pusara makam Sang Nenek.
Posting Komentar untuk "WARISAN BERHARGA NENEK"