Alkisah, dahulu kala di daerah Mandar, Sulawesi Barat, tinggallah seorang gadis cantik jelita bernama Samba. Ia hidup bersama adiknya yang baru berumur sepuluh tahun. Keduanya anak yatim piatu. Mereka tinggal di tengah hutan di rumah peninggalan orang tuanya.
Karena hanya berdua, mereka hidup rukun saling menyayangi. Meski hanya berdua dan hidup sederhana mereka tidak pernah mengeluh. Justru keduanya terus bersyukur karena banyak tanaman buah dan sayur yang tumbuh di hutan yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk beras mereka dapatkan di pasar dengan apa saja yang mereka dapatkan di hutan. Ada buah, sayur atau jika ada kayu bakar untuk ditukar.
Namun biasanya mereka makan jepa untuk mengisi perut yang lapar. Jepa adalah roti pipih terbuat dari bahan singkong dan parutan kelapa. Warnanya putih kecokelatan dan beraroma singkong bakar. Biasanya makanan ini disantap bersama ikan teri atau cumi.
Warga yang mengenalnya sering memanggil gadis cantik yang baik hati itu dengan Samba Paria karena di sekeliling rumah panggungnya diselimuti oleh tanaman pare yang menjalar hingga ke atap rumah. Rumah itu semakin terkucil karena selain jauh dari pemukiman penduduk juga dikelilingi oleh pepohonan rindang berusia ratusan tahun.
Pada suatu hari, ketika tengah asyik memakan jepa, adiknya tidak sengaja menjatuhkan makanan yang masih hangat itu ke tanah. Jepa itu dibiarkan saja karena sudah kotor penuh tanah.
Tidak jauh dari tempat itu, rombongan Raja Mandar tengah asyik berburu binatang. Anjing-anjing kesayangannya ikut membantu. Gonggongannya kencang memecah kesunyian hutan. Seekor diantaranya kembali sambil menggigit sepotong kue jepa di mulutnya yang masih hangat. Hal itu membuat Raja terheran-heran. Bagaimana bisa ada sepotong kue hangat di tengah hutan belantara seperti ini.
Karena penasaran, Raja dan para pengawalnya mencari tahu darimana asal kue jepa tersebut. Mereka akhirnya sampai di rumah Samba Paria. Raja lalu jatuh cinta setelah bertemu gadis cantik jelita itu. Ia lalu menculiknya dan membawanya secara paksa ke istana. Samba Paria berusaha melawan karena ia tidak ingin meninggalkan adiknya seorang diri. Saat itu adiknya tersebut tengah mencari air di sungai untuk minum Raja dan para pengawalnya.
Ketika ia pulang, ia sudah tidak bisa menemukan sang Kakak. Anak itu tahu kakaknya telah di bawa oleh Raja Mandar ke istananya. Namun ternyata Kakaknya meninggalkan jejak berupa sobekan daun paria di sepanjang jalan. Adiknya lalu mengikuti terus petunjuk yang dibuat oleh Kakaknya itu hingga tiba di istana.
“Kak Samba dimana kamu? Keluarlah, Kak…. Perlihatkanlah wajah Kakak di jendela seandainya tidak mau bertemu denganku,”teriak Adiknya itu dengan penuh harap. Namun Raja yang tahu kehadirannya justru memperlihatkan wajah kucing kesayangannya di jendela. Sementara Samba Paria di kurung di kamar. Tidak boleh menemui adiknya itu.
Kali berikutnya Raja memperlihatkan kaki kucingnya ketika anak itu meminta kakaknya untuk menjulurkan kedua tangannya. Tentu saja ia menjadi sedih bukan main diperlakukan seperti itu. Ia merasa Samba Paria kakaknya sudah tidak mau bertemu dengannya. Adiknya itu kembali ke rumah. Namun sebelumnya ia menanam sebatang pohon kelor di depan istana.
“Jika batang kelor ini layu itu tandanya aku sedang sakit keras. Apalagi kalau sampai mati, maka mati pula diriku!”ucapnya sebelum berlalu pergi.
Maka hari-hari berikutnya Samba Paria hanya bisa menyaksikan daun kelor itu semakin layu dan sebentar lagi mati. Tentu saja itu sangat mengkhawatirkan dirinya. Samba Paria tidak rela kehilangan adik yang begitu ia sayang.
Ia lalu mencari cara untuk melarikan diri dari istana. Ketika Raja dan para pengawalnya sedang berburu, ia mengajak para dayangnya mandi di sungai. Samba Paria lalu menjatuhkan cincinnya ke sungai sehingga para dayang itu sibuk mencarinya. Ketika mereka lengah, Samba Paria lalu kabur dengan mengendarai kuda untuk segera menemui adiknya.
Ia lalu mendapati sang adik yang tengah sakit keras. Ia memberinya obat dan makanan yang dibawa dari istana. Berkat kecekatannya dalam merawat, nyawa sang adik berhasil diselamatkan.
Namun hari berikutnya mereka kedatangan Raja yang tampak sangat marah kepada Samba Paria yang kabur dari istana. Raja datang seorang diri. Tentu saja hal itu sangat mengkhawatirkan Samba Paria.
Ia lalu membuat adonan dari cabai, merica, daun kelor yang dicampur dengan abu gosok. Ketika Raja membuka pintu rumah, adonan itu disiramkan ke wajahnya sehingga Raja menjerit menahan rasa perih dimatanya. Ia lalu jatuh terjungkal dan meninggal dunia karena kepala bagian belakangnya membentur tangga rumah berkali-kali.
Sejak saat itu Samba Paria dan adiknya bisa hidup tenang dan bahagia.
Posting Komentar untuk "SAMBA PARIA (Cerita Dari Sulawesi Barat) #sambaparia #sulawesibarat"