Dahulu kala di lereng Gunung Bromo,
tinggallah sepasang suami istri yang tengah menunggu kelahiran anak mereka.
Sang suami adalah Raja Majapahit yang tersingkir dari kerajaannya setelah di
serang oleh anaknya sendiri. Sang Raja dan para pengikutnya akhirnya menyingkir
dan mendirikan perkampungan di lereng Gunung Bromo, sementara para pendeta
mengungsi dan mendirikan rumah di lereng Gunung Pananjakan yang tidak jauh dari
Gunung Bromo.
Tidak
lama kemudian istri Sang Raja melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi
nama Rara Anteng karena setelah lahir bayi itu diam saja. Tidak menangis
seperti bayi pada umumnya yang baru lahir.
Sedangkan
di tempat yang lain yaitu di lereng Gunung Pananjakan, ketua pendeta juga
memiliki seorang anak yang diberi nama Jaka Seger. Nama itu diberikan karena
sang bayi setelah lahir menangis dengan kerasnya. Bayi kelihatan sehat dan
segar.
Waktupun
berjalan dengan cepat. Kedua bayi tumbuh menjadi dewasa. Keduanya cantik dan
tampan. Dan ternyata mereka saling jatuh cinta. Rara Anteng sangat terkenal
akan kecantikannya sehingga banyak pemuda jatuh cinta dan ingin melamar
dirinya. Namun cintanya tetap utuh hanya untuk Jaka Seger. Para pemuda itupun
menjadi kecewa.
Salah
satu yang menyukai Rara Anteng adalah seorang pimpinan perampok yang sering
merampok di wilayah itu. Ia lalu datang ke desa tempat tinggal Rara Anteng dan
berbuat keonaran dengan membakar dan merusak rumah-rumah penduduk. Para warga
tidak berdaya menghadapi keganasan mereka. Begitu juga Jaka Seger yang tidak
memiliki kesaktian yang cukup untuk melindungi kekasihnya itu.
“Apa
maumu kisanak sehingga datang ke desa kami dengan berbuat kerusakan seperti
ini?”tanya Ayahanda Rara Anteng.
“Aku
kesini untuk meminang Rara Anteng, anakmu. Dan jika pinanganku di tolak maka
desa ini akan aku hancurkan hingga menjadi debu tak bersisa!”jawab sang
perampok yang bernama Resi Bima.
Rara
Anteng yang takut akan keselamatan keluarga dan warga desa terancam berusaha
memutar otak untuk menyelamatkan nyawa mereka semua. Akhirnya ia tampil ke
depan menghadapi Resi Bima secara langsung.
“Baiklah
Resi Bima, aku akan bersedia menjadi istrimu dengan catatan kamu bisa memenuhi
permintaanku yaitu membuatkan aku sebuah danau di atas Gunung Bromo. Waktumu hanya
semalam. Jika gagal maka kau tidak bisa meminangku,”jelas Rara Anteng sengaja
membuat permintaan yang berat agar Resi Bima gagal mewujudkan keinginannya itu.
Mendengar
permintaan Rara Anteng yang berat itu, Resi Bima ternyata makin bersemangat. Ia
lalu naik ke puncak Gunung Bromo. Ia lalu mengeluarkan kesaktiannya merubah
dirinya menjadi seorang raksasa. Dengan batok besar yang terbuat dari tempurung
kelapa, ia mulai mengeruk tanah untuk dibentuk menjadi sebuah danau.
Menjelang
fajar, pekerjaannya hampir rampung. Hal itu membuat Rara Anteng cemas bukan
main. Ia lalu meminta seluruh warga desa membakar ilalang disekitar lereng
Gunung Bromo dan membuat bunyi-bunyian dengan menabuh lesung untuk membangunkan
ayam jantan agar ramai berkokok seolah-olah hari telah terang.
Resi
Bima terkejut bukan main dengan keramain tersebut. Ia juga mengira matahari
telah menyingsing dengan sempurna akibat dibakarnya ilalang oleh warga desa. Batok
yang menjadi alat untuk mengeruk tanah ia tendang kuat-kuat dengan kesalnya
sehingga terlempar jauh dan jatuh tertelungkup lalu berubah menjadi Gunung
Batok. Sedangkan danau yang belum selesai diberi nama Segara Wedi. Resi Bima
akhirnya tidak jadi menikahi Rara Anteng.
Rara
Anteng lalu menikah dengan Jaka Seger. Mereka berdua lalu berdoa di tepi puncak
Gunung Bromo agar dikarunia anak yang banyak dan berjanji akan memberikan salah
satu anaknya sebagai sesaji di kawah Bromo jika keinginannya itu terpenuhi.
Doa
mereka terkabul. Istrinya lalu melahirkan berkali-kali anak kembar hingga sebanyak
dua puluh lima anak. Mereka tumbuh menjadi anak yang sehat dan pintar. Hal itu
membuat Rara Anteng dan Jaka Seger tidak rela memberikan salah satu anaknya itu
untuk menjadi sesaji di puncak Gunung Bromo seperti janjinya dulu. Padahal jika
itu tidak dilakukan maka bencana akan datang di desa mereka.
Singkat
kata setelah hal itu diutarakan kepada mereka ternyata anaknya si bungsu bernama
Raden Kusuma bersedia dikorbankan demi keselamatan banyak orang. Namun ia minta
agar setiap tahun pada tanggal 14 bulan Kasada (Ke-dua belas) saudara-
saudaranya dan para warga memberi sesajen berupa tumpeng, hasil bumi dan ternak
ke dalam kawah Gunung Bromo.
Ritual yang dikenal dengan nama Yadnya
Kasada itu kini menjadi tradisi masyarakat Suku Tengger yang tinggal di Kabupaten Malang, Pasuruan,
Probolinggo dan Lumajang. Mereka adalah anak keturunan Jaka Seger dan Rara
Anteng.
Posting Komentar untuk "LEGENDA JAKA SEGER DAN RARA ANTENG #jakaseger #raraanteng"