Dahulu kala
di sebuah desa di wilayah Jawa Tengah, ada seorang perempuan tua bernama Mbok
Rondo yang sudah lama menjanda karena di tinggal mati suaminya. Ia merasa
sangat nelangsa karena ketika ditinggal
oleh suaminya, ia belum memiliki anak
waktu itu.
Hari-harinya dilalui dengan penuh
kesepian tak ada teman untuk berbagi cerita. Kegiatannya selain berladang
adalah mencari kayu di hutan. Wajahnya semakin murung saja. Seorang tetangganya
yang tidak tega melihat kondisi tersebut kemudian mendatanginya suatu hari.
“Aku dengar kamu ingin sekali
memiliki anak. Jika itu harapanmu, aku sarankan kamu menemui seorang pertapa
sakti yang tinggal di sebuah goa di daerah Bukit Gandul sana. Mudah-mudahan dia
bisa membantumu,”saran Bi Minem tetangganya yang baik hati itu.
Tanpa pikir panjang lagi, Mbok Rondo
segera melaksanakan saran Bi Minem. Ia lalu berangkat menuju tempat yang
dimaksud dengan membawa bekal secukupnya. Setelah berjalan selama dua hari dua
malam, akhirnya pertapa sakti yang diceritakan Bi Minem berhasil ditemukan.
Namun alangkah terkejutnya Mbok Rondo karena pertapa itu lebih mirip seorang
raksasa dengan rambut gimbal dan kulit kehijauan sangat menyeramkan. Tubuhnya yang besar berguncang-guncang ketika
sedang tertawa.
Meskipun takut, Mbok Rondo memberanikan
diri mengutarakan maksud kedatangannya ke tempat itu. Wajahnya menjadi cerah
seketika karena raksasa sakti yang minta di panggil Buto Ijo itu bersedia
membantunya.
“Aku akan membantumu tapi dengan
catatan jika kelak anakmu sudah dewasa atau kira-kira sudah berusia delapan
belas tahun, kau harus menyerahkannya padaku karena dia akan jadi
makananku,”jelas Buto Ijo dengan wajah sumringah.
Mbok Rondo tertegun sejenak
mendengar syarat yang diajukan Buto Ijo ternyata cukup berat. Namun akhirnya
dia setuju. Pikirannya saat itu adalah jika ia menolak, justru Buto Ijo yang
akan langsung menyantapnya karena ia melihat ada banyak tulang belulang hewan
dan manusia yang berserakan di goa tempat tinggalnya tersebut. Buto Ijo pasti
tidak akan membiarkannya pergi begitu saja jika ia menolak syarat yang ia
berikan.
Mbok Rondo kemudian pulang dengan
membawa benih buah ketimun pemberian Buto Ijo untuk ditanam di ladangnya.
Meskipun tidak tahu maksud dari Buto Ijo, namun Mbok Rondo tetap menanam benih
ketimun itu dan merawatnya dengan tekun hingga tumbuh besar dan berbuah lebat.
Dari sekian banyak buah yang tumbuh ternyata ada satu yang berbeda bentuk dan
warnanya. Buah tersebut bentuknya lebih besar dan berwarna kuning keemasan.
Mbok Rondo kemudian memetik buah aneh tersebut dan membelahnya secara hati-hati
sesampainya di rumah.
Begitu buah ketimun aneh tersebut
terbuka, suara tangis bayi pecah menggetarkan hatinya! Ternyata di dalam buah
ketimun tersebut ada seorang bayi perempuan cantik yang selama ini Mbok Rondo idamkan. Bayi mungil itu kemudian
ia beri nama Timun Emas. Mbok Rondo sangat sayang pada Timun Emas. Ia merawat
anak tersebut dengan tekun dan menjaganya sekuat tenaga hingga dewasa.
Timun Emas tumbuh menjadi gadis
cantik yang cerdas dan penurut. Ia selalu membantu ibunya di ladang maupun
mencari kayu di hutan. Ia tidak tahu perasaan Mbok Rondo yang mulai gelisah
karena sesuai janjinya pada Buto Ijo dulu, Timun Emas harus diserahkan
kepadanya jika sudah berusia delapan belas tahun.
Kecemasannya pun terbukti, suatu
hari ketika mereka berdua pulang dari hutan untuk mencari kayu bakar, Buto Ijo
ternyata sudah menunggu di halaman rumah. Mbok Rondo yang melihat Buto Ijo dari
kejauhan meminta Timun Emas untuk pergi dan bersembunyi di rumah Bi Minem.
