Aladin adalah seorang pemuda yang baik hati dan sangat
sayang pada ibunya. Mereka berdua tinggal di Persia beberapa tahun yang lampau.
Kehidupan Aladin yang sederhana membuatnya harus bekerja keras sejak muda untuk
membantu ibunya memenuhi kehidupan sehari-hari. Ia bekerja apa saja asal halal.
Tidak pernah mengeluh.
Pada suatu
hari, Aladin bertemu dengan seorang lelaki yang mengaku pamannya atau adik dari
ayahnya. Ia lalu mengajak Aladin ke suatu tempat dan menjanjikan pekerjaan
dengan bayaran uang yang banyak. Tentu saja Aladin susah untuk menolak tawaran
menggiurkan itu. Ia lalu meminta ijin pada ibunya. Ibunya setuju saja asal ia
berhati-hati dalam menjaga diri.
“Karena Ibu
sepertinya tidak mengenal orang yang mengaku adik dari ayahmu itu. Siapa tahu
dia punya niat jahat pada kita,”ucap Ibu tak mampu menghilangkan rasa cemasnya.
“Tenang
saja, Bu. Aku yakin bisa jaga diri. Aku sudah kuat menghadapi bermacam masalah
selama ini. Aku janji akan membawakan banyak uang agar hutang dan kehidupan
kita bisa berubah, Bu…”balas Aladin sambil mencium tangan ibunya. Meminta
restu dan pamit pergi.
Setelah itu
mulailah petualangan seru Aladin dimulai. Ia dan orang yang mengaku pamannya
itu harus menempuh jalan padang pasir yang panjang dan berliku. Hingga
sampailah mereka di sebuah perbukitan setelah berjalan selama beberapa hari.
Orang itu lalu menyuruh Aladin mencari kayu bakar.
Setelah kayu
disulut dan asap membumbung tinggi. Orang asing itu lalu bersila sambil membaca
mantera-mantera. Menyaksikan hal itu, Aladin segera menyadari siapa sebenarnya
orang yang ada dihadapannya kini. Dia bukanlah pamannya melainkan seorang
lelaki penyihir yang mempunyai sebuah rencana besar.
Ia lalu
menaburkan sesuatu ke dalam api yang menyala,”Abrakadabra! Terbukalah pintu
emasku!”ucapnya kencang. Bukit dihadapan mereka bergerak dan membuka sendiri.
Kini dihadapan mereka berdua ada sebuah gua misterius yang memiliki lubang
masuk yang sangat sempit. Tentu saja hanya Aladin yang bisa masuk ke dalamnya.
“Masuk lalu
ambillah sebuah lampu kuno yang ada di dalam gua itu!”perintah si penyihir
dengan mata melotot.
“Tidak. Aku
tidak mau mati konyol di dalam gua itu. Gua itu sangat aneh dan kita tidak tahu
apa isinya,”tolak Aladin begidik takut.
“Jangan
khawatir. Kamu pakailah cincin ini dan jin yang ada didalamnya akan
melindungimu!”suruh sang penyihir dengan nada tinggi setengah memaksa.
Akhirnya
Aladin menuruti perintahnya. Ia lalu masuk ke dalam gua. Ternyata di dalamnya
ada banyak peti berisi perhiasan emas beragam jenis dan pohon-pohon berbuah
intan mutiara berkilauan yang sangat indah dan mahal.
“Jangan
hiraukan perhiasan itu, Aladin! Cari dan ambilah lampu tua yang aku maksud.
Cepat lakukan karena aku tidak bisa menahan lama-lama. Sebentar lagi gua ini
akan menutup dengan sendirinya!”seru si penyihir dengan nafas terengah-engah.
Mendengar
keterangan si penyihir, Aladin lalu mengambil lampu yang dimaksud. Ia segera
bergegas keluar gua tapi sayang hanya tinggal beberapa langkah lagi gua itu
tertutup sudah.
