LEGENDA JAKA SEGER DAN RARA ANTENG #jakaseger #raraanteng


Dahulu kala di lereng Gunung Bromo, tinggallah sepasang suami istri yang tengah menunggu kelahiran anak mereka. Sang suami adalah Raja Majapahit yang tersingkir dari kerajaannya setelah di serang oleh anaknya sendiri. Sang Raja dan para pengikutnya akhirnya menyingkir dan mendirikan perkampungan di lereng Gunung Bromo, sementara para pendeta mengungsi dan mendirikan rumah di lereng Gunung Pananjakan yang tidak jauh dari Gunung Bromo.
          Tidak lama kemudian istri Sang Raja melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Rara Anteng karena setelah lahir bayi itu diam saja. Tidak menangis seperti bayi pada umumnya yang baru lahir.
          Sedangkan di tempat yang lain yaitu di lereng Gunung Pananjakan, ketua pendeta juga memiliki seorang anak yang diberi nama Jaka Seger. Nama itu diberikan karena sang bayi setelah lahir menangis dengan kerasnya. Bayi kelihatan sehat dan segar.
          Waktupun berjalan dengan cepat. Kedua bayi tumbuh menjadi dewasa. Keduanya cantik dan tampan. Dan ternyata mereka saling jatuh cinta. Rara Anteng sangat terkenal akan kecantikannya sehingga banyak pemuda jatuh cinta dan ingin melamar dirinya. Namun cintanya tetap utuh hanya untuk Jaka Seger. Para pemuda itupun menjadi kecewa.
          Salah satu yang menyukai Rara Anteng adalah seorang pimpinan perampok yang sering merampok di wilayah itu. Ia lalu datang ke desa tempat tinggal Rara Anteng dan berbuat keonaran dengan membakar dan merusak rumah-rumah penduduk. Para warga tidak berdaya menghadapi keganasan mereka. Begitu juga Jaka Seger yang tidak memiliki kesaktian yang cukup untuk melindungi kekasihnya itu.
          “Apa maumu kisanak sehingga datang ke desa kami dengan berbuat kerusakan seperti ini?”tanya Ayahanda Rara Anteng.
          “Aku kesini untuk meminang Rara Anteng, anakmu. Dan jika pinanganku di tolak maka desa ini akan aku hancurkan hingga menjadi debu tak bersisa!”jawab sang perampok yang bernama Resi Bima.
          Rara Anteng yang takut akan keselamatan keluarga dan warga desa terancam berusaha memutar otak untuk menyelamatkan nyawa mereka semua. Akhirnya ia tampil ke depan menghadapi Resi Bima secara langsung.
          “Baiklah Resi Bima, aku akan bersedia menjadi istrimu dengan catatan kamu bisa memenuhi permintaanku yaitu membuatkan aku sebuah danau di atas Gunung Bromo. Waktumu hanya semalam. Jika gagal maka kau tidak bisa meminangku,”jelas Rara Anteng sengaja membuat permintaan yang berat agar Resi Bima gagal mewujudkan keinginannya itu.
          Mendengar permintaan Rara Anteng yang berat itu, Resi Bima ternyata makin bersemangat. Ia lalu naik ke puncak Gunung Bromo. Ia lalu mengeluarkan kesaktiannya merubah dirinya menjadi seorang raksasa. Dengan batok besar yang terbuat dari tempurung kelapa, ia mulai mengeruk tanah untuk dibentuk menjadi sebuah danau.
          Menjelang fajar, pekerjaannya hampir rampung. Hal itu membuat Rara Anteng cemas bukan main. Ia lalu meminta seluruh warga desa membakar ilalang disekitar lereng Gunung Bromo dan membuat bunyi-bunyian dengan menabuh lesung untuk membangunkan ayam jantan agar ramai berkokok seolah-olah hari telah terang.
          Resi Bima terkejut bukan main dengan keramain tersebut. Ia juga mengira matahari telah menyingsing dengan sempurna akibat dibakarnya ilalang oleh warga desa. Batok yang menjadi alat untuk mengeruk tanah ia tendang kuat-kuat dengan kesalnya sehingga terlempar jauh dan jatuh tertelungkup lalu berubah menjadi Gunung Batok. Sedangkan danau yang belum selesai diberi nama Segara Wedi. Resi Bima akhirnya tidak jadi menikahi Rara Anteng.
          Rara Anteng lalu menikah dengan Jaka Seger. Mereka berdua lalu berdoa di tepi puncak Gunung Bromo agar dikarunia anak yang banyak dan berjanji akan memberikan salah satu anaknya sebagai sesaji di kawah Bromo jika keinginannya itu terpenuhi.
          Doa mereka terkabul. Istrinya lalu melahirkan berkali-kali anak kembar hingga sebanyak dua puluh lima anak. Mereka tumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. Hal itu membuat Rara Anteng dan Jaka Seger tidak rela memberikan salah satu anaknya itu untuk menjadi sesaji di puncak Gunung Bromo seperti janjinya dulu. Padahal jika itu tidak dilakukan maka bencana akan datang di desa mereka.
          Singkat kata setelah hal itu diutarakan kepada mereka ternyata anaknya si bungsu bernama Raden Kusuma bersedia dikorbankan demi keselamatan banyak orang. Namun ia minta agar setiap tahun pada tanggal 14 bulan Kasada (Ke-dua belas) saudara- saudaranya dan para warga memberi sesajen berupa tumpeng, hasil bumi dan ternak ke dalam kawah Gunung Bromo.
          Ritual yang dikenal dengan nama Yadnya Kasada itu kini menjadi tradisi masyarakat Suku Tengger yang  tinggal di Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Mereka adalah anak keturunan Jaka Seger dan Rara Anteng.

Posting Komentar untuk "LEGENDA JAKA SEGER DAN RARA ANTENG #jakaseger #raraanteng"