Ardan telah terbiasa membuat jadwal kegiatan
sehari-hari seperti yang pernah disarankan Ayahnya beberapa waktu yang lalu.
Ayah bilang jika ia mau membuat jadwal kegiatan lalu tegas dalam
pelaksanaannya, maka ia akan menjadi anak yang sukses karena hidupnya akan
lebih terarah. Mana yang penting dan tidak penting menjadi semakin jelas. Ia
akan melakukan sesuatu sesuai dengan target yang telah dibuat sedemikian rupa.
Jadwal
kegiatan itu meliputi beberapa kegiatan wajib yang harus dilaksanakan setiap
harinya seperti makan, tidur, mengaji, belajar dan bermain. Setelah merasa
cocok, Ardan menempelnya di dinding kamar tidurnya. Awalnya ia agak kesulitan
mengikuti jadwal tersebut. Contohnya ketika jadwal belajarnya berbenturan
dengan acara favorit televisi seperti sinetron atau film kesukaannya. Meskipun
ia berusaha keras untuk patuh pada jadwal
yang telah dibuat, ia tetap kesulitan untuk belajar dan itu sangat
mengganggu konsentrasinya. Materi yang ia pelajari jadi tidak masuk ke otak.
Masalah
lain yang muncul adalah ketika ada kegiatan mendadak yang sama pentingnya dengan
kegiatan rutinnya. Misalnya ketika ia harus mengikuti suatu lomba dan pada saat
bersamaan ia punya les atau kegiatan rutin yang sudah lama diikuti. Akibatnya
ia harus memilih salah satu diantaranya demi kepentingan sekolah yang utama.
Namun lama
kelamaan seiring berjalannya waktu, Ardan telah terbiasa dengan hal itu. Ia
bisa mengatur semuanya seiring sejalan sehingga kegiatan utama bisa terlaksana
tanpa terganggu oleh kegiatan lain yang kurang begitu penting namun tetap bagus
untuk menambah pengalaman hidupnya.
Rangkingnya
disekolah yang sebelumnya berada dikisaran 20 besar kini perlahan-lahan
membaik. Ardan sudah bisa menembus lima besar di kelasnya. Beberapa guru dan
sahabatnya tampak terkejut dengan perubahan tersebut. mereka heran sekaligus kagum
mengingat betapa banyak kegiatan di sekolah yang diikuti oleh Ardan namun ia
masih mampu meraih prestasi akademik yang bagus. Memang belum bisa menjadi yang
tertinggi tapi paling tidak ada usaha menuju kearah sana.
“Selamat,
teman, kau bisa rangking empat sekarang. Mungkin di akhir semester nanti, kau
bisa menggeser posisiku,”ucap Mahdi sambil menyalami Ardan setelah acara
penyerahan rapor semester satu yang baru saja selesai dihadiri oleh para wali
murid masing-masing siswa.
“Terimakasih,
Mahdi, dan selamat juga atas prestasinya sebagai juara kelas selama empat tahun
berturut-turut. Aku tidak mungkin bisa menyaingi kecerdasanmu. Aku hanya
mencoba memberikan yang terbaik sebisa yang aku lakukan,”jawab Ardan dengan
senyum terus mengembang di bibirnya. Mahdi adalah sahabatnya yang memiliki
kecerdasan luar biasa. Ia tahu tidak akan bisa menyainginya. Hingga kelas empat
sekarang, ia tidak pernah tergantikan oleh yang lain.
Namun
Mahdi tidak memiliki jadwal harian sebagus Ardan. Ia hanya benar-benar mengandalkan
anugerah Tuhan berupa kecerdasan otak yang tidak semua anak punya. Seringkali
ia tidak pernah mencatat dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja,
Mahdi sudah mengerti dan bisa memahami apa yang baru saja disampaikan dan ia
akan terus mengingatnya dalam waktu yang lama. Sementara yang lain cepat lupa
pada pelajaran hari itu, Mahdi tidak, sehingga ketika ulangan, ia bisa mengerjakannya
dengan cepat dan tepat dengan nilai yang memuaskan.
Ardan
menepuk pundak Mahdi mohon diri untuk pulang ke rumah karena Ayahnya yang
mengambil rapor sudah memanggilnya. Mahdi mengangguk. Ia juga sudah beberapa
kali dipanggil sang Ibunda yang hari ini tidak ada kesibukan sehingga bisa
datang untuk mengambil rapor putra tunggalnya itu.
“Dia itu Mahdi.
Sahabatku yang selalu rangking satu, Ayah. Aku tidak akan bisa mengalahkannya
karena ia sangat pintar,”terang Ardan ketika Ayahnya lupa siapa anak yang baru
saja ngobrol dengannya.
“Oh, jadi
itu Mahdi? Ehm, sepertinya bukan hal sulit untuk mengatasinya Anakku, asal kau
punya kemauan untuk itu. Ayah rasa kau bisa melewatinya nanti pada saat
kenaikan kelas,”balas Ayah Ardan penuh keyakinan akan kemampuan anaknya. Ardan
tertawa seolah itu hanya mimpi di siang bolong.
