LEGENDA PANTAI KARANG NINI (Cerita Rakyat Jawa Barat) #karangnini #pangandaran


Di Kabupaten Pangandaran atau tepatnya di Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Jawa Barat, ada sepasang batu karang yang sering disebut Karang Nini dan Bale Kambang oleh masyarakat sekitar. Asal mula kedua batu karang tersebut menjadi kisah turun temurun hingga anak cucu. 

          Dahulu kala, di desa itu hiduplah sepasang suami istri bernama Aki Ambu Kolot dan Nini Arga Piara. Pernikahan mereka sebenarnya cukup bahagia, rukun dan tentram karena jarang terjadi perselisihan besar. Keduanya selalu saling menyayangi dan berjanji akan setia sampai mati.

          Namun ada satu hal yang masih mengganjal di hati mereka hingga sekarang yaitu ketiadaan anak di dalam hidup keluarga itu. Bahkan hingga memasuki usia senja, mereka masih belum mendapatkan momongan. Meski demikian, keduanya tetap teguh bersatu, saling menjaga satu sama lain.

          Aki Ambu Kolot adalah seorang nelayan yang tekun. Ia pergi pagi pulang malam untuk mencari ikan di laut. Hasil tangkapannya lalu dijual di pasar dan jika masih ada yang tersisa akan diolah istrinya menjadi ikan asin yang lezat.

          Pada suatu hari, Aki Ambu Kolot pamit pada istrinya untuk pergi melaut seperti biasanya. Namun entah kenapa saat itu, sang istri seperti tak rela melepas suaminya untuk mencari ikan. Ada sesuatu yang menahan hatinya untuk memberi restu pada sang suami.

          “Perasaan aku tidak enak, Pak. Bagaimana jika khusus hari ini libur dan tidak usah melaut dulu. Kebetulan masih ada sedikit beras dan lauk untuk kita makan,”cegah Nini Arga Piara. Namun sang suami tetap ingin melaut dengan alasan harga ikan yang sedang naik.

          “Kapan lagi harga ikan setinggi ini, Bu. Sudahlah hapus semua kekhawatiranmu itu. Aku melaut kan sudah bertahun-tahun lamanya. Aku akan jaga diri baik-baik sementara kamu doakan agar aku bisa pulang dengan selamat serta membawa tangkapan ikan yang banyak, ya?”jawab Aki Ambu Kolot menenangkan hati sang istri.

          Maka dengan penuh semangat ia berangkat ke laut dengan perahu yang setia menemaninya selama bertahun-tahun. Dengan tekun ia menebar jala untuk menjaring ikan. Hingga siang terlewati tangkapannya semakin banyak. Segalanya berjalan lancar sampai muncul awan hitam di langit yang bergumpal-gumpal. Itu adalah pertanda cuaca buruk. Hadirnya badai yang mengerikan. Aki Ambu Kolot jadi teringat ucapan sang istri. Maka iapun segera berkemas untuk kembali pulang. Namun belum sampai ke tepi pantai dan menyelamatkan diri, kapalnya hancur berkeping-keping dihantam badai maha dahsyat. Tubuhnyapun ikut terkoyak dan tenggelam digulung ombak. Aki Ambu Kolot tidak pernah kembali ke rumah.

          Nini Arga Piara yang menunggu hingga malam menjadi semakin cemas. Ia ingin pergi ke tepi pantai dan mencari suaminya namun hujan deras dan angin kencang menahan keinginannya itu. Ia harus bersabar hingga keesokan harinya. Ditemani para tetangga yang bersimpati, ia lalu pergi mencari sang suami. Ada yang menyisir pantai dan ada juga yang mencari di lautan siapa tahu Aki Ambu Kolot mengapung di permukaan dalam kondisi selamat. Namun semua usaha itu gagal. Aki Ambu Kolot hilang tak berbekas.

          Hari-hari berikutnya menjadi saksi betapa sedih Nini Arga Piara ditinggal sang suami tercinta. Pekerjaannya hanya merenung dan berdiam diri di atas batu karang berharap keajaiban datang dan suaminya bisa pulang dengan selamat. Namun apa daya semua itu hanya khayalan belaka. Hingga karena sudah tidak tahan lagi, Nini Arga Piara lalu berdiri dan menengadahkan tangan ke langit berdoa dengan khusyuk agar suaminya bisa kembali dalam keadaan apapun. Ia akan rela menerima dengan ikhlas.

          Doanyapun dikabulkan Tuhan. Tak berapa lama kemudian angin bertiup dengan kencang. Air laut meluap-luap dan keadaan menjadi gelap. Namun perlahan tapi pasti keadaan berangsur reda dan pulih seperti sedia kala. Dan tepat dihadapan Nini Arga Piara munculah jasad Aki Ambu Kolot dari dasar laut. Terapung-apung dalam kondisi utuh dan baik meski sudah beberapa hari hilang di telan laut.

          “Ya Tuhan, aku tidak ingin kembali ke rumah. Aku ingin bisa bersatu selamanya dengan suamiku. Mohon penuhilah permintaanku ini sebagai bukti janji suci sehidup semati kami berdua,”mohon Nini Arga Piara untuk yang kesekian kalinya.

          Doa itupun menjadi kenyataan, jasad Aki Ambu Kolot lalu berubah menjadi batu karang yang kemudian diberi nama Bale Kambang atau batu mengambang. Sementara Nini Arga Piara yang tengah bersujud berubah pula menjadi batu karang yang diberi nama Karang Nini oleh masyarakat sekitar. Keduanya bisa bersama kembali meski dalam wujud yang berbeda. Kisah cinta mereka terus melegenda hingga sekarang.

Posting Komentar untuk "LEGENDA PANTAI KARANG NINI (Cerita Rakyat Jawa Barat) #karangnini #pangandaran"