Joko
tercenung mendengar keluhan para orang tua di desanya tentang tanaman padi
mereka yang hancur di makan keong emas. Meski terlihat lambat namun karena
jumlahnya yang mencapai ribuan, maka hanya dalam semalam ratusan hektar tanaman
padi yang belum lama tumbuh ludes di makan keong emas.
“Pusing kalau terus begini. Kemarin
Ayah sudah coba tanya ke toko Pak Ade apa ada obat yang bisa dipakai untuk
membunuh binatang ini? Katanya ada tapi sangat tidak baik untuk lingkungan
karena mengandung zat kimia berbahaya bagi manusia. Akhirnya Ayah tidak jadi
beli,”jawab Pak Karta, Ayah Joko ketika anaknya tersebut menanyakan apakah
sawahnya juga terserang hama keong emas.
Dengan niat untuk membantu Ayah dan
warga desa lainnya, keesokan paginya Joko pergi ke Perpustakaan Daerah untuk
mencari tahu apa itu keong emas. Ia sudah mencari terlebih dahulu di
Perpustakaan Sekolah tapi sayang tidak berhasil. Buku di Perpustakaan Sekolah
belum terlalu lengkap. Joko pergi ke Perpusda naik sepeda bersama Angger,
sahabatnya. Setelah mengisi daftar hadir, mereka berdua mulai bergerilya
meneliti buku-buku yang ada di deretan rak yang ada di dalam ruangan.
“Nah, ini dia yang aku cari. Akhirnya
ketemu juga!”seru Joko girang. Angger langsung mendekat dan mengajak Joko
untuk membacanya di ruang baca.
Dari buku tersebut, Joko jadi tahu
jika ternyata keong emas memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Dimana setiap
100 gram keong emas itu terdapat Protein
(12.2 gr), Lemak (0.4 gr), Karbohidrat (6.6 gr), Fosfor (3.2 gr), Kalium (61
mg), Natrium (40 mg), Ribivlavin (17 mg) dan Niacin sebanyak 12 mg. Keong emas
ini juga banyak mengandung asam omega 3, 6 dan 9.
Ternyata keong emas itu bukan
binatang asli Indonesia. Hewan tersebut berasal dari Amerika Selatan
(Argentina, Brazil, Guatemala dan Suriname). Masuk ke Indonesia pada awalnya
sebagai hewan hias di Jogjakarta yang dipelihara di akuarium pada tahun 1981.
Namun antara 1985-1987, hewan ini berkembang biak secara luar biasa dan menjadi
musuh petani karena dalam semalam mampu melahap satu rumpun padi berumur 15
hingga 30 hari.
Ternyata keong emas tidak hanya bisa
merusak saja karena kandungan proteinnya yang tinggi maka hewan ini bisa
dijadikan pakan bebek atau ikan lele dan juga bahan pangan yang berkualitas
tinggi. Dagingnya bisa dijadikan sate sementara telurnya bisa dijadikan
kerupuk. Sedangkan cangkangnya dapat dijadikan kerajinan tangan yang bernilai
jual tinggi.
Setelah membaca sekilas, Joko dan
Angger lalu memutuskan untuk meminjam buku tersebut. Joko membawanya pulang
untuk diperlihatkan pada Ayahnya. Iapun senang sekali karena ternyata Ayah akan
membawa ide-ide yang ada di dalam buku itu untuk dibicarakan dengan Kelompok
Tani yang ada di desa.
Setelah menghubungi seluruh anggota,
sebagai ketua kelompok, Pak Karta langsung mengadakan rapat keesokan harinya. “Saya
ingin kita bergerak bersama-sama untuk menjadikan musibah hama keong emas ini
menjadi lebih produktif. Kita akan melakukan penangkapan secara besar-besaran
bukan untuk dimusnahkan tapi untuk kita manfaatkan sebaik-baiknya karena
ternyata keong emas sumber gizi yang tinggi,”ucap Pak Karta menjelaskan apa isi
buku yang kemarin didapatkan Joko dari Perpusda.
Hasilnya, seluruh petani akan
memelihara bebek dan ikan lele bersama-sama. Sumber pakannya ya si keong emas
itu. Mereka juga berjanji untuk tidak menggunakan obat-obat kimia dalam
membasmi hama keong emas.
“Mulai besok kau harus membantu Ayah
mencari keong emas sebanyak mungkin untuk pakan bebek dan lele yang akan kita
pelihara,”pinta Pak Karta yang langsung diangguki dengan mantap oleh Joko.
“Kau juga bantu Ayah bagaimana
caranya memanfaatkan cangkang keong ini untuk dijadikan kerajinan tangan,”imbuhnya
lagi.
“Sip, deh! Segera laksanakan, Bos!”jawab
Joko dengan bersikap hormat seperti seorang tentara. Pak Karta tertawa melihat
tingkah anaknya itu. Joko menatap langit biru dan sangat bersyukur karena
kebiasaannya membaca buku ternyata bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Posting Komentar untuk "HAMA KEONG EMAS, MUSUH PETANI YANG BERMANFAAT #keongemas #musuhpetani"