Beratus tahun yang lalu di daerah Tobelo, Maluku
Utara, tinggallah sebuah keluarga nelayan sederhana di rumah berdinding rumbia.
Mereka
memiliki dua orang anak bernama O Bia Moloku yang cantik jelita seperti ibunya,
sedangkan satunya lagi seorang anak tampan bernama O Bia Mokara yang gagah seperti
sang ayah.
Pada
suatu hari, ayah mereka pergi melaut dengan meninggalkan makanan dan telur ikan
pepayana di rumah. Di laut ia akan mencoba mencari ikan untuk menghidupi
keluarganya dengan berjuang mempertaruhkan nyawa.
Sementara
itu, ibunya seperti biasa pergi ke ladang. Ia akan merawat tanaman dan juga
memanen sayuran untuk dijual ke pasar atau dimasak sendiri di rumah.
“Wahai
anak-anakku yang manis, selama ibu pergi jangan kalian makan telur ikan
pepayana yang ditinggalkan ayah kalian ini karena jika sampai itu kalian
lakukan, sesuatu yang buruk akan menimpa keluarga kita. Kalian ingat itu
baik-baik!”pesan ibunya dengan sungguh-sungguh, namun kedua anaknya tetap
sibuk bermain dan kurang memperhatikan ucapan ibunya itu.
Beberapa
jam setelah kepergian ibunya, si bungsu, O Bia Mokara merasa lapar. Iapun
meminta makanan dan telur ikan yang ditinggalkan ayahnya. Namun O Bia Moloku
tidak mengijinkan karena ingat pesan ibunya tadi. Akibatnya sang adik menangis
dengan kencang. Lama kelamaan semakin keras tangisannya sehingga membuat O
Bia Moloku tidak tega melihatnya.
“Sudah-sudah
berhentilah menangis, adikku. Malu dilihat orang kalo terus begitu. Ini
silahkan kau nikmati makanan dan telur ikan ini agar perutmu menjadi
kenyang,”ucap O Bia Moloku dengan penuh sayang. Ia tidak menyadari keputusannya
itu akan berakibat buruk kelak di kemudian hari karena itu menandakan ketidak patuhannya
pada perintah sang ibu. O Bia Mokara segera makan dengan lahapnya. Sisa telur
ikan terlihat melekat di giginya yang putih bersih.
Ibunya
lalu pulang dengan membawa ubi dan sayuran dari ladang. Setelah membersihkan
diri, ia menggendong dan menyusui si bungsu, O Bia Mokara. Sementara kakaknya
sibuk di dapur memasak ubi dan sayuran yang baru saja dipetik ibunya.
Ketika
tengah asyik menggendong dan menyanyikan lagu-lagu untuk anak tercintanya itu,
sang ibu terkejut menyaksikan sisa telur ikan di gigi O Bia Mokara yang
tertawa-tawa senang mendengar nyanyian sang ibu. Iapun segera memanggil O Bia
Moloku untuk menanyakan hal itu.
“Apa
benar O Bia Mokara telah memakan telur ikan yang ditinggalkan ayah?”tanya ibu
dengan suara bergetar menahan amarah. O Bia Moloku yang ketakutan hanya
mengangguk pelan. Ia tertunduk lesu tak berani menatap wajah ibunya.
Sang
ibu lalu menyerahkan si bungsu kepada O Bia Moloku. Dengan cepat ia segera
meninggalkan rumah menyusuri tepi pantai. O Bia Moloku mengejar ibunya sambil
menggendong sang adik yang terus menangis dengan keras.
“Ibu,
berhentilah sebentar karena O Bia Mokara menangis terus, Ibu! Bagaimana ini?
Aku tidak bisa menenangkannya,” ucap O Bia Moloku sedih sekali. Air mata mulai
menetes di pipinya dengan deras.
“Berhentilah
mengikuti Ibu, ambillah daun katang-katang lalu peras hingga keluar air
susunya. Berikan pada adikmu agar dia tenang kembali!”jawab ibunya pilu.
Setelah
perintah itu dilaksanakan dan O Bia Mokara tidak menangis lagi, sang ibu lalu
terjun ke tengah laut. Ia menyelam ke tengah samudera luas. Tak berapa lama
kemudian ada sebuah batu yang terapung-apung di permukaan.
“Hai,
batu terbukalah agar aku masuk ke dalam!” perintahnya lantang.
Batu
itu terbuka sehingga sang ibu langsung masuk ke dalamnya. Batu itu kemudian menutup tanpa meninggalkan
bekas apapun. Sang ibu lenyap bersama batu ajaib itu untuk selama-lamanya
meninggalkan kedua anaknya yang tidak mau mematuhi pesannya.
Posting Komentar untuk "Akibat Melanggar Pesan Orang Tua (Cerita dari Tobelo) #durhaka #tobelo"