Memiliki sahabat adalah suatu kebahagiaan tiada tara bagi Mahdi. Ia sangat dekat dengan Rendra dan Hasbi. Ketiganya telah bersama selama 5 tahun lamanya. Itu karena mereka sekolah di SD yang sama, bahkan satu kelas pula. Namun apa jadinya ketika kedua sahabat itu bertengkar. Saling tuduh dan serang satu sama lain. Kemana Mahdi harus memihak?
Sebenarnya ketiganya selama ini baik-baik
saja. Tidak ada pertengkaran yang berarti diantara mereka. Kalaupun ada bisa
segera dipecahkan sehingga keadaan bisa normal kembali. Masalah besar baru terjadi
ketika Rendra dijanjikan akan di beri hadiah sepatu bola terbaru idamannya oleh
ayahnya jika ia bisa rangking satu di kelas. Disaat yang sama Hasbi juga
diiming-imingi oleh orang tuanya hadiah sepeda baru jika bisa naik
peringkatnya, berapapun itu.
Sementara diatas mereka ada Mahdi sang
juara tak terkalahkan sejak kelas dua yang membuatnya menjadi batu sandungan
cukup berat untuk dilewati. Setelah Mahdi baru diikuti oleh Rendra dan Hasbi.
Dan ada satu lagi Namira namanya yang kadang bisa menyalip diantara keduanya.
“Kita kerjasama saja bagaimana? Agar kita
bisa sama-sama sukses. Soal-soal ulangan atau tes nanti kita kerjasama sehingga
nilai kita bisa naik. Kau kan hebat di Matematika sedangkan aku jago di Bahasa
Indonesia dan IPA. Wah kita pasti tak terkalahkan!”usul Rendra penuh semangat.
Ternyata Hasbi mengangguk setuju dengan rencana itu.
Maka ketika tes PAS 1, mereka
bahu-membahu saling memberitahu jawabannya. Mereka menggunakan berbagai cara
agar tidak diketahui guru pengawas. Harapannya adalah agar Rendra bisa rangking
satu, dan Hasbi yang biasanya rangking tiga bisa naik jadi rangking dua.
Sehingga masing-masing dari keduanya mendapat hadiah menggiurkan yang telah
dijanjikan.
Namun apa yang terjadi jauh panggang dari
api. Kenyataan rupanya tak seindah impian. Mahdi tetap bercokol di peringkat
satu meskipun ia ibaratnya sudah dikeroyok oleh mereka berdua. Hasbi memang
naik jadi rangking dua tapi Rendra malah terpuruk di rangking empat dibawah
Namira. Entah apa yang terjadi dengan strategi yang telah dirancang oleh mereka
jauh-jauh hari itu.
Rendra jelas sangat kecewa melihat hal
itu. Pulang sekolah setelah legger nilai di bagi. Ia langsung mengajak Hasbi ke
belakang sekolah di parkiran sepeda yang sudah sepi. Mahdi mengikuti diam-diam
tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya. Sayup-sayup dari balik pojok kelas yang
aman ia mendengar mereka berdebat ramai.
“Hei apa yang terjadi denganmu, Bi?
Katanya kita mau bekerja sama kemarin. Aku sudah memberimu contekan bagus di
mapel IPA dan Bahasa Indonesia kenapa jumlah nilai kita terpaut jauh? Apakah
jawaban Matematika yang kau berikan padaku kemarin sengaja kau salahkan!”ucap
Rendra dengan nada tinggi.
Hasbi menggeleng,”Aku tidak mungkin jadi
penghianat. Jawaban itu sempat dipinjam Agung. Mungkin dia yang merubah…”jawab
Hasbi mencoba membela diri. Rendra tidak puas dengan penjelasan Hasbi.
“Aku tidak mau tahu. Pokoknya aku ingin
kamu bertanggung jawab agar aku bisa dapat hadiah sepatu bola dari ayahku.
Bagaimanapun caranya!”nada suara Rendra semakin meninggi. Mukanya memerah
karena menahan amarah. Hasbi bingung harus menjawab apa.
“Terus apa yang harus aku lakukan? Aku
kan tidak mungkin bisa merubah nilai legger itu?”balas Hasbi malah balik
bertanya.
