PANGLIMA PERANG DESA BULILI (Cerita dari Sulawesi Tengah) #desabulili #sulawesitengah


Dahulu kala ada sebuah desa di Sulawesi Tengah yang masyarakatnya selalu  hidup aman dan tenteram. Desa Bulili namanya. Desa ini dijaga keamanannya oleh tiga orang tadulako atau panglima perang. Mereka adalah Bantaili, Molove dan Makeku.
Ketiganya memiliki kesaktian tiada tanding sehingga tidak ada yang berani mengganggu warga desa. Beberapa perampok yang datang hendak melakukan kejahatan selalu berhasil ditumpas habis.
Pada suatu hari desa tersebut kedatangan Raja Sigi yang tertarik pada salah seorang warganya. Gadis cantik itupun dipersunting untuk menjadi permaisurinya. Raja Sigi lalu tinggal beberapa waktu lamanya hingga istrinya tersebut hamil.
Namun entah kenapa, Raja tersebut kemudian pamit untuk kembali ke kerajaannya. Alasannya ada beberapa urusan penting yang harus diselesaikan. Permaisuri barunya itu ia tinggal di desa dan tidak dibawa serta ke istana.
Waktu kemudian berlalu dengan cepat. Istrinyapun melahirkan tanpa didampingi sang suami tercinta. Bayinya perempuan dan cantik seperti ibunya. Selama ditinggal Raja Sigi suaminya, si ibu harus berjuang menghidupi anaknya seorang diri. Raja Sigi sepertinya sudah tidak mau bertanggung jawab untuk menafkahi.
Hal itu membuat para pemuka adat resah dan kecewa dengan sikap Raja Sigi. Mereka lalu memutuskan untuk mengirim kedua panglima perangnya, Makeku dan Bantaili untuk meminta pertanggungjawaban Raja Sigi. Apalagi istrinya bukan orang berada. Boleh dibilang hidup serba kekurangan. Namun setibanya di istana, mereka disambut dengan sinis oleh Raja Sigi.
“Maafkan atas kelancangan kami, Baginda. Tapi kami datang mewakili istri paduka  untuk meminta bantuan  membiayai kehidupan putri paduka yang baru lahir,”mohon tadulako Makeku dengan sopan.
“Sebenarnya aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan wanita itu. Apalagi ada banyak urusan yang harus aku selesaikan. Jadi sebaiknya kalian pulang saja,”balas Raja Sigi ketus.
“Kami tidak bisa kembali dengan tangan kosong, Baginda. Apakah tidak ada sedikitpun terbersit rasa kasihan untuk istri dan anak Baginda yang baru lahir. Mereka orang miskin dan sangat butuh bantuan ,”ucap Panglima Perang Bantaili mencoba bersabar.
“Baiklah jika itu mau kalian. Di belakang istana ada lumbung padi yang cukup penuh isinya. Kalau kalian bisa, angkat saja sendiri. Aku tidak mau mengotori tanganku yang halus ini,”jawab Raja Sigi sekenanya saja. Ia pikir kedua orang dihadapannya ini tidak akan mungkin bisa membawa lumbung besar tempat persediaan makanan istana itu disimpan.
Merasa telah mendapat ijin, kedua panglima perang itupun dengan entengnya membawa lumbung padi untuk di bawa pulang dan diserahkan ke istri Raja Sigi. Mereka memiliki kesaktian luar biasa sehingga bisa melakukan hal itu dengan mudah.
Tentu saja Raja Sigi menjadi marah karenanya. Ia lalu mengerahkan para prajuritnya untuk mengejar dan menangkap kedua panglima perang itu. Namun usaha mereka gagal ketika tiba disebuah sungai besar yang deras airnya.
Tadulako Makeku dan Bantaili bisa menyeberangi sungai dengan sekali lompat.  Sementara para prajurit yang mengejar mereka, walaupun menunggang kuda, mereka tidak sanggup untuk melompati sungai yang demikian lebar. Apalagi mereka juga tidak memiliki kesaktian yang cukup untuk menandingi kedua tadulako sakti itu. Mereka lalu kembali ke istana dengan tangan hampa.

Posting Komentar untuk "PANGLIMA PERANG DESA BULILI (Cerita dari Sulawesi Tengah) #desabulili #sulawesitengah"