PANGLIMA PERANG CAADARA (Cerita dari Papua) #papua #caadara


           
Alkisah, tinggallah seorang panglima perang yang hebat dan berkuasa di Desa Kramuderu, Papua. Namanya Panglima Wire.  Karena merasa sudah semakin tua, maka ia menyiapkan putranya untuk menjadi pengganti dirinya. Nama anak yang beruntung itu adalah Caadara.
            Ia dilatih ilmu perang dan bela diri sejak kecil agar kelak bisa menjadi panglima yang cakap sehingga dapat melindungi desanya dari serangan musuh.
            “Ayah yakin jika kau giat berlatih maka kelak kau akan sama hebatnya atau malah bisa lebih hebat dari ayahmu ini,”ucap Panglima Wire memberi semangat. Caadara mengangguk patuh.
            Hari berganti bulan dan bulan berganti tahun, Caadara tumbuh menjadi pemuda yang tampan, kuat, cerdas dan tentu santun tingkah lakunya. Ia menjadi pemimpin bagi teman-teman sebaya di desanya. Panglima Wire lalu berkeinginan untuk mengetes kemampuan Caadara dalam kondisi sesungguhnya.
            “Anakku pergilah ke hutan bersama teman-temanmu. Gunakanlah ilmumu untuk mencari hewan buruan sebanyak-banyaknya. Kemampuanmu dalam memimpin akan terlihat dari seberapa banyak hewan buruan yang kalian tangkap,”perintah Panglima Wire dalam usaha menggembleng putra kesayangannya itu.
            Maka berangkatlah Caadara bersama beberapa pemuda Kramuderu menembus lebatnya rimba belantara. Mereka membawa bekal secukupnya. Tidak mudah mendapat hewan buruan. Namun Caadara tidak pernah menyerah. Hampir seminggu lamanya mereka berada di dalam hutan. Beberapa hewan buruan seperti rusa, babi dan ular berhasil mereka tangkap.
            Dan setelah dirasa cukup, Caadara memutuskan untuk mengakhiri petualangan mereka. Rombongan itu lalu pulang ke desa dengan mengikuti jejak-jejak yang telah mereka tandai agar tidak tersesat sejak keberangkatannya beberapa hari yang lalu,
            Namun ditengah perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa ekor anjing yang menandakan adanya rombongan lain di hutan itu. Caadara lalu mengatur strategi karena siapa tahu anjing itu milik suku lain yang bermusuhan dengan mereka.
            Dugaan Caadara ternyata benar. Anjing pemburu itu ternyata milik orang-orang dari Suku Kuala, musuh yang sering mengganggu desa mereka. Jumlahnya mencapai 50 orang. Tidak sebanding dengan pasukan milik Caadara, Namun ia tidak gentar. Dengan bersenjatakan  busur, panah, tombak dan pedang ia memerintahkan teman-temannya untuk bergerak naik ke arah bukit untuk membentuk benteng pertahanan.
            Pekikan tinggi Suku Kuala menandakan pertempuran yang hebat. Caadara berada di garis terdepan menghadapi serangan mereka. Dan ia berhasil melumpuhkan banyak lawan-lawannya. Sehingga merekapun terdesak dan akhirnya beberapa yang selamat lari menyelamatkan diri ke tengah hutan.
            Kepemimpinan Caadara berhasil menyelamatkan teman-temannya. Meski ada beberapa yang terluka namun mereka tidak ada yang tewas. Mereka lalu kembali ke desa dan disambut meriah oleh Panglima Wire dan penduduk dengan suka cita.
            Caadara diberi penghargaan berupa kalung gigi hewan, dihiasi bulu burung kasuari dan cenderawasih yang indah. Malam harinya Caadara menceritakan semua kejadian yang mereka alami selama berburu hingga bertemu dengan rombongan dari Suku Kuala.
            Ia juga menceritakan semua strateginya untuk mengalahkan musuhnya itu. Kelak siasatnya itu akan dikenal masyarakat sebagai siasat perang “Caadara Ura” yang akan terus dipelajari turun temurun. Pemuda Kramederu belajar cara melempar senjata, menyerbu dan mempertahankan diri dari serangan lawan dengan menggunakan ilmu bela diri yang diajarkan Caadara.
            Ayahnya, Panglima Wirepun tidak lama kemudian mengangkat Caadara sebagai panglima perang menggantikan dirinya yang sudah menua.

Posting Komentar untuk "PANGLIMA PERANG CAADARA (Cerita dari Papua) #papua #caadara"