Di sebuah desa yang berada di Propinsi Sumatera Utara, ada seorang pria bernama Anakniaji yang telah selesai mendirikan sebuah rumah. Ia dan keluarganya lalu mengadakan acara syukuran atas anugerah rumah baru yang telah selesai di bangun dengan menyembelih seekor kerbau peliharaan mereka.
“Kita sembelih saja Kerbau Siranggir milik kita. Ia kerbau betina yang gemuk dengan beberapa anak yang siap menggantikan induknya itu jika sudah mati. Jadi aku pikir dagingnya bisa lebih dari cukup untuk acara syukuran kita,”usul Aji Tonggal, anak satu-satunya Anakniaji.
“Ya. Aku setuju denganmu, Nak. Besok kamu panggil orang yang menggembalakan kerbau-kerbau kita, Malaski, untuk memberitahu kepada Kerbau Siranggir bahwa ia akan dijadikan kurban,”perintah Anakniaji pada anaknya.
Keesokan harinya setelah diundang oleh Aji Tonggal, Malaski segera menemui Kerbau Siranggir di padang penggembalaan. Iapun memberitahukan pesan Aji Tonggal pada kerbau yang penurut itu. Kerbau Siranggir tidak menolak rencana tersebut. Demi membantu acara tuannya, ia rela mengorbankan jiwa raganya.
Kerbau Siranggir lalu mengumpulkan anak-anaknya dan mengutarakan niat Anakniaji yang akan menggelar syukuran rumah barunya dengan menyembelih dirinya sebagai kurban. Mendengar penuturan sang induk, anak-anak Kerbau Siranggir tidak setuju dengan rencana tersebut. Mereka tidak ingin berpisah dengan induknya yang sangat mereka sayang.
“Kenapa Ibu tidak menolak? Bukankah masih banyak kerbau lain yang gemuk-gemuk dan sehat untuk dijadikan kurban?,”protes anak tertua Kerbau Siranggir.
“Kita ini adalah hewan peliharaan keluarga Anakniaji. Hidup kita sepenuhnya milik mereka. Maka jika sudah tiba gilirannya untuk disembelih, kita tidak boleh menolak karena ini sudah menjadi takdir hidup kita sebagai hewan ternak,”nasehat Kerbau Siranggir melihat kekecewaan mendalam yang tampak di mata anak-anaknya.
Satu minggu kemudian, Malaski menjemput Kerbau Siranggir untuk disembelih di upacara adat penempatan rumah baru Anakniaji.
“Jika nanti kalian melihat kilat dan disertai suara Guntur yang menggelegar lalu disusul hujan sangat lebat, maka itu pertanda Ibu sudah disembelih. Kalian yang akan meneruskan garis keturunan Ibu, jadi jangan bersedih anak-anakku!,”pesan Kerbau Siranggir seraya menciumi anaknya satu persatu.
Kerbau Siranggir lalu dibawa ke tempat pemotongan. Tubuhnya direbahkan oleh banyak orang lalu disembelih menggunakan sebilah golok yang sangat tajam. Setelah disembelih, di desa itu turun hujan lebat disertai kilat dan petir yang menyambar-nyambar. Alam seperti tidak meridhoi Kerbau Siranggir dijadikan kurban.
Kepalanya kemudian digantung di dapur rumah baru Anakniaji, sementara tubuhnya dimasak untuk disantap penduduk secara beramai-ramai. Barulah keesokan harinya setelah selesai upacara adat yang meriah, Anakniaji dan keluarganya bisa menempati rumah baru tersebut.
Mereka kemudian pergi berladang seperti biasanya. Bercocok tanam dan menangkap ikan di sungai. Namun betapa terkejutnya Anakniaji, istri dan anak satu-satunya, Aji Tonggal, ketika pulang ternyata sudah tersedia begitu banyak makanan enak di meja makan.
Hari-hari berikutnya, kejadian yang sama berulang kembali. Membuat Aji Tonggal memutuskan untuk menyelidiki hal tersebut. Ia mengintai dari balik lemari yang ada di dapur setelah kedua orang tuanya pergi ke ladang. Ia yang tadinya ikut dengan mereka, secara sengaja kembali lebih cepat ke rumah untuk mengetahui siapakah gerangan orang yang telah memasak untuk keluarganya.
Ternyata kepala Kerbau Siranggirlah penyebabnya. Tidak lama setelah kedua orang tuanya pergi. Kepala itu berubah menjadi seorang gadis yang sangat cantik. Gadis itu kemudian dengan cekatan memasak dan menyiapkan hidangan di meja makan. Namun sebelum ia kembali ke ujud aslinya, Aji Tonggal berhasil menangkap tangannya sehingga gadis jelmaan tersebut tidak dapat berubah kembali menjadi kepala Kerbau Siranggir.
Kedua orang tua Aji Tonggal kemudian menjodohkan anaknya dengan gadis jelmaan Kerbau Siranggir tersebut sehingga Kerbau Siranggir tetap bisa meneruskan pengabdiannya kepada sang majikan yaitu Anakniaji. Ia juga bisa merawat dan menjaga anak-anaknya yang hidup tenang di ladang penggembalaan.
Posting Komentar untuk "PENGABDIAN SEPENUH HATI KERBAU SIRANGGIR (Cerita dari Sumatera Utara)"