PUTI KESUMBA (Cerita Dari Jambi) #putikesumba #jambi #ceritarakyat


Sedih sekali rasanya jika sudah lama menikah belum juga mendapat momongan sebagai penerus keturunan. Segala cara akan dilakukan agar bisa memiliki seorang anak di dalam keluarganya. Hal itu pulalah yang dirasakan oleh sepasang suami istri yang tinggal di Jambi ini.

Bertahun-tahun berdoa dan berusaha, apa yang diimpikan belum juga menjadi kenyataan. Namun suatu malam, si istri bermimpi bertemu seorang kakek tua yang mengetahui permasalahan mereka.

“Carilah bambu muda yang dililit ular lalu masak dan makanlah rebung atau bambu muda itu. Niscaya kalian akan segera mendapatkan anak,”pesan Kakek tua itu.

Pagi harinya kedua suami istri tersebut segera mencari bambu seperti yang ada di mimpi sang istri. Dan tidak lama kemudian mereka menemukan sebatang bambu muda atau rebung di tepi sungai. Seekor ular sebesar lengan orang dewasa tidur melingkari rebung tersebut.

“Mendekatlah kemari! Tidak usah takut padaku. Aku tidak akan menggigit kalian,”ucap Ular tersebut dengan mata masih terpejam. Ia seperti sudah tahu akan kedatangan tamu.

Sepasang suami istri tersebut tentu sangat terkejut mendengar ucapan Ular yang tidur melingkari rebung yang mereka cari. Mereka tahu ular yang ada di hadapannya bukanlah ular sembarangan. Ia bisa bicara seperti manusia.

“Ada apa datang kemari? Sepertinya kalian punya hajat yang cukup penting?”tanya Si Ular sambil mendongakkan kepala dan menjulurkan lidahnya.

Sang suami mengangguk kemudian ia menceritakan keinginannya bersama sang istri untuk memiliki seorang anak hingga akhirnya sang istri tadi malam bermimpi bertemu seorang kakek yang memintanya mencari rebung untuk di makan agar bisa mendapatkan anak.

“Rebung yang kalian cari ada di hadapan kalian. Rebung ini bukan tanaman biasa. Jadi untuk dapat memilikinya kalian harus memenuhi persyaratan yang aku ajukan. Jika setuju maka rebung ini akan aku berikan pada kalian. Bagaimana?”jelas Si Ular.

“Baiklah kami akan turuti keinginanmu. Tapi apa syaratnya?”tanya Si Istri tidak sabar.

“Jika kelak anak kalian laki-laki maka anak tersebut menjadi milik kalian selamanya. Namun jika terlahir perempuan, maka kalian hanya bisa memeliharanya sampai usia tujuh tahun. Jika tiba waktunya anak tersebut harus kalian serahkan padaku. Bagaimana? Kalian setuju dengan syarat ini?”terang Sang Ular tenang.

Sepasang suami-istri tersebut akhirnya dengan berat hati menyetujui persayaratan yang diajukan Sang Ular karena mereka memang tidak punya pilihan lain. Mereka berharap anak yang lahir laki-laki agar tidak diberikan kepadanya.

Beberapa hari kemudian setelah menyantap rebung atau bambu muda tersebut, si istri hamil dan mengandung hingga sembilan bulan lamanya. Namun ketika lahir, bayinya berjenis kelamin perempuan yang berarti mereka hanya bisa memeliharanya hingga usia tujuh tahun untuk kemudian diserahkan pada Sang Ular sesuai perjanjian mereka sebelumnya.

Anak tersebut diberi nama Puti Kesumba. Ia di rawat dengan penuh cinta dan kasih sayang tulus dari kedua orang tuanya. Puti Kesumba tumbuh menjadi seorang anak yang cantik, sehat dan cerdas sehingga kedua orang tuanya sangat melindunginya. Mereka juga berjanji tidak akan memberikan Puti Kesumba ke Sang Ular sesuai kesepakatan mereka dulu.

Puti Kesumba di larang bermain di luar rumah. Segala kegiatannya harus di dalam rumah dengan pengawasan ketat kedua orang tuanya karena mereka takut Sang Ular akan datang dan menculik Puti Kesumba.

Namun karena kebutuhan hidup, Ayah Puti Kesumba terpaksa harus pergi berlayar selama tiga bulan untuk belanja barang-barang dagangan di negeri seberang. Sebelum pergi ia berpesan pada istrinya agar menjaga Puti Kesumba baik-baik.

Satu dua tiga hari istrinya masih mengingat pesan si suami. Puti Kesumba tetap di larang bermain di luar. Namun pada hari keempat, ia membawa anaknya mandi di sungai. Tentu saja Puti Kesumba senang sekali. Ia mandi sepuasnya tanpa menyadari ada mahluk melata yang mengincarnya sedari tadi. Ketika Ibunya lengah, Sang Ular menculiknya dan membawanya ke tebing sungai yang sulit di jangkau siapapun.

Sang Ular merawat Puti Kesumba dengan baik agar nanti bisa jadi santapan yang enak dan mengenyangkan. Ia tidak ingin menyantap Puti Kesumba yang kurus karena kurang gizi.

“Apakah hatimu sudah besar, Puti?”tanya si Ular.

“Belum. Baru sebesar buah pinang,”jawab Puti Kesumba yang membuat Si Ular kecewa.

Tiap minggu ia bertanya hal yang sama kepada Puti Kesumba yang di jawab berturut-turut mulai dari sebesar buah pinang, sebesar manggis, sebesar buah mangga hingga kemudian sebesar buah kelapa.
Setelah mendengar jawaban terakhir Puti Kesumba dan itu dirasa sudah cukup besar, Si Ular segera memanggil teman-temannya yang lain untuk berpesta memakan daging Puti Kesumba yang empuk.

Meskipun dikurung di tebing yang sulit dijangkau, Puti Kesumba masih dapat melihat orang lalu lalang dengan perahunya. Kepada mereka ia sering bertanya kabar Ayahnya. Orang-orang itu bilang Ayahnya sedang dalam perjalanan pulang.

Beruntung setelah tiga bulan pergi, akhirnya beliau pulang dengan selamat. Ketika lewat, Puti Kesumba segera memanggilnya,”Ayah, tolong aku. Bebaskan aku dari tempat mengerikan ini!”

Ayah Puti Kesumba langsung mendekat dan segera membawa Puti Kesumba pulang ke rumah. Sementara Si Ular mati di mangsa teman-temannya yang lain karena ketika tiba di tempat, Puti Kesumba telah lenyap. Mereka tentu saja sangat kecewa karena pestanya batal. Sebagai gantinya mereka berpesta memangsa ular yang telah mengundang mereka tersebut.

Akhirnya Puti Kesumba dan kedua orang tuanya hidup bahagia tanpa gangguan Sang Ular yang mati karena tidak dapat menepati janjinya pada teman-temannya.

Posting Komentar untuk "PUTI KESUMBA (Cerita Dari Jambi) #putikesumba #jambi #ceritarakyat"