Di Kabupaten Pangandaran atau tepatnya di Desa Emplak,
Kecamatan Kalipucang, Jawa Barat, ada sepasang batu karang yang sering disebut
Karang Nini dan Bale Kambang oleh masyarakat sekitar. Asal mula kedua batu
karang tersebut menjadi kisah turun temurun hingga anak cucu.
Dahulu
kala, di desa itu hiduplah sepasang suami istri bernama Aki Ambu Kolot dan Nini
Arga Piara. Pernikahan mereka sebenarnya cukup bahagia, rukun dan tentram
karena jarang terjadi perselisihan besar. Keduanya selalu saling menyayangi dan
berjanji akan setia sampai mati.
Namun ada
satu hal yang masih mengganjal di hati mereka hingga sekarang yaitu ketiadaan
anak di dalam hidup keluarga itu. Bahkan hingga memasuki usia senja, mereka
masih belum mendapatkan momongan. Meski demikian, keduanya tetap teguh bersatu,
saling menjaga satu sama lain.
Aki Ambu
Kolot adalah seorang nelayan yang tekun. Ia pergi pagi pulang malam untuk
mencari ikan di laut. Hasil tangkapannya lalu dijual di pasar dan jika masih
ada yang tersisa akan diolah istrinya menjadi ikan asin yang lezat.
Pada suatu
hari, Aki Ambu Kolot pamit pada istrinya untuk pergi melaut seperti biasanya.
Namun entah kenapa saat itu, sang istri seperti tak rela melepas suaminya untuk
mencari ikan. Ada sesuatu yang menahan hatinya untuk memberi restu pada sang
suami.
“Perasaan
aku tidak enak, Pak. Bagaimana jika khusus hari ini libur dan tidak usah melaut
dulu. Kebetulan masih ada sedikit beras dan lauk untuk kita makan,”cegah Nini
Arga Piara. Namun sang suami tetap ingin melaut dengan alasan harga ikan yang
sedang naik.
“Kapan
lagi harga ikan setinggi ini, Bu. Sudahlah hapus semua kekhawatiranmu itu. Aku melaut
kan sudah bertahun-tahun lamanya. Aku akan jaga diri baik-baik sementara kamu
doakan agar aku bisa pulang dengan selamat serta membawa tangkapan ikan yang
banyak, ya?”jawab Aki Ambu Kolot menenangkan hati sang istri.
Maka dengan
penuh semangat ia berangkat ke laut dengan perahu yang setia menemaninya selama
bertahun-tahun. Dengan tekun ia menebar jala untuk menjaring ikan. Hingga siang
terlewati tangkapannya semakin banyak. Segalanya berjalan lancar sampai muncul
awan hitam di langit yang bergumpal-gumpal. Itu adalah pertanda cuaca buruk. Hadirnya
badai yang mengerikan. Aki Ambu Kolot jadi teringat ucapan sang istri. Maka
iapun segera berkemas untuk kembali pulang. Namun belum sampai ke tepi pantai
dan menyelamatkan diri, kapalnya hancur berkeping-keping dihantam badai maha
dahsyat. Tubuhnyapun ikut terkoyak dan tenggelam digulung ombak. Aki Ambu Kolot
tidak pernah kembali ke rumah.
Nini Arga
Piara yang menunggu hingga malam menjadi semakin cemas. Ia ingin pergi ke tepi
pantai dan mencari suaminya namun hujan deras dan angin kencang menahan
keinginannya itu. Ia harus bersabar hingga keesokan harinya. Ditemani para
tetangga yang bersimpati, ia lalu pergi mencari sang suami. Ada yang menyisir
pantai dan ada juga yang mencari di lautan siapa tahu Aki Ambu Kolot mengapung
di permukaan dalam kondisi selamat. Namun semua usaha itu gagal. Aki Ambu Kolot
hilang tak berbekas.
Hari-hari
berikutnya menjadi saksi betapa sedih Nini Arga Piara ditinggal sang suami
tercinta. Pekerjaannya hanya merenung dan berdiam diri di atas batu karang
berharap keajaiban datang dan suaminya bisa pulang dengan selamat. Namun apa
daya semua itu hanya khayalan belaka. Hingga karena sudah tidak tahan lagi,
Nini Arga Piara lalu berdiri dan menengadahkan tangan ke langit berdoa dengan
khusyuk agar suaminya bisa kembali dalam keadaan apapun. Ia akan rela menerima
dengan ikhlas.
Doanyapun
dikabulkan Tuhan. Tak berapa lama kemudian angin bertiup dengan kencang. Air
laut meluap-luap dan keadaan menjadi gelap. Namun perlahan tapi pasti keadaan
berangsur reda dan pulih seperti sedia kala. Dan tepat dihadapan Nini Arga
Piara munculah jasad Aki Ambu Kolot dari dasar laut. Terapung-apung dalam
kondisi utuh dan baik meski sudah beberapa hari hilang di telan laut.
“Ya Tuhan,
aku tidak ingin kembali ke rumah. Aku ingin bisa bersatu selamanya dengan
suamiku. Mohon penuhilah permintaanku ini sebagai bukti janji suci sehidup
semati kami berdua,”mohon Nini Arga Piara untuk yang kesekian kalinya.
Doa itupun
menjadi kenyataan, jasad Aki Ambu Kolot lalu berubah menjadi batu karang yang
kemudian diberi nama Bale Kambang atau batu mengambang. Sementara Nini Arga
Piara yang tengah bersujud berubah pula menjadi batu karang yang diberi nama
Karang Nini oleh masyarakat sekitar. Keduanya bisa bersama kembali meski dalam
wujud yang berbeda. Kisah cinta mereka terus melegenda hingga sekarang.
Posting Komentar untuk "LEGENDA PANTAI KARANG NINI (Cerita Rakyat Jawa Barat) #karangnini #pangandaran"