“Ada apa gerangan datang kemari,
Tuan?”tanya Mbok Rondo dengan suara parau ketakutan.
“Ehm...aku ke sini ingin melihat
anakmu yang sekarang pasti sudah besar. Seperti perjanjian kita dulu, maka aku
ingin mengambilnya untuk jadi santapanku. Kau tentu menyadari hal itu
bukan?”jawab Buto Ijo.
“Ya, aku masih ingat hal itu, Tuan.
Tapi aku mohon berilah aku kesempatan lima atau enam bulan lagi untuk
merawatnya karena dia baru saja jatuh sakit. Tentu tidak enak rasanya menyantap
daging orang yang sedang sakit. Aku akan menyerahkannya padamu jika dia sudah
sembuh dan sehat kembali seperti semula,”terang Mbok Rondo agar Buto Ijo tidak
membawa Timun Emas kali ini.
Buto Ijo akhirnya bersedia menunda
rencananya hingga enam bulan ke depan. Ia lalu kembali ke rumahnya dan tidak
jadi membawa Timun Emas. Mbok Rondo yang was-was kemudian menemui Timun Emas
yang sedang bersembunyi di rumah Bi Minem, tetangga mereka yang dulu
menyarankannya menemui Buto Ijo.
Saat itu Bi Minem baru tahu jika
Mbok Rondo ternyata salah menemui orang. Ia pikir Mbok Rondo dulu menemui
pertapa sakti yang merupakan kakak dari Buto Ijo dan memiliki kesaktian sama
seperti Buto Ijo yaitu bisa membantu memberikan anak pada orang yang
membutuhkan.
“Lalu apa yang harus aku lakukan
sekarang? Yang jelas aku tidak rela, Timun Emas jadi makanan Buto Ijo. Aku akan
mempertaruhkan nyawaku untuk mempertahankannya,”ucap Mbok Rondo sambil terisak
menahan tangis.
“Jangan khawatir, Mbok. Sebaiknya
kamu menemui Pertapa Sakti yang dulu aku beritahu. Pertapa itu adalah kakak
dari Buto Ijo. Ia memiliki kemampuan melebihi adiknya. Dan satu lagi, ia tidak
pernah meminta imbalan apa-apa ketika membantu sesama. Pertapa itu sama seperti
kita, bukan seperti adiknya yang seorang raksasa menyeramkan. Sementara kamu
pergi, Mbok, biarlah Timun Emas bersamaku dulu,” jelas Bi Minem membuat lega
hati Mbok Rondo.
Ia lalu berangkat menemui Pertapa
Sakti, Kakak dari Buto Ijo yang tinggal tidak jauh dari goa sarang Buto Ijo.
Pertapa itu memberikan Mbok Rondo empat buah bungkusan dengan warna hijau,
hitam, putih dan merah. Bungkusan hijau
berisi biji ketimun, bungkusan hitam berisi jarum jahit, bungkusan putih berisi
garam, sedangkan bungkusan merah berisi terasi udang.
Mbok Rondo mendengarkan penjelasan
Pertapa Sakti tentang fungsi masing-masing barang tersebut dengan penuh
keheranan. Setelah mengerti, iapun pamit pulang untuk memberitahu hal tersebut
kepada Timun Emas. Kini mereka tidak takut lagi apabila Buto Ijo kembali datang
menemui mereka. Merekapun beraktivitas seperti biasanya hingga suatu pagi setelah enam bulan berlalu. Sebuah hentakan
kaki yang berdebum kencang membuat tanah seolah-olah hendak terbalik terus
terasa semakin mendekati rumah mereka yang sederhana.
“Apa kabar, Mbok Rondo? Hari ini aku
datang sesuai janjiku enam bulan yang lalu. Lihatlah perutku terasa lapar
sekali. Aku sudah tidak sabar ingin menyantap anakmu! Ha...ha...ha...!”teriak
Buto Ijo menggelegar memecah keheningan pagi yang dingin.
“Se...se...sebentar, Tuan. Aku
bangunkan dulu anakku yang masih tidur. Kau tunggu dulu di luar,”jawab Mbok
Rondo dengan suara terbata-bata. Ia lalu masuk, mengambil bungkusan pemberian
pertapa sakti dan menyerahkannya pada Timun Emas.
“Pergilah, Nak, menuju ke Bukit
Gandul. Jika kamu hampir tertangkap oleh Buta Ijo maka kau lemparlah bungkusan
ini sesuai urutan yang aku beritahukan dulu untuk menghambat gerak laju Buto
Ijo,”pesan Mbok Rondo pada Timun Emas.
“Hai, Mbok Rondo! Mana anakmu?