Aladin
terduduk lemas. Ia bersandar ke dinding gua sambil memikirkan langkah
selanjutnya karena ia tidak ingin mati sia-sia di dalam gua itu. Ia menggenggam
erat-erat lampu wasiat yang jadi incaran si penyihir. Ia lalu mengelus-elus lembut
lampu itu untuk menghilangkan debu-debu tebal yang menutupi permukaannya.
Bersamaan
dengan itu, tiba-tiba dari dalam lampu keluar asap putih tebal menutup
sekelilingnya dan munculah sesosok raksasa besar melayang-layang di udara tepat
dihadapan Aladin.
“Selamat
sore tuan. Saya adalah jin penunggu lampu wasiat ini. Dengan menggosok lampu
ini berarti tuan telah membebaskan saya keluar dari dalam lampu yang telah
mengurung saya selama ribuan tahun. Oleh karena itu, sebagai rasa terimakasih
saya, mulai saat ini saya akan mengabdi pada tuan. Semua permintaan tuan, jika
saya mampu akan coba saya penuhi!”jelas jin penunggu lampu kepada Aladin.
“Aku ingin
keluar dari gua ini…”pinta Aladin cepat. Rupanya ia sudah tidak tahan tinggal
di dalam gua yang pengap dan gelap.
Jin lalu
membuka pintu gua dengan mudah. Setelah mengambil sejumlah perhiasan emas,
intan dan permata secukupnya, ia lalu bergegas keluar gua. Namun Aladin
kebingungan dengan jalan pulang. Maka diusapnya kembali lampu wasiat yang ada
ditangannya.
“Tolong
antar aku pulang. Aku ingin cepat bertemu dengan ibuku…”pintanya pada jin.
Tidak berapa
lama dihadapannya terhampar sebuah permadani yang sangat indah. Jin memintanya
naik ke atas permadani. Aladin lalu terbang menuju Baghdad, kota tempat ia tingggal.
Ia bisa
bertemu kembali dengan ibunya tersayang dalam kondisi sehat bugar tak kurang
suatu apa. Ibunya sangat senang melihat kepulangan anak semata wayangnya itu.
Apalagi ia pulang dengan membawa banyak emas dan permata. Ketika ia menanyakan
darimana Aladin mendapat harta sebanyak itu, Aladin lalu menceritakan semua
kejadian yang ia alami setelah kepergiannya dengan seorang penyihir yang
mengaku sebagai pamannya itu.
“Aku memang
sudah menduga kalo orang itu jahat dan bukan pamanmu. Tapi sudahlah yang
terjadi tidak perlu di sesali karena sekarang kamu sudah pulang dalam keadaan
selamat. Ibu sudah cukup senang,”gumam ibu Aladin lirih.
“Jin bantu
kami sediakan makanan karena kami kelaparan sudah seharian tidak makan!”pinta
Aladin setelah ia menggosok lampu wasiat. Mereka lalu makan dengan lahap.
Maka sejak
saat itu, kehidupan Aladin dan ibunya berubah drastis. Dengan perhiasan yang di
dapat Aladin dari dalam gua mereka lalu membuka usaha perdagangan yang cukup
maju. Mereka kini menjadi juragan yang kaya raya. Kemiskinan yang mereka alami
selama bertahun-tahun telah hilang dari kehidupan mereka.
Kisah Aladin
dan ibunya selalu diselimuti kebahagiaan hingga pada suatu hari lewatlah
rombongan kerajaan Baghdad di depan rumah Aladin. Rombongan itu ternyata
membawa Putri Jasmine, anak semata wayang Raja Baghdad yang ingin berkeliling
kerajaan untuk menghilangkan kejenuhan karena terus tinggal di dalam istana.
Kecantikan
Putri Jasmine ternyata menarik perhatian Aladin. Ia langsung jatuh cinta pada
pandangan pertama. Setiap hari setiap waktu bayangan wajah sang putri terus
memenuhi isi kepalanya. Akhirnya karena sudah tidak tahan lagi ia menceritakan
hal itu pada ibunya.
