Kisah
kali ini berasal dari Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tepatnya di daerah Padamara
yang berada di dekat dengan Sungai Sawing. Konon dahulu disana hiduplah
sepasang suami istri yang miskin dan dua
orang anaknya yang masih kecil. Sang istri bernama Inaq Lembain sedangkan
suaminya bernama Amaq Lembain.
Mereka hidup serba kekurangan karena
hanya seorang buruh yang mengandalkan upah dari orang yang memberi pekerjaan.
Rumahnya sangat sederhana. Mereka tidak punya ladang ataupun sawah sendiri
untuk digarap. Mereka harus pergi berkeliling desa untuk mendapatkan pekerjaan.
Apapun bentuknya asal mereka mampu mengerjakan pasti akan diterima. Kedua
anaknya biasanya ikut dibawa.
Pada suatu hari keduanya mendapatkan
pekerjaan yang berbeda. Sang suami mendapat pekerjaan memperbaiki pintu rumah
seorang saudagar kaya, sementara sang istri membantu seorang ibu yang tengah
sibuk menumbuk padi. Kedua anaknya ikut sang ibu.
Mereka duduk di atas sebuah batu
ceper tak jauh dari tempat ibunya menumbuk padi. Mereka bermain masak-masakan
dengan asiknya. Hingga tidak menyadari ketika batu yang mereka duduki tiba-tiba
saja terangkat naik. Perlahan-lahan batu itu bergerak naik ke langit sehingga
membuat keduanya berteriak-teriak ketakutan.
“Ibu tolong kami! Batu ini tiba-tiba
saja bisa terbang! Kami takut, Bu…!”teriak si bungsu. Si Sulung mencoba
membantu adiknya untuk turun dari batu tapi terlambat karena batu itu naik
dengan cepatnya. Sekarang sudah hampir setinggi pohon kelapa. Jika mereka
memaksakan diri untuk turun, mereka pasti akan terluka. Satu-satunya jalan
adalah dengan berteriak meminta bantuan pada ibu dan orang-orang yang ada di
bawah.
Ibunya yang tadinya diam saja karena
mengira kedua anaknya hanya bercanda, akhirnya menoleh dan melihat kedua
anaknya sudah tidak ada ditempatnya semula.
“Ibu kami diatas, Bu! Turunkan kami,
Bu…. Kami takut sekali!!!”teriak keduanya yang semakin terbang tinggi ke
langit.
Inaq Lembain terkejut bukan main
melihat kedua anak kesayangannya terus naik dibawa batu ceper itu lalu lenyap
ditelan awan. Orang-orang juga ikut kebingungan bagaimana cara menyelamatkan
keduanya. Lalu ditengah kepanikan yang teramat sangat, Inaq Lembain berdoa
kepada Tuhan.
“Gunakanlah selendangmu itu untuk
membelah batu ceper atau batu golog yang membawa anakmu terbang itu!”tiba-tiba
sebuah suara ghaib memerintahkan Inaq Lembain.
Maka tanpa banyak pikir lagi, Inaq
Lembain lalu mengayunkan selendang ke langit untuk membelah batu golog yang
cukup besar. Batu itu lalu terbelah menjadi tiga bagian.
Satu bagian terlempar jauh lalu
berubah menjadi Desa Gembong. Satunya lagi jatuh disebuah tempat yang diberi
nama Dasan Batu. Sementara potongan terakhir jatuh disebuah tempat yang diberi
nama Montong Teker.
Sayangnya meskipun batu golog sudah
pecah, kedua anak Inaq Lembain tidak dapat ditemukan karena kini telah berubah
menjadi dua ekor burung. Si bungsu berubah menjadi burung Kelik sedangkan
kakaknya berubah menjadi burung Kekuwo.
Inaq Lembain lalu membawa pulang kedua burung itu untuk dirawat
sebaik-baiknya. Air matanya mengalir tiada henti. Ia tak tahu harus berkata apa
pada suaminya.
Posting Komentar untuk "LEGENDA BURUNG KELIK DAN KEKUWO #burungkelikkekuwo"