Kenapa lama sekali? Apa kamu ingin melarikan diri, ya? Awas kalo coba-coba
menipuku!”teriak Buto Ijo sekali lagi dengan nada penuh emosi.
Timun Emas yang telah keluar rumah
dan lari menjauh lalu berteriak kepada Buto Ijo,”Aku di sini Buto Ijo! Kejar
dan tangkap aku kalo kamu bisa!”teriak Timun Emas dengan lantangnya. Ia lalu
berlari kembali.
Buto Ijo yang marah lalu berlari
mengejarnya. Walaupun langkahnya lebih lebar namun tidak semudah itu menangkap
Timun Emas yang lebih muda dan gesit. Nafasnya terihat ngos-ngosan juga.
Timun Emas yang mulai terdesak lalu
mengambil bungkusan berwarna hijau dan melemparnya ke belakang. Secara ajaib
biji ketimun yang ada di dalamnya tumbuh subur dan lebat. Buah ketimun
terhampar di sepanjang mata memandang. Buto Ijo yang kehausan lalu berhenti
sejenak dan menyantap habis semua buah ketimun hingga habis tak bersisa. Hal
tersebut memberikan kesempatan kepada Timun Emas untuk berlari menjauh.
Setelah menyadari Timun Emas sudah
tak terlihat lagi, Buto Ijo kembali melanjutkan perburuannya. Ia yang telah
pulih tenaganya berlari dengan kencang sehingga mampu mendekati Timun Emas.
Namun ketika tangannya hampir menjangkau tubuh Timun Emas, gadis itu segera
melempar bungkusan kedua berwarna hitam berisi jarum jahit. Seketika dihadapan
Buto Iji tumbuhlah hutan bambu yang lebat menghalangi langkahnya. Dengan susah
payah Buto Ijo harus melewati hutan bambu itu. Beberapa bagian tubuhnya
tergores dan berdarah. Namun ia tidak menyerah, dan setelah berhasil lepas dari
hutan bambu, ia kembali mengejar Timun Emas.
“Akan ku kejar kamu hingga ke ujung
dunia sekalipun!”tekad Buto Ijo dengan penuh kegeraman karena tidak menyangka
akan sesulit ini menangkap Timun Emas. Ia lalu meloncat kuat-kuat untuk
menubruk Timun Emas yang ada di depannya. Untung saja Timun Emas berkelit
dengan sigap lalu melempar bungkusan putih berisi garam.
Secara ajaib, tanah disekitarnya
berubah menjadi lautan. Tubuh raksasa Buto Ijo langsung tenggelam di telan
pusaran air laut. Namun berkat kemampuan ilmunya yang tinggi ia berhasil keluar
kemudian berenang ke tepi. Setelah menata nafasnya yang tersengal ia kembali
melanjutkan langkahnya mengejar Timun Emas yang kini sudah hampir sampai di puncak
Bukit Gandul.
Timun Emas sampai di puncak dan
tinggal menunggu kedatangan Buto Ijo karena dia sudah tidak bisa lari
kemana-mana lagi. Ia tidak mungkin loncat ke tepi jurang. Timun Emas hanya
berharap pada bungkusan terakhir yang berisi terasi udang.
“Ha...ha...ha...kali ini kamu tidak
akan bisa lari lagi, bocah nakal! Aku akan memangsamu hidup-hidup!”ucap Buto
Ijo setelah sampai di hadapan Timun Emas.
“Buto Ijo sebaiknya kau pergi dan
jangan memaksakan kehendakmu atau kamu akan menyesal!”ancam Timun Emas ketika
melihat Buto Ijo mulai mendekatinya.
“Oh ya? Sombong sekali kamu. Rupanya
kamu masih punya kesaktian ya? Ayo keluarkan semua biar aku hadapi dengan
ilmuku!”tantang Buto Ijo sambil tertawa penuh kesombongan.
Timun Emas lalu melempar bungkusan
merah berisi terasi udang ke arah Buto Ijo. Seketika itu, tanah disekeliling
Buto Ijo berubah menjadi lumpur panas. Lumpur itu kemudian menelan tubuh
raksasa Buto Ijo hingga ke dasar. Kali ini Buto Ijo tidak mampu menyelamatkan
diri. Timun Emas pun selamat. Ia lalu pulang untuk menemui Ibunya.
Akhirnya Mbok Rondo dan Timun Emas
bisa hidup tenang dan bahagia tanpa gangguan Buto Ijo yang rakus.
Posting Komentar untuk "TIMUN EMAS #ceritarakyat #timunemas"