Entah sudah berapa kali Pan Tuwung
Kuning bertaruh adu jago lalu kalah sehingga hartanya banyak yang terkuras.
Ayam jagonya yang banyak jumlahnya juga sering membuat kesal istrinya yang
diberi tugas untuk mengurus ayam-ayam jago itu.
Keadaan makin bertambah buruk karena
istrinya tak kunjung melahirkan anak dambaan mereka. Keduanya jadi sering
bertengkar.
“Istriku jika nanti kamu punya anak
laki-laki maka dia akan jadi penerusku. Menjadi tukang adu ayam, namun jika
yang lahir anak perempuan, maka dia akan aku sembelih untuk jadi makanan
ayam-ayam jagoku,”ucap Pan Tuwung Kuning suatu hari. Mendengar hal itu, Men
Tuwung Kuning hanya bisa mengelus dada.
Apalagi beberapa waktu kemudian ia hamil
betulan. Men Tuwung Kuning selalu teringat ucapan suaminya tersebut yang membuat
hatinya selalu cemas dan gelisah. Ia takut akan melahirkan bayi perempuan
karena pasti akan dibunuh dan dijadikan makanan ayam jago kesayangan suaminya.
Karena itu hampir setiap saat ia berdoa agar anaknya lahir laki-laki.
Namun Tuhan berkata lain, ia yang
ditemani ibunya berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang bersih dan
cantik. Beruntung suaminya Pan Tuwung Kuning sedang pergi ke luar kota sehingga
untuk sementara nyawa bayinya selamat.
“Sebaiknya bayi ini aku sembunyikan di
rumahku dulu agar suamimu tidak melihatnya,”usul sang Ibu yang merasa kasihan
pada bayi malang tersebut.
Men Tuwung Kuning setuju dengan ide
ibunya. Bayi itu dibawa ke rumah sang nenek, sementara ari-arinya diberikan ke
ayam jago kesayangan suaminya.
Malam harinya sepulang dari bepergian,
suaminya pun menanyakan hal itu pada Men Tuwung Kuning,”Bagaimana anak kita?
Laki-laki atau perempuan?.”
“Perempuan karenanya langsung aku
sembelih dan kuberikan ke ayam jago kesayanganmu,”jawab Men Tuwung Kuning
berbohong. Suaminya tersenyum puas mendengar jawaban itu.
Akan tetapi pada malam harinya, ayam
jago kesayangannya berkokok kencang berulang-ulang membuat merah
telinganya,”Kukuruyuuuk! Men Tuwung Kuning baru saja melahirkan anak perempuan
tetapi aku hanya diberi makan ari-arinya saja!.”
“Kukuruyuuuk! Sekarang bayi perempuan
itu disembunyikan di rumah neneknya…,”imbuh ayam jago itu. Mendengar hal itu,
Pan Tuwung Kuning langsung naik pitam.
“Ambil dan bawa kemari bayi perempuan
kita itu, jika tidak maka kau yang akan aku sembelih sebagai gantinya lalu aku
berikan ke ayam jagoku,”perintah Pan Tuwung Kuning kepada istrinya dengan nada
tinggi.
Keesokan harinya, Men Tuwung Kuning
segera pergi ke rumah ibunya. Namun betapa terkejut dirinya mendapati anaknya
yang masih bayi tiba-tiba sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik jelita.
Ketika datang, anak gadisnya itu sedang menenun kain.
“Pulanglah dulu, Ibu, lalu kembali lagi
esok lusa karena aku sedang menenun kain untuk membungkus jenazahku,”ucap
putrinya kepada Men Tuwung Kuning.
Dengan berat hati iapun pulang hanya
untuk mendapat amarah dari suaminya yang sudah gelap mata melihat kegagalan Men
Tuwung Kuning membawa putrinya.
Dua hari kemudian ia datang kembali ke
rumah ibunya dan berkata di depan anaknya,”Cepatlah, Nak, segera kau selesaikan
menenun kain itu karena Ayahmu sudah selesai mengasah parang untuk membunuhmu.”
“Ibu tunggulah barang dua hari lagi agar
aku juga bisa menyelesaikan sehelai selendang untuk bekal matiku,”jawab
putrinya lembut.
Mendengar jawaban dari putrinya itu, Men
Tuwung Kuning akhirnya kembali ke rumah dengan tangan hampa. Ia kembali
mendapat umpatan amarah dari suaminya yang semakin kesal dengan kegagalan
istrinya.
Dua hari kemudian, Pan Tuwung Kuning
melangkah ke rumah mertuanya untuk mengambil sendiri anaknya. Ia membawa parang
yang telah diasah hingga tajam untuk menyembelih anaknya.
Hatinya bergetar kencang ketika
mendapati ternyata anak perempuannya telah tumbuh menjadi gadis yang sangat
cantik.
“Ayah sekarang aku sudah siap untuk
menyambut kematianku. Akan tetapi Ayah harus mencari pohon yang paling besar di
hutan. Di sanalah Ayah bisa memenuhi keinginanmu untuk mencabut nyawaku,” jelas
putrinya yang jelita itu.
Dengan pakaian baru hasil tenunannya
sendiri, ia lalu pergi bersama Ayahnya, Pan Tuwung Kuning, menuju ke hutan. Setelah berhasil
menemukan pohon yang paling besar di hutan, ayah yang kejam itupun siap untuk
menyembelih putrinya.
“Nah, sekarang aku sudah siap Ayah. Tapi
tolong ambilkan batang pisang untuk bantalku,”pinta gadis cantik yang malang
itu.
Setelah siap, Pan Tuwung Kuning langsung
menghunjamkan parang tajamnya ke leher putrinya yang sangat cantik itu. Namun parang
itu ternyata hanya menebas batang pisang saja karena putrinya tiba-tiba hilang
entah kemana.
Mengetahui hal tersebut, timbullah
penyesalan di hati Pan Tuwung Kuning. Seraya membawa batang pisang bekas bantal
putrinya, ia pulang dengan menangis tersedu-sedu. Ia lalu meminta maaf pada ibu
mertua dan istrinya dengan setulus hati. Batang pisang yang ia bawa lalu
dipotong-potong dan diberikan ke ayam-ayam jagonya, namun mereka tidak
memakannya.
Pan Tuwung Kuning menjadi marah dan
geram melihat hal itu. Ayam-ayam itu lalu dibuang semua. Dan sejak saat itu, ia
berhenti menyabung ayam dan berjudi. Ia sadar karena perbuatannya itu, kini
telah kehilangan putrinya untuk selama-lamanya.
Posting Komentar untuk "Pengorbanan Gadis Yang Malang (Cerita dari Tabanan - Bali)"