Penonton
bersorak kegirangan setiap kali Ardan meloncat tinggi untuk melakukan smash
keras menukik tajam ke daerah pertahanan lawan. Meski coba dihadang dengan blok
rapat lawan, bola tetap mampu menembus masuk dan meraih angka sedikit demi
sedikit. Pertandingan Popda Bola Voli antar SD sekabupaten Sinar Baru memang
terlalu sering mempertemukan dua musuh bebuyutan di final. Sayangnya selama
empat kali pertemuan mereka, SD Harapan 3 belum pernah memenangkannya. SD Pasir
Hitam 1 selalu juaranya. Kali ini SD Harapan 3 memiliki peluang besar untuk
membalikan angka tersebut. Dibawah komando Ardan, tim terlihat sangat
bersemangat.
“Kita
pasti menang, Ardan. Kau memiliki sesuatu yang tidak pernah aku miliki.
Berjuang sampai titik darah penghabisan maka kau akan menjadi yang
terbaik!”ucap Mahdi mencoba membakar semangat Ardan. Ia meskipun tidak ikut
bermain dan hanya menjadi suporter tampak lebih bersemangat seolah-olah tengah
berada di lapangan bersama tim kesayangannya tersebut.
Matahari
terus membakar tepat diubun-ubun ketika Ardan dan teman-temannya mendekati nilai
akhir untuk meraih kemenangan. Bola diberikan ke arah lawan yang kesulitan
dalam menerimanya karena jatuh ditempat sulit. Ketika berhasil diangkat, Ardan
langsung melompat dan menyambar bola tanggung tersebut sekuat tenaga. Ia
benar-benar menghabiskan seluruh kekuatan terakhirnya. Ketika bola masuk karena
tak mampu dikembalikan, pekik kemenangan langsung terdengar dari ofisial tim,
pelatih dan para suporter.
Ardan
ternyata memberikan medali kemenangan miliknya untuk Mahdi sebagai tanda
persahabatan dan ucapan terimakasih. Ia berterimakasih karena terus menerus
diberi dorongan agar berprestasi baik.
“Kau punya
kesempatan, jangan sia-siakan itu. Karena kesempatan tidak datang untuk kedua
kalinya, maka jangan pernah menyerah untuk mendapatkannya, teman!”begitulah
ucapan yang sering ia dengar dari Mahdi.
Namun
kabar buruk terdengar sepulangnya ia dari perlombaan. Mahdi terkena serangan
jantung ketika tahu Ayahnya mengalami kecelakaan ketika tengah bekerja
mengendarai bus. Iapun langsung menyusul Ayahnya yang nyawanya tak dapat
ditolong lagi bersama para penumpang lainnya yang nahas.
Setelah
membersihkan diri, Ardan langsung menuju ke rumah Mahdi. Suasana haru tampak
terasa akibat dua kejadian yang menyedihkan tersebut. Ardan memandang wajah
sahabatnya itu dengan air mata berlinang. Setelah mendoakan arwahnya, ia
membuka genggaman tangan sang sahabat dan mengambil medali kemenangannya tadi
yang terus dipegang erat Mahdi hingga akhir hayatnya.
“Aku akan
menjadi yang terbaik seperti keinginanmu, kawan. Aku ingin kau bisa melihatnya di
surga sana meski kita telah terpisah,”gumam Ardan di dalam hatinya sambil
mencium medali tersebut.
Dan benar juga, diakhir semester 2 atau pada
acara kenaikan kelas, ia berhasil menjadi rangking satu menggantikan posisi Mahdi
yang telah tiada. Keberhasilannya tersebut ia persembahkan khusus untuk sang
sahabat yang meskipun memiliki suatu penyakit berbahaya namun tidak pernah
mengeluh di hadapan siapapun. Mahdi selalu tampak baik-baik saja.
“Kau
memiliki sesuatu yang tidak aku miliki. Selama ini kau berpikir bahwa aku orang
yang paling beruntung di dunia karena memiliki kecerdasan luar biasa, tapi
dugaan itu salah,”ucap Mahdi berulang kali setiap mereka bertemu.
Sekarang
Ardan jadi tahu kenapa Mahdi berucap seperti itu. Mahdi memang cerdas tapi ia
tidak didukung oleh fisik yang baik. Ia menderita sakit jantung sejak masih
kecil. Itulah kenapa Mahdi jarang mengikuti kegiatan yang menguras fisiknya
karena sangat berbahaya bagi dirinya.
Selepas
dari tempat makam Mahdi. Ardan berjalan gontai menuju parkir tempat sepedanya
ditempatkan. Ia mendongak ke langit dan menyaksikan awan gelap seolah ikut
berduka menyaksikan hari yang menyedihkan tersebut.
Posting Komentar untuk "Sahabat Sejati Akan Selalu Mendukung #sahabatsejati"