Ia
dilatih ilmu perang dan bela diri sejak kecil agar kelak bisa menjadi panglima
yang cakap sehingga dapat melindungi desanya dari serangan musuh.
“Ayah
yakin jika kau giat berlatih maka kelak kau akan sama hebatnya atau malah bisa
lebih hebat dari ayahmu ini,”ucap Panglima Wire memberi semangat. Caadara
mengangguk patuh.
Hari
berganti bulan dan bulan berganti tahun, Caadara tumbuh menjadi pemuda yang
tampan, kuat, cerdas dan tentu santun tingkah lakunya. Ia menjadi pemimpin bagi
teman-teman sebaya di desanya. Panglima Wire lalu berkeinginan untuk mengetes
kemampuan Caadara dalam kondisi sesungguhnya.
“Anakku
pergilah ke hutan bersama teman-temanmu. Gunakanlah ilmumu untuk mencari hewan
buruan sebanyak-banyaknya. Kemampuanmu dalam memimpin akan terlihat dari
seberapa banyak hewan buruan yang kalian tangkap,”perintah Panglima Wire dalam
usaha menggembleng putra kesayangannya itu.
Maka
berangkatlah Caadara bersama beberapa pemuda Kramuderu menembus lebatnya rimba
belantara. Mereka membawa bekal secukupnya. Tidak mudah mendapat hewan buruan. Namun
Caadara tidak pernah menyerah. Hampir seminggu lamanya mereka berada di dalam
hutan. Beberapa hewan buruan seperti rusa, babi dan ular berhasil mereka
tangkap.
Dan
setelah dirasa cukup, Caadara memutuskan untuk mengakhiri petualangan mereka. Rombongan
itu lalu pulang ke desa dengan mengikuti jejak-jejak yang telah mereka tandai
agar tidak tersesat sejak keberangkatannya beberapa hari yang lalu,
Namun
ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa ekor anjing yang menandakan
adanya rombongan lain di hutan itu. Caadara lalu mengatur strategi karena siapa
tahu anjing itu milik suku lain yang bermusuhan dengan mereka.
Dugaan
Caadara ternyata benar. Anjing pemburu itu ternyata milik orang-orang dari Suku
Kuala, musuh yang sering mengganggu desa mereka. Jumlahnya mencapai 50 orang. Tidak
sebanding dengan pasukan milik Caadara, Namun ia tidak gentar. Dengan bersenjatakan busur, panah, tombak dan pedang ia
memerintahkan teman-temannya untuk bergerak naik ke arah bukit untuk membentuk benteng
pertahanan.
Pekikan
tinggi Suku Kuala menandakan pertempuran yang hebat. Caadara berada di garis
terdepan menghadapi serangan mereka. Dan ia berhasil melumpuhkan banyak
lawan-lawannya. Sehingga merekapun terdesak dan akhirnya beberapa yang selamat
lari menyelamatkan diri ke tengah hutan.
Kepemimpinan
Caadara berhasil menyelamatkan teman-temannya. Meski ada beberapa yang terluka
namun mereka tidak ada yang tewas. Mereka lalu kembali ke desa dan disambut
meriah oleh Panglima Wire dan penduduk dengan suka cita.
Caadara
diberi penghargaan berupa kalung gigi hewan, dihiasi bulu burung kasuari dan
cenderawasih yang indah. Malam harinya Caadara menceritakan semua kejadian yang
mereka alami selama berburu hingga bertemu dengan rombongan dari Suku Kuala.
Ia
juga menceritakan semua strateginya untuk mengalahkan musuhnya itu. Kelak
siasatnya itu akan dikenal masyarakat sebagai siasat perang “Caadara Ura” yang
akan terus dipelajari turun temurun. Pemuda Kramederu belajar cara melempar
senjata, menyerbu dan mempertahankan diri dari serangan lawan dengan
menggunakan ilmu bela diri yang diajarkan Caadara.
Ayahnya,
Panglima Wirepun tidak lama kemudian mengangkat Caadara sebagai panglima perang
menggantikan dirinya yang sudah menua.
Posting Komentar untuk "PANGLIMA PERANG CAADARA (Cerita dari Papua) #papua #caadara"