“Kalau kau tidak bisa. Besok aku lapor ke
Pak Edi kalau nilaimu hasil contekan semua!”ancam Rendra sambil mendorong tubuh
Hasbi yang lebih kurus ke tembok. Ia lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Sore harinya ketiga sahabat itu kembali
bertemu di lapangan desa untuk berlatih sepak bola. Kebetulan Hasbi dan Rendra
berada di tim yang berbeda. Sehingga mereka sering berhadapan. Pada suatu
ketika tubuh Rendra terjatuh karena terdorong tidak sengaja oleh Hasbi yang
mencoba merebut bola darinya.
Rendra langsung bangkit dan menyerang
Hasbi karena tidak terima dengan hal itu. Mereka bergelut seru di tanah
berumput. Teman-temannya harus bekerja keras untuk memisahkan. Pak Jaya pelatih
mereka langsung memberhentikan keduanya dan memberi sejumlah nasehat. Mereka disuruh
pulang untuk menenangkan diri.
“Ada apa denganmu, Rendra? Kenapa kamu
jadi kasar begitu. Kita kan sudah berteman lama. Aku tahu ini pasti bukan
sekedar masalah bola saja!”tegur Mahdi dengan kecewa. Namun Rendra diam saja
tidak menjawab. Ia langsung berkemas pulang.
Keesokan harinya, Rendra berhasil dicegah
oleh Hasbi agar tidak melapor ke guru mereka. Ia minta bertemu kembali di
tempat parkir sekolah sepulang sekolah.
“Ada yang ingin aku sampaikan…”ucapnya.
Setelah mereka kembali bertemu. Hasbi
memberikan sebuah bungkusan besar dalam plastik hitam kepada Rendra. Ketika
dibuka betapa terkejutnya ia ketika melihat isi dari bungkusan itu ternyata
adalah sepatu bola kesayangannya. Warnanya merah menyala. Ukurannya juga pas
dengan kakinya. Rendra menatap Hasbi dengan penuh keheranan.
“Aku tidak ingin merendahkanmu, Hasbi. Tapi
sepatu ini harganya mahal sekali. Darimana kamu dapat uang untuk membelinya?”tanya
Rendra bingung. Hasbi diam.
“Aku yang membelinya. Demi persahabatan
kita!”tiba-tiba Mahdi muncul secara misterius.
“Sama seperti kalian. Aku juga selalu
mendapat hadiah jika bisa rangking satu. Tapi itu tidak jadi tujuan utamaku. Ada
ataupun tidak hadiahnya, aku akan tetap berusaha menjadi yang terbaik. Jika
rangkingku turun aku juga tidak akan bersedih karena sudah berusaha sekuat
tenaga,”Mahdi berhenti sejenak untuk menghela napasnya dan mengatur emosi,”Karena
saking seringnya jadi juara tidak semua hadiah dari orang tuaku aku ambil. Sebagai
gantinya aku sering minta uang saja yang akan aku belikan untuk teman-teman
kita yang kurang mampu. Seperti hari ini untuk menyelamatkan persahabatan kita
aku belikan itu untukmu, Rendra. Kebetulan nomor sepatu kita kan sama. Dan kamu
pernah bilang sangat mengharapkan sepatu seperti itu”jelas Mahdi panjang lebar.
Suaranya yang berat menandakan betapa sedihnya ia melihat pertengkaran Rendra
dan Hasbi.
“Tapi yang aku sayangkan kenapa kalian
melakukan segala cara agar rangking kalian naik. Bekerja sama atau menyontek itu
kan tidak dibenarkan. Jika kalian jujur saja aku sebenarnya siap membantu. Atau
aku mengalah saja sehingga rangkingku bisa turun. Yang penting kalian tidak
ribut lagi”tambah Mahdi.
“Aku seperti tidak mengenal kalian….!”gumamnya
lirih.
Rendra dan Hasbi hanya diam menunduk
mendengar ucapan Mahdi. Air mata menetes dari keduanya. Mereka bertiga lalu
berpelukan. Rendra dan Hasbi sangat menyesali perbuatan mereka yang salah itu.
“Sebaiknya sepatu ini kau pakai saja,
Mahdi. Aku tidak pantas menerimanya. Aku akan berusaha lebih keras lagi tahun
ini!”ucap Rendra sambil menyerahkan bungkusan itu ke Mahdi.
“Kalau kau mau jadi sahabatku selamanya,
kamu harus pakai itu saat latihan nanti sore. Aku tidak akan mengambil kembali
barang yang sudah aku berikan untuk orang lain,”balas Mahdi sambil menggeleng.
Ketiganya lalu pulang dengan wajah penuh
ceria. Langitpun kembali cerah.
Posting Komentar untuk "PERSAHABATAN SEJATI #persahabatan"