Sedih sekali
rasanya jika sudah lama menikah belum juga mendapat momongan sebagai penerus
keturunan. Segala cara akan dilakukan agar bisa memiliki seorang anak di dalam
keluarganya. Hal itu pulalah yang dirasakan oleh sepasang suami istri yang
tinggal di Jambi ini.
Bertahun-tahun
berdoa dan berusaha, apa yang diimpikan belum juga menjadi kenyataan. Namun
suatu malam, si istri bermimpi bertemu seorang kakek tua yang mengetahui
permasalahan mereka.
“Carilah bambu
muda yang dililit ular lalu masak dan makanlah rebung atau bambu muda itu.
Niscaya kalian akan segera mendapatkan anak,”pesan Kakek tua itu.
Pagi harinya kedua
suami istri tersebut segera mencari bambu seperti yang ada di mimpi sang istri.
Dan tidak lama kemudian mereka menemukan sebatang bambu muda atau rebung di
tepi sungai. Seekor ular sebesar lengan orang dewasa tidur melingkari rebung
tersebut.
“Mendekatlah
kemari! Tidak usah takut padaku. Aku tidak akan menggigit kalian,”ucap Ular
tersebut dengan mata masih terpejam. Ia seperti sudah tahu akan kedatangan
tamu.
Sepasang suami
istri tersebut tentu sangat terkejut mendengar ucapan Ular yang tidur
melingkari rebung yang mereka cari. Mereka tahu ular yang ada di hadapannya
bukanlah ular sembarangan. Ia bisa bicara seperti manusia.
“Ada apa datang
kemari? Sepertinya kalian punya hajat yang cukup penting?”tanya Si Ular sambil
mendongakkan kepala dan menjulurkan lidahnya.
Sang suami
mengangguk kemudian ia menceritakan keinginannya bersama sang istri untuk
memiliki seorang anak hingga akhirnya sang istri tadi malam bermimpi bertemu
seorang kakek yang memintanya mencari rebung untuk di makan agar bisa
mendapatkan anak.
“Rebung yang
kalian cari ada di hadapan kalian. Rebung ini bukan tanaman biasa. Jadi untuk
dapat memilikinya kalian harus memenuhi persyaratan yang aku ajukan. Jika
setuju maka rebung ini akan aku berikan pada kalian. Bagaimana?”jelas Si Ular.
“Baiklah kami akan
turuti keinginanmu. Tapi apa syaratnya?”tanya Si Istri tidak sabar.
“Jika kelak anak
kalian laki-laki maka anak tersebut menjadi milik kalian selamanya. Namun jika
terlahir perempuan, maka kalian hanya bisa memeliharanya sampai usia tujuh
tahun. Jika tiba waktunya anak tersebut harus kalian serahkan padaku.
Bagaimana? Kalian setuju dengan syarat ini?”terang Sang Ular tenang.
Sepasang
suami-istri tersebut akhirnya dengan berat hati menyetujui persayaratan yang
diajukan Sang Ular karena mereka memang tidak punya pilihan lain. Mereka
berharap anak yang lahir laki-laki agar tidak diberikan kepadanya.
Beberapa hari
kemudian setelah menyantap rebung atau bambu muda tersebut, si istri hamil dan
mengandung hingga sembilan bulan lamanya. Namun ketika lahir, bayinya berjenis
kelamin perempuan yang berarti mereka hanya bisa memeliharanya hingga usia
tujuh tahun untuk kemudian diserahkan pada Sang Ular sesuai perjanjian mereka
sebelumnya.
Anak tersebut
diberi nama Puti Kesumba. Ia di rawat dengan penuh cinta dan kasih sayang tulus
dari kedua orang tuanya. Puti Kesumba tumbuh menjadi seorang anak yang cantik,
sehat dan cerdas sehingga kedua orang tuanya sangat melindunginya. Mereka juga
berjanji tidak akan memberikan Puti Kesumba ke Sang Ular sesuai kesepakatan
mereka dulu.
Puti Kesumba di
larang bermain di luar rumah. Segala kegiatannya harus di dalam rumah dengan
pengawasan ketat kedua orang tuanya karena mereka takut Sang Ular akan datang
dan menculik Puti Kesumba.
Namun karena
kebutuhan hidup, Ayah Puti Kesumba terpaksa harus pergi berlayar selama tiga
bulan untuk belanja barang-barang dagangan di negeri seberang. Sebelum pergi ia
berpesan pada istrinya agar menjaga Puti Kesumba baik-baik.
Satu dua tiga hari
istrinya masih mengingat pesan si suami. Puti Kesumba tetap di larang bermain
di luar. Namun pada hari keempat, ia membawa anaknya mandi di sungai. Tentu
saja Puti Kesumba senang sekali. Ia mandi sepuasnya tanpa menyadari ada mahluk
melata yang mengincarnya sedari tadi. Ketika Ibunya lengah, Sang Ular
menculiknya dan membawanya ke tebing sungai yang sulit di jangkau siapapun.
Sang Ular merawat
Puti Kesumba dengan baik agar nanti bisa jadi santapan yang enak dan
mengenyangkan. Ia tidak ingin menyantap Puti Kesumba yang kurus karena kurang
gizi.
“Apakah hatimu
sudah besar, Puti?”tanya si Ular.
“Belum. Baru
sebesar buah pinang,”jawab Puti Kesumba yang membuat Si Ular kecewa.
Tiap minggu ia
bertanya hal yang sama kepada Puti Kesumba yang di jawab berturut-turut mulai
dari sebesar buah pinang, sebesar manggis, sebesar buah mangga hingga kemudian
sebesar buah kelapa.
Setelah mendengar
jawaban terakhir Puti Kesumba dan itu dirasa sudah cukup besar, Si Ular segera
memanggil teman-temannya yang lain untuk berpesta memakan daging Puti Kesumba
yang empuk.
Meskipun dikurung
di tebing yang sulit dijangkau, Puti Kesumba masih dapat melihat orang lalu
lalang dengan perahunya. Kepada mereka ia sering bertanya kabar Ayahnya.
Orang-orang itu bilang Ayahnya sedang dalam perjalanan pulang.
Beruntung setelah
tiga bulan pergi, akhirnya beliau pulang dengan selamat. Ketika lewat, Puti
Kesumba segera memanggilnya,”Ayah, tolong aku. Bebaskan aku dari tempat
mengerikan ini!”
Ayah Puti Kesumba
langsung mendekat dan segera membawa Puti Kesumba pulang ke rumah. Sementara Si
Ular mati di mangsa teman-temannya yang lain karena ketika tiba di tempat, Puti
Kesumba telah lenyap. Mereka tentu saja sangat kecewa karena pestanya batal.
Sebagai gantinya mereka berpesta memangsa ular yang telah mengundang mereka
tersebut.
Akhirnya Puti
Kesumba dan kedua orang tuanya hidup bahagia tanpa gangguan Sang Ular yang mati
karena tidak dapat menepati janjinya pada teman-temannya.
Posting Komentar untuk "PUTI KESUMBA (Cerita Dari Jambi) #putikesumba #jambi #ceritarakyat"