ASAL USUL KOTA CIANJUR #asalusul #cianjur


Pada jaman dahulu kala, di daerah Jawa Barat ada orang yang sangat kaya raya. Hartanya banyak sekali. Dimakan hingga tujuh turunan tidak akan habis. Namun orang ini pelitnya minta ampun. Meski sudah kaya, masih saja menimbun harta dan menyimpannya dengan ketat. Orang ini dijuluki tetangganya dengan nama Pak Kikir.
Beruntung anak semata wayangnya tidak memiliki watak yang sama dengan Ayahnya. Ia anak yang dermawan. Sering membantu tetangganya yang kesusahan meski harus kucing-kucingan dengan ayahnya agar tidak ketahuan.
Setiap kali panen padi, Pak Kikir selalu membuat acara syukuran sebagai ungkapan terimakasih atas berkah Tuhan yang tak terhingga. Acara ini dihadiri oleh seluruh penduduk desa. Namun mereka seringkali kecewa dengan sikap Pak Kikir. Makanan yang dihidangkan tidak enak rasanya karena Pak Kikir pelit bumbu. Bahan-bahannya tidak berkualitas karena harganya yang murah. Belum lagi mereka yang tidak dapat jatah makanan karena makanan dibuat pas. Tidak lebih dan tidak kurang. Padahal ada saja kejadian yang membuat makanan itu jadi berkurang. Seperti tumpah, dimakan kucing atau ada yang mengambil dua untuk anaknya atau ada orang baru di desa. Namun telinga Pak Kikir tertutup rapat untuk hal seperti itu.
Hari itu ada seorang nenek tua renta berpakaian lusuh meminta sedikit makanan pada Pak Kikir. Ia mengaku belum makan seharian. Tubuhnya memang terlihat lemah dengan langkah gontai hampir jatuh. Hanya tongkat penyangga yang dibawanya membuat tubuhnya masih mampu berdiri.
“Maaf, Nek. Makanan saya sudah habis. Lihatlah banyak sekali orang yang datang. Untuk mereka saja saya kewalahan menyediakan makanan,”jawab Pak Kikir dihadapan banyak orang yang menatapnya gemas dan kecewa. Tak adakah secuil rasa kasihan pada pengemis tua itu di hati Pak Kikir? Pikir orang-orang itu.
“Kalau begitu berilah saya sisa-sisa makanannya sedikit saja. Saya mau. Sebagai pengganjal perut saya yang seharian belum diisi,”pinta Nenek pengemis mengiba.
“Kalau mau sisa-sisa makanan, Nenek cari saja di tempat sampah! Barangkali ada yang tercecer di sana,”jawab Pak Kikir dengan nada tinggi. Ia mulai emosi menghadapi Nenek pengemis yang menurutnya tidak tahu diri. Pak Kikir lalu masuk ke dalam rumah. Ia sudah malas menghadapi Nenek malang itu.
Nenek itu lalu berlalu dari rumah Pak Kikir dengan berlinang air mata. Ia berjalan terseok-seok meninggalkan rumah besar dan megah itu. Dari sudut lain, anak Pak Kikir yang baik hati ternyata memperhatikan kejadian tersebut dengan seksama. Setelah Ayahnya masuk rumah. Ia berlari mengejar Nenek pengemis tadi hingga ke batas desa. Makanan yang menjadi jatahnya ia berikan kepada Nenek itu yang langsung melahapnya hingga habis.
“Terimakasih, Nak, atas kebaikanmu. Semoga Tuhan membalasnya dengan rejeki berlimpah. Semoga kamu diberi umur panjang dan keselamatan sehingga bisa menolong orang lain yang hidupnya tidak beruntung seperti Nenek,”ucap Nenek itu mendoakan anak Pak Kikir yang segera kembali ke rumahnya.
Si Nenek Pengemis lalu berjalan menuju ke puncak bukit yang ada di ujung desa. Dari sana ia dapat melihat dengan jelas rumah besar dan megah milik Pak Kikir diantara rumah-rumah warga lainnya yang lebih sederhana. Kemudian ia menancapkan tongkatnya ke tanah dan mencabutnya lagi hingga meninggalkan lubang cukup dalam. Dari lubang itu lalu memancarlah air yang cukup deras. Air itu mengalir menuju ke desa Pak Kikir menjadi banjir. Air bah menerjang desa tanpa ampun. Anak Pak Kikir dengan sigap mengarahkan warga untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
“Bagaimana dengan rumah, uang, perhiasan dan ternak milik kami?” protes beberapa warga yang hendak kembali ke rumah mereka untuk menyelamatkan harta yang tertinggal.
“Harta itu dapat di cari tapi kalau nyawa kita hanya satu. Jika lenyap kemana lagi kita akan mencari penggantinya,”nasehat anak Pak Kikir dengan bijak sehingga para warga itu menjadi sadar dan mengurungkan niatnya. Berbeda dengan ayahnya yang masih bertahan di desa.
Sementara yang lain menyelamatkan diri ke tempat aman, Pak Kikir sibuk mengumpulkan hartanya ke atas kereta kudanya. Ketika semua sudah terkumpul, Pak Kikir sudah tidak ada waktu lagi untuk menyelamatkan diri. Banjir bah terus berdatangan silih berganti menghantam kereta kuda Pak Kikir dan harta benda di dalamnya. Pak Kikir tenggelam bersama keserakahan dan sifat tamak yang terus menyelimuti hatinya hingga ajal menjemput.
Warga desa yang selamat tidak terlalu sedih menyaksikan desanya yang kini sudah tenggelam. Mereka justru bersyukur masih diberi umur panjang oleh Tuhan. Di bawah arahan Anak Pak Kikir yang cerdas, mereka kemudian mencari daerah baru dan menjadikan Anak Pak Kikir sebagai Kepala Desanya.
Kepala Desa itu membagi tanah secara rata kepada semua warga dan mengajari mereka cara bercocok tanam dan beternak yang baik. Warga dengan tekun mematuhi petunjuk itu sehingga mereka kemudian menamakan daerah mereka Desa Anjuran sebagai perlambang ketaatan mereka pada petuah pemimpin.
Lama kelamaan desa itu berkembang menjadi sebuah kota yang ramai bernama Cianjur. Ci berarti air sebagai pengingat kejadian yang dialami warga sebelumnya sehingga mereka pindah ke tempat itu. Cianjur berarti daerah yang banyak airnya. Berkat kecerdasan dan ketekunan Anak Pak Kikir membimbing warganya, Cianjur mampu menghasilkan beras yang sangat enak dan gurih yang menjadi kebanggaan masyarakat Cianjur hingga sekarang.

Posting Komentar untuk "ASAL USUL KOTA CIANJUR #asalusul #cianjur"