TIMUN EMAS #ceritarakyat #timunemas



Dahulu kala di sebuah desa di wilayah Jawa Tengah, ada seorang perempuan tua bernama Mbok Rondo yang sudah lama menjanda karena di tinggal mati suaminya. Ia merasa sangat nelangsa karena ketika  ditinggal oleh suaminya, ia  belum memiliki anak waktu itu.
            Hari-harinya dilalui dengan penuh kesepian tak ada teman untuk berbagi cerita. Kegiatannya selain berladang adalah mencari kayu di hutan. Wajahnya semakin murung saja. Seorang tetangganya yang tidak tega melihat kondisi tersebut kemudian mendatanginya suatu hari.
            “Aku dengar kamu ingin sekali memiliki anak. Jika itu harapanmu, aku sarankan kamu menemui seorang pertapa sakti yang tinggal di sebuah goa di daerah Bukit Gandul sana. Mudah-mudahan dia bisa membantumu,”saran Bi Minem tetangganya yang baik hati itu.
            Tanpa pikir panjang lagi, Mbok Rondo segera melaksanakan saran Bi Minem. Ia lalu berangkat menuju tempat yang dimaksud dengan membawa bekal secukupnya. Setelah berjalan selama dua hari dua malam, akhirnya pertapa sakti yang diceritakan Bi Minem berhasil ditemukan. Namun alangkah terkejutnya Mbok Rondo karena pertapa itu lebih mirip seorang raksasa dengan rambut gimbal dan kulit kehijauan sangat menyeramkan.  Tubuhnya yang besar berguncang-guncang ketika sedang tertawa.
            Meskipun takut, Mbok Rondo memberanikan diri mengutarakan maksud kedatangannya ke tempat itu. Wajahnya menjadi cerah seketika karena raksasa sakti yang minta di panggil Buto Ijo itu bersedia membantunya.
            “Aku akan membantumu tapi dengan catatan jika kelak anakmu sudah dewasa atau kira-kira sudah berusia delapan belas tahun, kau harus menyerahkannya padaku karena dia akan jadi makananku,”jelas Buto Ijo dengan wajah sumringah.
            Mbok Rondo tertegun sejenak mendengar syarat yang diajukan Buto Ijo ternyata cukup berat. Namun akhirnya dia setuju. Pikirannya saat itu adalah jika ia menolak, justru Buto Ijo yang akan langsung menyantapnya karena ia melihat ada banyak tulang belulang hewan dan manusia yang berserakan di goa tempat tinggalnya tersebut. Buto Ijo pasti tidak akan membiarkannya pergi begitu saja jika ia menolak syarat yang ia berikan.
            Mbok Rondo kemudian pulang dengan membawa benih buah ketimun pemberian Buto Ijo untuk ditanam di ladangnya. Meskipun tidak tahu maksud dari Buto Ijo, namun Mbok Rondo tetap menanam benih ketimun itu dan merawatnya dengan tekun hingga tumbuh besar dan berbuah lebat. Dari sekian banyak buah yang tumbuh ternyata ada satu yang berbeda bentuk dan warnanya. Buah tersebut bentuknya lebih besar dan berwarna kuning keemasan. Mbok Rondo kemudian memetik buah aneh tersebut dan membelahnya secara hati-hati sesampainya di rumah.
            Begitu buah ketimun aneh tersebut terbuka, suara tangis bayi pecah menggetarkan hatinya! Ternyata di dalam buah ketimun tersebut ada seorang bayi perempuan cantik yang selama ini  Mbok Rondo idamkan. Bayi mungil itu kemudian ia beri nama Timun Emas. Mbok Rondo sangat sayang pada Timun Emas. Ia merawat anak tersebut dengan tekun dan menjaganya sekuat tenaga hingga dewasa.
            Timun Emas tumbuh menjadi gadis cantik yang cerdas dan penurut. Ia selalu membantu ibunya di ladang maupun mencari kayu di hutan. Ia tidak tahu perasaan Mbok Rondo yang mulai gelisah karena sesuai janjinya pada Buto Ijo dulu, Timun Emas harus diserahkan kepadanya jika sudah berusia delapan belas tahun.
            Kecemasannya pun terbukti, suatu hari ketika mereka berdua pulang dari hutan untuk mencari kayu bakar, Buto Ijo ternyata sudah menunggu di halaman rumah. Mbok Rondo yang melihat Buto Ijo dari kejauhan meminta Timun Emas untuk pergi dan bersembunyi di rumah Bi Minem.