“Aku ingin
menikah dengan Putri Jasmine, Ibu…!”rengek Aladin seperti anak kecil.
“Jangan
khawatir, Nak. Ibu akan turuti permintaanmu. Besok aku akan ke istana raja
untuk melamar Putri Jasmine. Jika jodoh pasti tidak akan kemana. Kamu doakan
saja agar lamaran ibu diterima,”jawab Ibu mencoba menenangkan hati putra
kesayangannya itu.
Dan berangkatlah
keesokan harinya, Aladin dan ibunya membawa emas permata melamar Putri
Jasmine. Ternyata lamaran Aladin diterima dengan senang hati oleh Raja dan
Putri Jasmine.
“Besok aku
dan putriku akan datang ke istana kalian untuk mempersiapkan pernikahan ini. Anakku
pasti akan senang menikah dengan anakmu,”ucap Raja Baghdad senang bukan main
karena anaknya akhirnya akan menikah.
Mereka lalu
menikah dan hidup bahagia di dalam istana megah yang dibuat oleh Jin lengkap
dengan pelayan dan prajurit penjaga.
Namun
kebahagiaan mereka berakhir setelah Putri Jasmine menukar lampu wasiat Aladin
dengan lampu baru yang dijual oleh seorang pedagang barang bekas. Pedagang itu
ternyata adalah si penyihir jahat yang mengajak Aladin dulu pergi mencari lampu
wasiat.
Sang
penyihir lalu menyuruh jin yang telah ia kuasai untuk memindahkan istana dan
Putri Jasmine ke suatu tempat rahasia sehingga tidak diketahui oleh Aladin.
Tidak berapa
lama kemudian Aladin dan ibunya yang baru pulang dari negeri tetangga kaget
bukan kepalang mendapati istana tempat mereka tinggal sudah lenyap di telan
bumi. Ketika mereka bertanya pada para penduduk, tidak ada satupun yang bisa
menjawab. Beruntung Aladin ternyata masih memakai cincin pemberian si penyihir
ketika ia hendak masuk ke dalam gua dulu. Iapun meminta bantuan pada jin yang menghuni cincin tersebut.
“Jin
bantulah aku mencari istana dan istriku yang hilang,”perintah Aladin pada jin
yang menghuni cincin pemberian si penyihir.
Setelah
berusaha sekuat tenaga, jin akhirnya berhasil menemukan istana tersebut. Namun
ia menolak ketika diminta untuk menangkap si penyihir jahat.
“Sang
penyihir kini memegang lampu wasiat. Jin penghuni lampu wasiat jauh lebih kuat
daripada aku. Tubuhku bisa hancur jika memaksa bertarung dengannya,”jawab jin
cincin beralasan.
Aladin
akhirnya harus berjuang sendiri. Iapun segera menyelinap masuk ke kamar tempat
Putri Jasmine disekap. Disana si penyihir jahat ternyata tengah terlelap tidur.
Ia sangat beruntung. Ia lalu mengambil lampu wasiat yang tergeletak di meja.
Digosok-gosok berulang kali sampai jin raksasa keluar.
Pada saat
bersamaan, si penyihir ikut terbangun. Ia langsung mencabut pedangnya hendak
menyerang Aladin. Beruntung jin segera melindungi Aladin. Ia lalu menyerang
balik penyihir jahat dan dapat melumpuhkannya dengan mudah. Penyihir itu tewas
seketika.
Istana dan
Putri Jasmine kemudian bisa kembali seperti sedia kala. Aladin dan ibunya serta
Putri Jasmine kini bisa hidup bahagia selamanya. Mereka juga tidak segan
berbagi dan menolong rakyat di sekelilingnya yang kekurangan.
1 komentar untuk "ALADIN DAN LAMPU WASIAT #aladin #lampuwasiat"