Dahulu kala, ketika ibukota Jawa Tengah, Semarang,
dipimpin oleh Adipati Pandanarang yang jujur terseliplah sepenggal kisah yang
bisa kita jadikan teladan.
Meskipun terkenal sebagai pemimpin yang jujur,
namun Adipati Pandanarang dan istrinya, Nyai Pandanarang memiliki kegemaran mengumpulkan
harta benda, emas permata dan perhiasan dunia yang mewah.
Berbagai macam perhiasan menumpuk di rumahnya
sehingga bingung bagaimana memakainya karena saking banyaknya. Meski demikian
ia dan istrinya tetap saja tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki.
Keburukan sikap Adipati dan Nyai Pandanarang
terdengar hingga ke telinga Sunan Kalijaga, salah seorang wali penyebar agama
Islam di tanah Jawa yang terkenal arif dan bijaksana. Beliau bertekad untuk
menyadarkan Adipati dan istrinya tersebut.
Beliau lalu menyamar menjadi seorang tukang rumput
dan lewat di depan kabupaten untuk menarik perhatian Adipati Pandanarang yang
memiliki beberapa hewan peliharaan seperti kuda dan kambing.
Melihat kedatangan Sunan Kalijaga yang tengah
membawa sekarung penuh rumput hijau segar, Adipati Pandanarang pun tertarik. Ia
segera memanggil tukang rumput tersebut dan menawar rumput yang dibawanya
dengan harga yang sangat rendah.
Tukang rumput itu setuju dan segera meletakan
rumputnya di kandang. Ia lalu bergegas pergi seraya menyelipkan uang lima sen
di balik rumput segar tersebut. Abdi dalem yang bertugas mengurusi ternak
Adipati Pandanarang kemudian menemukan uang tersebut dan melaporkannya kepada
sang majikan.
Adipati Pandanarang kemudian berlangganan membeli
rumput dari Sunan Kalijaga yang tengah menyamar. Anehnya, setiap kali ia
membeli rumput darinya, setiap kali itu pula abdi dalemnya menemukan uang dalam
jumlah yang sama yang tertinggal diantara rerumputan tersebut. Lama-kelamaan
uang yang ia terima terkumpul semakin banyak dan karena si tukang rumput tidak
menanyakan uang tersebut, maka Adipati Pandanarang menanyakan hal tersebut
secara langsung pada tukang rumput langganannya itu sekaligus hendak
mengembalikan uang tersebut kepada orang tersebut.
“Maaf, Tuan, saya tidak bisa menerima uang itu
karena saya sudah tidak membutuhkan uang atau harta benda lagi. Uang itu
berikan saja ke abdi dalem yang menemukannya.”
“Ehm...ternyata orang miskin seperti kamu bisa
sombong juga, ya? Terus kenapa kamu jualan rumput segala kalau tidak lagi
membutuhkan uang?”
“Saya hanya ingin memperoleh uang dengan cara yang
benar, Tuan. Dengan bekerja dan berkeringat lalu mendapatkan imbalan seperti
itu saya merasa puas. Jika tidak saya bisa mendapatkan emas hanya dengan
mencangkul tanah seperti yang saya lihat di halaman pendopo ini. Jika Tuan
tidak percaya, tolong ambilkan saya cangkul?”ucap lelaki penjual rumput itu.
Adipati Pandanarang lalu mengambil cangkul dan memberikannya kepadanya.
Tukang rumput yang sebenarnya adalah Sunan Kalijaga
lalu mencangkul tanah dan dari bekas cangkulan tersebut terlihat perhiasan emas
berkilauan membuat mata Adipati Pandanarang terbelalak tak berkedip. Ia langsung
berpaling dan memperhatikan tukang rumput dengan seksama.
“Siapa Anda sebenarnya, Pak? Orang biasa tidak akan
bisa berbuat seperti ini?”tanya Adipati Pandanarang lemas karena ia menyadari
bahwa orang yang sekarang berada di hadapannya bukanlah manusia sembarangan.
“Aku sesungguhnya adalah Sunan Kalijaga,
Pandanarang. Aku kesini tidak bermaksud apa-apa selain bersilahturahmi
denganmu,”jawab Sunan Kalijaga akhirnya membuka diri. Adipati Pandanarang lalu
langsung meminta maaf padanya atas kesalahannya selama ini. Sunan Kalijaga
bersedia memberikan maaf asal Adipati Pandanarang bersedia meninggalkan
kehidupan duniawi.
Adipati Pandanarang juga akan berguru mengikuti
Sunan Kalijaga. Sementara istrinya, Nyai Pandanarang, bersedia ikut tapi ia
tidak bisa meninggalkan harta benda yang dimiliki. Maka ia meminta Sunan
Kalijaga dan suaminya berangkat terlebih dahulu, sementara dirinya sibuk
memasukkan emas dan permata ke dalam sebilah bambu untuk dibawa mengembara
karena ia takut hilang jika ditinggalkan di rumah. Setelah selesai, iapun
menyusul Sunan Kalijaga dan suaminya.
Di tengah perjalanan, Sunan Kalijaga
dan Adipati Pandanarang dihadang tiga orang perampok yang akan merampas harta
benda mereka.
“Jika kalian ingin mendapat banyak,
sebaiknya merampok saja wanita yang berada di belakang kami nanti. Ambilah emas
permata yang ada di dalam bambunya yang dibawanya!” jelas Sunan Kalijaga kepada
ketiga perampok tersebut. Mereka kemudian membiarkan Sunan Kalijaga dan Adipati
Pandanarang lewat.
Mereka lalu menunggu kedatangan Nyai
Pandanarang. Dan ketika orang yang ditunggu datang, mereka langsung saja
merampas bambu yang berisi emas permata yang dibawa Nyai Pandanarang. Wanita
malang tersebut tidak dapat berbuat apa-apa selain pasrah hartanya dirampas
perampok,
Ia lalu menceritakan kejadian tersebut
kepada Sunan Kalijaga dan Adipati Pandanarang, suaminya, dengan berlinang air
mata. Untuk mengenang peristiwa itu, Sunan Kalijaga memberi nama daerah tempat
terjadinya perampokan tersebut dengan nama Salah
Tiga, karena kejadian tersebut terjadi akibat kesalahan tiga pihak yaitu
Adipati Pandanarang, istrinya dan para perampok.
Namun seiring dengan perkembangan jaman,
penyebutannya menjadi Salatiga. Dan kini daerah tersebut berkembang menjadi
kota yang ramai dan maju dengan pesat.
Posting Komentar untuk "Asal Usul Kota Salatiga #salatiga"