            “Ada apa gerangan datang kemari, Tuan?”tanya Mbok Rondo dengan suara parau ketakutan.
            “Ehm...aku ke sini ingin melihat anakmu yang sekarang pasti sudah besar. Seperti perjanjian kita dulu, maka aku ingin mengambilnya untuk jadi santapanku. Kau tentu menyadari hal itu bukan?”jawab Buto Ijo.
            “Ya, aku masih ingat hal itu, Tuan. Tapi aku mohon berilah aku kesempatan lima atau enam bulan lagi untuk merawatnya karena dia baru saja jatuh sakit. Tentu tidak enak rasanya menyantap daging orang yang sedang sakit. Aku akan menyerahkannya padamu jika dia sudah sembuh dan sehat kembali seperti semula,”terang Mbok Rondo agar Buto Ijo tidak membawa Timun Emas kali ini.
            Buto Ijo akhirnya bersedia menunda rencananya hingga enam bulan ke depan. Ia lalu kembali ke rumahnya dan tidak jadi membawa Timun Emas. Mbok Rondo yang was-was kemudian menemui Timun Emas yang sedang bersembunyi di rumah Bi Minem, tetangga mereka yang dulu menyarankannya menemui Buto Ijo.
            Saat itu Bi Minem baru tahu jika Mbok Rondo ternyata salah menemui orang. Ia pikir Mbok Rondo dulu menemui pertapa sakti yang merupakan kakak dari Buto Ijo dan memiliki kesaktian sama seperti Buto Ijo yaitu bisa membantu memberikan anak pada orang yang membutuhkan.
            “Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Yang jelas aku tidak rela, Timun Emas jadi makanan Buto Ijo. Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk mempertahankannya,”ucap Mbok Rondo sambil terisak menahan tangis.
            “Jangan khawatir, Mbok. Sebaiknya kamu menemui Pertapa Sakti yang dulu aku beritahu. Pertapa itu adalah kakak dari Buto Ijo. Ia memiliki kemampuan melebihi adiknya. Dan satu lagi, ia tidak pernah meminta imbalan apa-apa ketika membantu sesama. Pertapa itu sama seperti kita, bukan seperti adiknya yang seorang raksasa menyeramkan. Sementara kamu pergi, Mbok, biarlah Timun Emas bersamaku dulu,” jelas Bi Minem membuat lega hati Mbok Rondo.
            Ia lalu berangkat menemui Pertapa Sakti, Kakak dari Buto Ijo yang tinggal tidak jauh dari goa sarang Buto Ijo. Pertapa itu memberikan Mbok Rondo empat buah bungkusan dengan warna hijau, hitam, putih  dan merah. Bungkusan hijau berisi biji ketimun, bungkusan hitam berisi jarum jahit, bungkusan putih berisi garam, sedangkan bungkusan merah berisi terasi udang.
            Mbok Rondo mendengarkan penjelasan Pertapa Sakti tentang fungsi masing-masing barang tersebut dengan penuh keheranan. Setelah mengerti, iapun pamit pulang untuk memberitahu hal tersebut kepada Timun Emas. Kini mereka tidak takut lagi apabila Buto Ijo kembali datang menemui mereka. Merekapun beraktivitas seperti biasanya hingga suatu pagi  setelah enam bulan berlalu. Sebuah hentakan kaki yang berdebum kencang membuat tanah seolah-olah hendak terbalik terus terasa semakin mendekati rumah mereka yang sederhana.
            “Apa kabar, Mbok Rondo? Hari ini aku datang sesuai janjiku enam bulan yang lalu. Lihatlah perutku terasa lapar sekali. Aku sudah tidak sabar ingin menyantap anakmu! Ha...ha...ha...!”teriak Buto Ijo menggelegar memecah keheningan pagi yang dingin.
            “Se...se...sebentar, Tuan. Aku bangunkan dulu anakku yang masih tidur. Kau tunggu dulu di luar,”jawab Mbok Rondo dengan suara terbata-bata. Ia lalu masuk, mengambil bungkusan pemberian pertapa sakti dan menyerahkannya pada Timun Emas.
            “Pergilah, Nak, menuju ke Bukit Gandul. Jika kamu hampir tertangkap oleh Buta Ijo maka kau lemparlah bungkusan ini sesuai urutan yang aku beritahukan dulu untuk menghambat gerak laju Buto Ijo,”pesan Mbok Rondo pada Timun Emas.
