Terik
mentari menyengat kulit Kancil yang kelaparan. Ketika kebun Pak Tani sudah
tidak menarik lagi baginya karena ia sudah kapok ditangkap Pak
Tani waktu mencuri timun beberapa waktu lalu, maka Kancil harus
bisa mencari penggantinya.
Padahal ia tidak bisa kembali ke
hutan karena sedang bermasalah dengan Harimau yang ia tipu kemarin. Sementara
di tepi sungai, ada banyak buaya yang marah padanya juga karena ditipu oleh
Kancil.
Akhirnya Kancil menjelajah tempat
baru disisi sebelah Barat hutan tempat ia tinggal. Di sana ia dikejutkan dengan
ratusan tanaman pisang yang hampir masak. Air liurnya terus menetes melihat
setandan pisang yang telah masak. Namun keinginan Kancil untuk menikmati
pisang-pisang tersebut hanya sekedar mimpi karena dia tidak bisa memanjat untuk
kemudian memetiknya.
“Ehm...jika urusannya panjat memanjat
begini, maka hanya Monyet sahabatku yang bisa menjadi solusinya. Tapi kemana
aku harus mencarinya, ya?”gumam Kancil dalam hati. Ia tampak kebingungan.
Beruntung, tidak lama setelah ide
meminta bantuan pada Monyet muncul, sahabatnya itu tiba-tiba datang ke tempat
itu. Betapa senangnya Kancil melihat kedatangannya.
“Hai, Monyet, kebetulan nih aku
sedang butuh dirimu. Maukah kau membantuku memetik setandan pisang masak yang
baru saja aku temukan?”tanya Kancil penuh harap.
“Oh, pisang yang ada disebelah sana,
ya?”jawab Monyet sambil menunjuk kearah yang dimaksud. Kancil mengangguk
membenarkan.
“Lho, kok, kamu tahu tempatnya,
teman?”tanya Kancil heran dengan kehebatan Monyet bisa tahu pisang yang sudah
masak hasil temuannya.
“Ya, tentu saja aku tahu. Ladang
pisang ini, kan, aku yang menanam. Jadi ladang ini sesungguhnya milikku.
Pastilah aku tahu mana pisang yang sudah masak dan mana yang belum. Ayo kita ke
tempat pisang yang kau maksud!”ajak Monyet pada Kancil. Mendengar penjelasan
tersebut, Kancil jadi malu sendiri sekaligus kagum pada Monyet atas kerja kerasnya
membuka ladang pisang untuk makanan sehari-hari.
Setibanya di tempat yang dituju.
Monyet langsung saja memanjat batang pisang yang licin dengan mudahnya. Ia
memetik satu dua buah pisang itu lalu memakannya. Ketika Kancil meminta, Monyet
langsung melemparnya. Tapi sayang yang ia lempar adalah kulit pisangnya saja. Tentu
saja Kancil jadi geram mengetahui kenakalan Monyet. Lemparan berikutnya, Kancil
tidak mau lagi menangkap kulit pisang itu dengan mulutnya. Ia sengaja membiarkan
kulit pisang lemparan Monyet bertumpukan di hadapannya.
“Hei, Cil, kenapa tidak kau tangkap
pisang pemberianku? Tidak suka, ya? Ha...Ha...Ha...,” tanya Monyet mengejek.
“Oh, tidak teman. Pisang ini enak
sekali walau hanya kulitnya saja. Tapi sayang aku sudah kekenyangan. Kita main
lempar-lemparan saja, yuk!” pinta Kancil sambil melempar kulit pisang ke muka
Monyet dengan tepat. Karuan saja Monyet jadi marah. Di lemparnya Kancil dengan kulit
pisang namun gagal. Kancil dengan cekatan dapat menghindarinya.
“Kalau melemparku hanya memakai
kulit pisangnya saja, kau tidak akan pernah bisa mengenaiku. Kau harus
menggunakan buahnya juga, Nyet,”ejek Kancil seraya melempar kulit pisang dan
kembali tepat mengenai wajah Monyet.
Monyet mematuhi saran Kancil, iapun
mulai melempari Kancil dengan buah pisang yang tersisa. Kancil dengan cekatan
berkelit kesana kemari menghindari serangan Monyet dengan sesekali membalas
namun tepat mengenai wajah atau tubuh Monyet.
Tidak berapa lama kemudian, Monyet
kehabisan pisang. Kancil di bawah lalu memunguti pisang-pisang yang berserakan
di tanah dan segera membawanya pergi.
“Terimakasih,
Nyet. Meskipun kalah kamu tidak marah. Justru memberi aku rejeki sebanyak ini,”ucap
Kancil dengan senyum mengembang lebar di bibirnya. Monyet hanya bisa
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rupanya permainan lempar-lemparan
tadi hanyalah akal licik Kancil untuk mendapatkan pisang masak miliknya.
Posting Komentar untuk "MONYET DAN KANCIL YANG CERDIK #kancil #monyel"