ASAL MULA SUNGAI KAWAT (Cerita dari Kalimantan Barat) #sungaikawat #kalbar



Sungai Kawat adalah salah satu cabang dari Sungai Kapuas yang panjang dan lebar. Sungai ini berada di Kota Sintang, Kalimantan Barat. Ada kisah penuh teladan kenapa sungai ini bernama Kawat.
Dahulu kala, di awal pemerintahan Raja Djubair I, ada seorang nelayan yang tinggal dengan istri dan anak-anaknya tidak jauh dari sungai yang kelak akan dikenal penduduk dengan nama Sungai Kawat.
Pekerjaan sehari-harinya adalah pencari ikan di sungai. Ia tidak punya pekerjaan lain selain mencari ikan. Oleh karena itu kehidupannya cukup menyedihkan. Segala hal yang dimilikinya sangat jauh dari layak. Rumahnya sederhana, pakaian seadanya, sedangkan untuk makan sehari-haripun cukup kesulitan. Tidak setiap hari ia dapat ikan. Jika dapat juga tidak banyak. Hanya sesekali saja ia bisa menangkap ikan dalam jumlah besar. Itupun setelah dijual habis untuk membayar hutang.
Padahal dalam memancing ia tidak hanya membawa satu pancing. Sering ia membawa tiga atau empat pancing untuk menghindari hal buruk jika satu pancingnya rusak maka ia masih punya cadangannya sehingga ia tidak pulang ke rumah dengan tangan hampa. Sang Nelayan selalu bertekad bulat tidak akan pulang ke rumah jika ia belum mendapatkan seekor ikanpun di tangan.
Maka tempat memancingnya selalu berpindah-pindah. Jika tidak ada ikan yang menyambar mata pancingnya, ia akan berpindah ke tempat lain yang dirasanya lebih baik. Ia tidak pernah berputus asa.
Pada suatu hari, Sang Nelayan kembali mencari ikan di sungai menggunakan perahu seorang diri. Lama memancing tak ada seekor ikanpun yang ia dapat. Ia lalu berpindah kembali dari satu lokasi ke lokasi lainnya hingga petang hari belum juga mendapatkan hasil sesuai harapannya.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi dengan ikan-ikan di sini? Apa tak punya rasa lapar mereka itu?”ujar Sang Nelayan sambil memperhatikan suasana di sekitarnya. Kali ini ia berada disuatu kawasan yang cukup asing baginya. Tempat itu begitu tenang. Penuh oleh pepohonan dan bebatuan besar berlumut. Air sungai berwarna kehijauan.
Dengan hati-hati ia melempar mata kail ke tengah sungai lalu menunggu dengan penuh harap ada ikan yang menyambar. Rupanya Tuhan mendengar doanya. Kali ini sebuah tarikan kuat membuatnya tersentak. Begitu kuatnya tarikan ikan yang telah memangsa pancingnya, hingga ia sampai berulang kali mengulur tali pancingnya agar tidak putus di tengah jalan yang mengakibatkan ikannya lepas.
Tarik ulur terus terjadi hingga Sang Nelayan kelelahan. Namun ia tidak mau menyerah begitu saja. Ketika perlawanan si ikan mulai melemah. Wajahnya berbinar cerah. Harapannya membawa ikan besar untuk keluarga kembali mengembang. Ditariknya mata pancingnya ke atas dengan perlahan.
Namun apa yang terjadi sungguh mengejutkan. Ternyata bukan ikan yang ia dapat melainkan gulungan kawat yang menyangkut di mata kailnya. Wajahnya seketika berubah muram dan dengan menggerutu ia hendak melempar gulungan kawat itu ke sungai. Namun sinar sang surya yang mulai temaram telah mengejutkan dirinya karena ternyata kawat yang ia dapat itu bukan sembarang kawat. Diantara temaram, ia menyaksikan kawat emas yang berkilauan indah.
Sang Nelayan kemudian menarik kawat sisanya yang masih ada di dalam sungai. Satu meter dua meter hingga bermeter-meter kawat emas telah berhasil dinaikannya ke atas perahu hingga terdengar sebuah suara di telinganya.
“Kau sudah memperoleh cukup banyak kawat emas. Potonglah sekarang dan pulanglah ke rumah agar keluargamu senang melihat hasil jerih payahmu ini,”pesan suara gaib di telinga Sang Nelayan.
Namun Nelayan itu tidak peduli. Kemiskinan yang lama mendera membuat ia ingin membawa pulang kawat sebanyak-banyaknya. Ia ingin menjadi orang kaya yang serba tercukupi kebutuhannya. Ia bosan hidup menderita. Sifat tamak di hatinya membuat ia tidak mengindahkan suara gaib yang terus terdengar berulang kali mengingatkan dirinya untuk segera memotong kawat itu sebelum masalah besar datang.
Hal itu karena perahu kecilnya sudah tidak sanggup lagi membawa beban kawat yang terus bertambah. Lama kelamaan, perahunya terisi air kemudian oleng dan tenggelam ke dasar sungai. Sang Nelayan yang baru menyadari kesalahannya berusaha berjuang untuk berenang ke tepi sungai namun gagal karena ia sudah sangat kelelahan.
Tubuhnya melorot ke bawah sungai bergabung dengan kawat emas dambaannya yang gagal ia bawa pulang. Jasadnya tidak berhasil diangkat meskipun para penduduk telah berusaha sekuat tenaga untuk mencarinya. Untuk mengenang kejadian menyedihkan tersebut, mereka kemudian menamakan sungai itu dengan nama Sungai Kawat.

Posting Komentar untuk "ASAL MULA SUNGAI KAWAT (Cerita dari Kalimantan Barat) #sungaikawat #kalbar"