            “Hai, Mbok Rondo! Mana anakmu? Kenapa lama sekali? Apa kamu ingin melarikan diri, ya? Awas kalo coba-coba menipuku!”teriak Buto Ijo sekali lagi dengan nada penuh emosi.
            Timun Emas yang telah keluar rumah dan lari menjauh lalu berteriak kepada Buto Ijo,”Aku di sini Buto Ijo! Kejar dan tangkap aku kalo kamu bisa!”teriak Timun Emas dengan lantangnya. Ia lalu berlari kembali.
            Buto Ijo yang marah lalu berlari mengejarnya. Walaupun langkahnya lebih lebar namun tidak semudah itu menangkap Timun Emas yang lebih muda dan gesit. Nafasnya terihat ngos-ngosan juga.
            Timun Emas yang mulai terdesak lalu mengambil bungkusan berwarna hijau dan melemparnya ke belakang. Secara ajaib biji ketimun yang ada di dalamnya tumbuh subur dan lebat. Buah ketimun terhampar di sepanjang mata memandang. Buto Ijo yang kehausan lalu berhenti sejenak dan menyantap habis semua buah ketimun hingga habis tak bersisa. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada Timun Emas untuk berlari menjauh.
            Setelah menyadari Timun Emas sudah tak terlihat lagi, Buto Ijo kembali melanjutkan perburuannya. Ia yang telah pulih tenaganya berlari dengan kencang sehingga mampu mendekati Timun Emas. Namun ketika tangannya hampir menjangkau tubuh Timun Emas, gadis itu segera melempar bungkusan kedua berwarna hitam berisi jarum jahit. Seketika dihadapan Buto Iji tumbuhlah hutan bambu yang lebat menghalangi langkahnya. Dengan susah payah Buto Ijo harus melewati hutan bambu itu. Beberapa bagian tubuhnya tergores dan berdarah. Namun ia tidak menyerah, dan setelah berhasil lepas dari hutan bambu, ia kembali mengejar Timun Emas.
            “Akan ku kejar kamu hingga ke ujung dunia sekalipun!”tekad Buto Ijo dengan penuh kegeraman karena tidak menyangka akan sesulit ini menangkap Timun Emas. Ia lalu meloncat kuat-kuat untuk menubruk Timun Emas yang ada di depannya. Untung saja Timun Emas berkelit dengan sigap lalu melempar bungkusan putih berisi garam.
            Secara ajaib, tanah disekitarnya berubah menjadi lautan. Tubuh raksasa Buto Ijo langsung tenggelam di telan pusaran air laut. Namun berkat kemampuan ilmunya yang tinggi ia berhasil keluar kemudian berenang ke tepi. Setelah menata nafasnya yang tersengal ia kembali melanjutkan langkahnya mengejar Timun Emas yang kini sudah hampir sampai di puncak Bukit Gandul.
            Timun Emas sampai di puncak dan tinggal menunggu kedatangan Buto Ijo karena dia sudah tidak bisa lari kemana-mana lagi. Ia tidak mungkin loncat ke tepi jurang. Timun Emas hanya berharap pada bungkusan terakhir yang berisi terasi udang.
            “Ha...ha...ha...kali ini kamu tidak akan bisa lari lagi, bocah nakal! Aku akan memangsamu hidup-hidup!”ucap Buto Ijo setelah sampai di hadapan Timun Emas.
            “Buto Ijo sebaiknya kau pergi dan jangan memaksakan kehendakmu atau kamu akan menyesal!”ancam Timun Emas ketika melihat Buto Ijo mulai mendekatinya.
            “Oh ya? Sombong sekali kamu. Rupanya kamu masih punya kesaktian ya? Ayo keluarkan semua biar aku hadapi dengan ilmuku!”tantang Buto Ijo sambil tertawa penuh kesombongan.
            Timun Emas lalu melempar bungkusan merah berisi terasi udang ke arah Buto Ijo. Seketika itu, tanah disekeliling Buto Ijo berubah menjadi lumpur panas. Lumpur itu kemudian menelan tubuh raksasa Buto Ijo hingga ke dasar. Kali ini Buto Ijo tidak mampu menyelamatkan diri. Timun Emas pun selamat. Ia lalu pulang untuk menemui Ibunya.
            Akhirnya Mbok Rondo dan Timun Emas bisa hidup tenang dan bahagia tanpa gangguan Buto Ijo yang rakus.

Posting Komentar untuk "TIMUN EMAS #ceritarakyat #timunemas"