Sungai Kawat adalah salah satu
cabang dari Sungai Kapuas yang panjang dan lebar. Sungai ini berada di Kota
Sintang, Kalimantan Barat. Ada kisah penuh teladan kenapa sungai ini bernama
Kawat.
Dahulu kala, di awal pemerintahan
Raja Djubair I, ada seorang nelayan yang tinggal dengan istri dan anak-anaknya
tidak jauh dari sungai yang kelak akan dikenal penduduk dengan nama Sungai
Kawat.
Pekerjaan sehari-harinya adalah
pencari ikan di sungai. Ia tidak punya pekerjaan lain selain mencari ikan. Oleh
karena itu kehidupannya cukup menyedihkan. Segala hal yang dimilikinya sangat
jauh dari layak. Rumahnya sederhana, pakaian seadanya, sedangkan untuk makan
sehari-haripun cukup kesulitan. Tidak setiap hari ia dapat ikan. Jika dapat
juga tidak banyak. Hanya sesekali saja ia bisa menangkap ikan dalam jumlah besar.
Itupun setelah dijual habis untuk membayar hutang.
Padahal dalam memancing ia tidak
hanya membawa satu pancing. Sering ia membawa tiga atau empat pancing untuk
menghindari hal buruk jika satu pancingnya rusak maka ia masih punya
cadangannya sehingga ia tidak pulang ke rumah dengan tangan hampa. Sang Nelayan
selalu bertekad bulat tidak akan pulang ke rumah jika ia belum mendapatkan
seekor ikanpun di tangan.
Maka tempat memancingnya selalu
berpindah-pindah. Jika tidak ada ikan yang menyambar mata pancingnya, ia akan
berpindah ke tempat lain yang dirasanya lebih baik. Ia tidak pernah berputus
asa.
Pada suatu hari, Sang Nelayan
kembali mencari ikan di sungai menggunakan perahu seorang diri. Lama memancing
tak ada seekor ikanpun yang ia dapat. Ia lalu berpindah kembali dari satu
lokasi ke lokasi lainnya hingga petang hari belum juga mendapatkan hasil sesuai
harapannya.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi
dengan ikan-ikan di sini? Apa tak punya rasa lapar mereka itu?”ujar Sang
Nelayan sambil memperhatikan suasana di sekitarnya. Kali ini ia berada disuatu
kawasan yang cukup asing baginya. Tempat itu begitu tenang. Penuh oleh
pepohonan dan bebatuan besar berlumut. Air sungai berwarna kehijauan.
Dengan hati-hati ia melempar mata
kail ke tengah sungai lalu menunggu dengan penuh harap ada ikan yang menyambar.
Rupanya Tuhan mendengar doanya. Kali ini sebuah tarikan kuat membuatnya tersentak.
Begitu kuatnya tarikan ikan yang telah memangsa pancingnya, hingga ia sampai
berulang kali mengulur tali pancingnya agar tidak putus di tengah jalan yang
mengakibatkan ikannya lepas.
Tarik ulur terus terjadi hingga
Sang Nelayan kelelahan. Namun ia tidak mau menyerah begitu saja. Ketika perlawanan
si ikan mulai melemah. Wajahnya berbinar cerah. Harapannya membawa ikan besar
untuk keluarga kembali mengembang. Ditariknya mata pancingnya ke atas dengan perlahan.
Namun apa yang terjadi sungguh
mengejutkan. Ternyata bukan ikan yang ia dapat melainkan gulungan kawat yang
menyangkut di mata kailnya. Wajahnya seketika berubah muram dan dengan
menggerutu ia hendak melempar gulungan kawat itu ke sungai. Namun sinar sang
surya yang mulai temaram telah mengejutkan dirinya karena ternyata kawat yang
ia dapat itu bukan sembarang kawat. Diantara temaram, ia menyaksikan kawat emas
yang berkilauan indah.
Sang Nelayan kemudian menarik
kawat sisanya yang masih ada di dalam sungai. Satu meter dua meter hingga
bermeter-meter kawat emas telah berhasil dinaikannya ke atas perahu hingga
terdengar sebuah suara di telinganya.
“Kau sudah memperoleh cukup
banyak kawat emas. Potonglah sekarang dan pulanglah ke rumah agar keluargamu
senang melihat hasil jerih payahmu ini,”pesan suara gaib di telinga Sang
Nelayan.
Namun Nelayan itu tidak peduli.
Kemiskinan yang lama mendera membuat ia ingin membawa pulang kawat
sebanyak-banyaknya. Ia ingin menjadi orang kaya yang serba tercukupi
kebutuhannya. Ia bosan hidup menderita. Sifat tamak di hatinya membuat ia tidak
mengindahkan suara gaib yang terus terdengar berulang kali mengingatkan dirinya
untuk segera memotong kawat itu sebelum masalah besar datang.
Hal itu karena perahu kecilnya
sudah tidak sanggup lagi membawa beban kawat yang terus bertambah. Lama kelamaan,
perahunya terisi air kemudian oleng dan tenggelam ke dasar sungai. Sang Nelayan
yang baru menyadari kesalahannya berusaha berjuang untuk berenang ke tepi
sungai namun gagal karena ia sudah sangat kelelahan.
Tubuhnya melorot ke bawah sungai
bergabung dengan kawat emas dambaannya yang gagal ia bawa pulang. Jasadnya tidak
berhasil diangkat meskipun para penduduk telah berusaha sekuat tenaga untuk
mencarinya. Untuk mengenang kejadian menyedihkan tersebut, mereka kemudian
menamakan sungai itu dengan nama Sungai Kawat.
Posting Komentar untuk "ASAL MULA SUNGAI KAWAT (Cerita dari Kalimantan Barat) #sungaikawat #kalbar"