Pada
suatu hari, di tepi sebuah sawah, seekor belalang tengah asyik menyanyi dan
menari mencurahkan isi hatinya. Kemudian lewatlah seekor semut di depannya sambil
menggotong butir jagung yang berat. Keringat bercucuran disekujur tubuhnya.
“Kenapa kau tidak berhenti saja bekerja lalu mengobrolah denganku?”tanya
Belalang heran.“Aku sedang membantu bangsaku mengumpulkan makanan untuk musim hujan yang panjang,”jawab si semut tegas.”Sebaiknya kau juga seperti aku agar musim hujan nanti tidak menderita.”
“Untuk apa meributkan musim hujan yang masih lama? Bukankah persediaan makanan saat ini lebih dari cukup?”balas Belalang sedikit kesal dengan sikap semut yang sok pintar. Tapi semut tidak peduli, ia kembali melanjutkan perjalanan membawa butir jagung untuk disimpan di sarang.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Waktu terus berjalan. Si Belalang masih saja bersenang-senang setiap hari. Sedangkan si semut makin bersemangat mengumpulkan makanan untuk persediaan selama musim hujan yang akan tiba sebentar lagi.
“Lihatlah ke langit teman. Sekumpulan burung bangau telah melintas menuju selatan. Itu tandanya hujan akan segera datang. Kau sudah mempersiapkan persediaan makanan di sarangmu belum?”tanya Semut pada Belalang yang tengah asyik memetik gitar.
“Burung bangau itu binatang bodoh. Kita tidak boleh percaya padanya begitu saja,”jawab Belalang merendahkan. Semut menggeleng-gelengkan kepalanya karena sudah putus asa mengingatkan Belalang. Iapun segera berlalu untuk memberitahu saudara-saudaranya yang lain karena hujan tidak lama lagi akan turun.
Perkiraan semut ternyata benar. Keesokan harinya hujan turun dengan derasnya. Musim hujanpun telah dimulai. Tapi semut tidak usah khawatir karena persediaan makanan yang dikumpulkan selama musim kemarau cukup banyak. Mereka tidak akan kekurangan.
Keadaan tersebut tentu berbanding terbalik dengan kondisi Belalang. Hujan deras membuatnya terus bertahan di sarang. Ketika keluar untuk mencari makan, belalang sangat kesulitan oleh hempasan angin kencang yang melemparnya kesana kemari. Curah hujan tinggi menghantam tubuhnya tanpa belas kasihan. Sekujur tubuhnya terasa sakit sekali.
“Oh... seandainya aku mengikuti nasehat Semut. Nasibku pasti tidak akan seburuk ini,”sesal Belalang ketika teringat pesan Semut dulu. Sudah dua hari lebih ia belum makan. Kondisi tubuhnya kian memburuk. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya selain berdoa agar keajaiban bisa menolongnya.
Beberapa hari kemudian ketika hujan sedikit reda, semut menemukan tubuh belalang tergeletak tak bernyawa di sarangnya. Usahanya untuk membantu Belalang terlambat. Sahabatnya itu akhirnya mati mengenaskan. Kesenangan semu telah menutup rapat mata hatinya.
Posting Komentar untuk "SEMUT DAN BELALANG SI JAGO PESTA #pesta #semut #belalang"