Cinta seorang ibu kepada anaknya tiada
bertepi. Terus abadi sepanjang masa. Namun bagaimana jika cinta suci tersebut
dibalas dengan sebuah penghinaan? Kisah berikut mungkin bisa menjadi contoh
pada semua agar jangan berani semena-mena pada sang Ibu yang telah melahirkan
dan membesarkan kita penuh kasih sayang.
Alkisah,
di bumi Kalimantan Barat, tinggal seorang wanita dan anak perempuannya yang
sangat cantik. Penampilan keduanya bagai langit dan bumi. Si Ibu terlihat tua
dan keriput dengan pakaian kumalnya yang menyedihkan sementara sang anak yang
bernama Darmi, berpenampilan bak putri raja. Rambutnya hitam panjang terurai,
kulitnya halus dan wajahnya putih bersinar dengan pakaian indah menawan yang
selalu ia kenakan setiap harinya.
Kenapa
hal tersebut bisa terjadi? Tentu saja bisa karena sejak sang Ayah meninggal, Si
Ibulah yang harus berjuang mencari nafkah untuk mencukupi segala kebutuhan
mereka berdua. Apa saja dilakukan agar bisa mendapatkan uang. Dari mulai
berkebun, mencuci baju tetangga hingga menjadi penjual sayur mayur di pasar
semua dikerjakan sepenuh hati. Akibatnya wajah wanita malang tersebut terlihat
lebih tua dari umur aslinya. Ia tidak sempat merawat diri. Yang ada
dipikirannya adalah bagaimana caranya agar bisa makan hari ini serta
membahagiakan putri satu-satunya yang sangat ia sayangi.
Celakanya,
Darmi bukanlah gadis yang tahu balas budi. Ia lebih banyak bersolek dan merawat
dirinya daripada turun tangan mengurangi beban penderitaan sang ibu dalam
mencari nafkah. Apabila meminta sesuatu, maka keinginannya tersebut harus
dipenuhi. Jika tidak dia akan memarahi Ibunya habis-habisan dengan mengucapkan
kata-kata kotor yang tidak pantas dikeluarkan oleh seorang anak pada Ibunya
sendiri.
“Dengar
ya, Ibu, aku selalu merawat diri agar tampil cantik begini demi Ibu juga.
Bayangkan jika ada pemuda kaya raya tertarik dan melamar diriku, maka Ibu juga
akan senang bukan? Kehidupan kita pasti akan berubah. Ibu tidak perlu lagi
bekerja keras setiap hari!”omel Darmi ketika ia meminta dibelikan baju baru
namun tidak langsung dituruti oleh Ibunya karena belum memiliki cukup uang.
Sang Ibu yang kelelahan sepulang dari ladang memetik sayur mayur untuk di jual
ke pasar hanya diam berpasrah diri. Ia sudah terbiasa mendengar umpatan dari
Darmi.
Melihat
reaksi Ibunya tersebut, kejengkelan Darmi semakin tersulut. Ia lalu mengancam
akan pergi dari rumah untuk selamanya jika tidak segera dibelikan baju baru
hari itu juga.
“Sabarlah,
Nak. Janganlah bersikap begitu. Ibu diam bukannya tidak mau menuruti
keinginanmu tapi Ibu masih capek dan letih setelah seharian bekerja. Sebentar
ya, Ibu berganti baju dulu lalu segera kita ke pasar untuk membeli baju
kesukaanmu,”balas Ibu mencoba menenangkan emosi putrinya.
“Ibu
tidak perlu berganti baju. Kelamaan. Nanti kita kehujanan di jalan. Ayo
berangkat sekarang juga!”kata Darmi ketus.
Mereka
berdua akhirnya berangkat juga ke pasar. Darmi yang malu melihat penampilan
Ibunya yang kotor dan kumal karena belum sempat membersihkan diri tersebut
meminta Ibunya berjalan di belakangnya. Ia tidak ingin orang-orang
menertawainya karena memiliki Ibu seperti itu.
Sang
Ibu dengan sabar mengikuti dari belakang. Di pasar ia terpaksa menjual cincin
pemberian almarhum suaminya agar bisa membelikan baju baru yang diinginkan
putrinya yang sangat manja tersebut. Ia juga tidak marah ketika orang-orang
bertanya pada Darmi siapakah wanita berpakaian kumal dan kotor yang selalu
mengikutinya.
“Dia
itu pembantu baruku. Aku sedang mengajarinya cara berbelanja yang benar di pasar,”jawab
Darmi tanpa rasa bersalah telah merendahkan orang yang telah melahirkannya
sedemikian rupa.
Namun
kesabaran seseorang pasti ada batasnya. Sepulangnya dari pasar, Sang Ibu yang
berjalan di belakang sambil kerepotan membawa barang-barang belanjaan Darmi
seperti bedak, pakaian, makanan dan alat-alat kecantikan lainnya terjatuh
bukannya dibantu malah dimarahi habis-habisan.
“Kalau
jalan sambil lihat-lihat ya, Bu. Baju baruku belum kucoba sudah rusak dulu
karena kecerobohan Ibu!”umpat Darmi dengan nada tinggi.
Mendengar
kemarahan Darmi, Sang Ibu yang memang sudah sangat keletihan karena belum
sempat istirahat dari tadi akhirnya berdoa dalam hati,”Ya Tuhan jika aku sudah
tidak mampu lagi mendidik anakku ini, berilah dia hukuman yang setimpal agar dia
mau menyadari kesalahannya,”ucap Sang Ibu dengan air mata bercucuran.
Bersamaan
dengan doa dalam hati Ibu, tiba-tiba langit berubah menjadi gelap gulita, angin
bertiup kencang disusul hujan badai dan petir menggelegar bersahut-sahutan
tiada henti. Darmi yang ketakutan mencoba berlari ke pelukan Ibunya namun
langkahnya terhenti karena kakinya tidak dapat digerakan. Perlahan-lahan
kakinya berubah menjadi batu kemudian naik ke perut, leher dan terakhir
kepalanya juga berubah sempurna menjadi sebongkah batu utuh. Hanya tangis
penyesalan Darmi yang masih terdengar oleh Sang Ibunda. Permohonan maaf yang sempat
terlontar dari bibir Darmi sudah tidak ada gunanya lagi.
Posting Komentar untuk "LEGENDA BATU MENANGIS (Cerita dari Kalimantan Barat) #batumenangis #kalbar"