Alkisah, dahulu kala di masa kerajaan
Mataram, seorang selir Sultan Agung yang sedang hamil berhasil melahirkan
seorang bayi mungil yang sehat dan tampan.
Namun muncul suatu kekhawatiran pada
saat itu karena ada orang sakti yang meramal bayi itu kelak bisa menggoyang
takhta kerajaan jika tetap dibesarkan di dalam kerajaan.
Berdasarkan rapat para petinggi
kerajaan, akhirnya sang bayi dititipkan kepada Ki Gede Cempaluk untuk dirawat
dan dibesarkan dengan baik. Sultan Agung memberikan tanah di daerah Gambiran
kepadanya untuk dijadikan padepokan sekaligus tempat merawat bayi tampan
tersebut yang diberi nama Jaka Bau (kelak ia akan lebih dikenal sebagai
Bahurekso).
Jaka Bau lalu tumbuh menjadi anak
yang sehat dan pintar. Ia dan teman-teman sebayanya sering bermain
perang-perangan. Mereka memang bercita-cita menjadi panglima perang kerajaan
Mataram.
Dibawah bimbingan Ki Gede Cempaluk,
Jaka Bau tumbuh menjadi pemuda yang tangguh, baik hati serta mempunyai
kesaktian tinggi dibandingkan teman-teman seperguruannya yang lain. Di daerah
Pantura namanya sangat disegani.
“Jaka Bau anakku. Aku rasa sudah
saatnya kau mengabdikan dirimu di Kerajaan Mataram. Berangkatlah besok ke sana
dengan membawa surat ini. Berikan langsung pada Sultan Agung, maka kau akan
diterima dengan baik disana,” pesan Ki Gede Cempaluk sambil menyerahkan surat
yang berisi data diri Jaka Bau.
Jaka Bau meskipun dengan berat hati
akhirnya berangkat juga menuju ke Mataram. Ia lalu menyerahkan surat dari Ki
Gede Cempaluk pada Sultan Agung yang tampak terkejut dan sekaligus terharu
bahagia melihat putranya yang ia titipkan dulu pada Ki Gede Cempaluk kini telah
tumbuh besar, tampan dan memiliki sikap sopan santun serta tutur bahasa yang
baik. Sultan Agung memeluknya dengan penuh kehangatan.
Karir keprajuritan Jaka Bau melesat
dengan cepat. Ia mampu melaksanakan setiap tugas yang diembannya dengan sangat
baik. Salah satunya ketika berhasil menaklukan raja Uling di wilayah Sigawok.
Sepulang dari sana ia mendapat gelar Tumenggung Bahurekso dari Sultan Agung
atas prestasinya tersebut. Tumenggung Bahurekso lalu menanam pohon beringin di
sebelah barat dan timur sungai yang hingga kini tumbuh ditengah alun-alun kota
Pekalongan dan alun-alun Batang.
Ia kemudian dilantik menjadi bupati
Kendal. Nama Pekalongan sendiri muncul setelah Tumenggung Baurekso bertapa
ngalong (kelelawar) di hutan Gambiran. Bertapa ngalong adalah kegiatan bertapa
namun dengan posisi terbalik (kepala di bawah) seperti seekor kelelawar.
Nah, sejak saat itu daerah Gambiran
dan sekitarnya diberi nama daerah “Pekalongan.” Uniknya Bahurekso sendiri
justru menikah dengan Dewi Lanjar yaitu ratu penguasa mahluk halus di Pantai
Utara Jawa yang terus mengganggu ketika ia tengah bersemedi. Merekapun hidup
damai dan tenteram.
Posting Komentar untuk "ASAL USUL KOTA PEKALONGAN #pekalongan"