Alkisah
dahulu kala di sebuah desa hiduplah sepasang suami istri yang memiliki dua
orang anak bernama Bawang Merah dan Bawang Putih. Bawang Putih yang lebih tua
adalah saudara tiri dari Bawang Merah. Ia adalah anak bawaan ayahnya dari istri
sebelumnya yang sudah meninggal.
Sang
ayah yang sibuk berdagang jarang ada dirumah karena selalu berkeliling ke luar
kota dan hanya pulang tiga hari sekali sehingga ia tidak mengetahui betapa
kejam perangai istri dan anaknya, Bawang Merah, terhadap Bawang Putih yang
rajin dan penurut.
Mereka
berdua memperlakukan Bawang Putih seperti seorang pembantu. Hanya ketika
ayahnya ada di rumah mereka pura-pura bersikap baik namun setelah itu Bawang
Putih dipaksa melakukan hampir semua pekerjaan rumah. Mulai dari memasak,
mencuci baju hingga membersihkan rumah semua dilakukan oleh Bawang Putih. Ibu
dan adiknya hanya duduk-duduk dan bersenang-senang saja kerjanya setiap hari.
Pada
suatu hari ketika ibunya dan Bawang Merah pergi untuk berbelanja ke pasar,
Bawang Putih sibuk mencuci pakaian di sungai tidak jauh dari rumah mereka. Meski
lelah dan capek, Bawang Putih tidak pernah mengeluh. Ia sudah terbiasa bekerja
keras sehingga ia tabah saja menjalani hal itu.
Namun
karena kurang hati-hati, salah satu baju ibunya ternyata hanyut terbawa arus
sungai yang cukup deras. Bawang Putih menjadi
cemas bukan main. Ia pasti akan dimarahi habis-habisan jika pulang tanpa
membawa pakaian tersebut.
Akhirnya,
Bawang Putih memutuskan untuk mencarinya dulu sampai ketemu sebelum pulang ke
rumah. Iapun berjalan menyusuri sungai berkilo-kilo meter jauhnya. Di setiap
jalan ia terus bertanya tentang pakaian ibunya itu kepada orang yang ia temui. Namun
hasilnya nihil. Hampir semuanya mengaku tidak tahu.
“Maaf,
Nak, ibu baru pulang dari pasar jadi tidak sempat memperhatikan pakaian hanyut
di sungai. Coba kau tanyakan Mbok Rondo yang rumahnya di dekat sungai itu. Dia itu
bercocok tanam dekat sungai dan juga sering mencuci baju di sana, jadi siapa
tahu ia sempat melihat pakaian ibumu yang hanyut,”jelas seorang perempuan yang baru pulang dari pasar sambil
menggendong anak perempuannya.
Bawang
Putih jadi bersemangat mendengar jawaban ibu itu. Ia lalu bergegas menemui
wanita yang dimaksud yang bernama Mbok Rondo. Dan jawaban wanita tua itu sungguh
melegakan hatinya. Mbok Rondo ternyata tadi pagi melihat sebuah pakaian yang
hanyut di sungai. Ia mengambilnya dan mencuci kembali lalu menjemurnya bersama
pakaian miliknya yang lain.
“Namun
karena hari sudah petang, kusarankan sebaiknya kau menginap saja dulu di rumah
nenek. Besok pagi baru kau bisa pulang. Takut ada apa-apa di jalan. Apalagi kamu
masih muda dan cantik,”ujar Mbok Rondo menasehati. Bawang Putih setuju. Ia
tidak mau mengambil resiko.
Maka
iapun menginap semalam di rumah Mbok Rondo. Pagi harinya Bawang Putih yang
rajin dan cekatan seharian ikut membantu Mbok Rondo memasak, menanam sayuran di
tegalan yang ada di tepi sungai serta mencuci pakaian di sungai. Hingga ia
tidak menyadari hari telah sore. Karenanya iapun menginap lagi semalam di rumah
wanita tua yang baik hati tersebut. Apalagi masakannya enak sekali. Bawang
Putih betah tinggal di rumah itu meski sangat sederhana.
Barulah
keesokan harinya ia memutuskan untuk pulang karena takut nanti dimarahi oleh
ibu dan adiknya yang kejam. Ia dibekali makanan dan minuman untuk bekal di
jalan oleh Mbok Rondo.
“Sebagai
hadiah, Nenek punya banyak buah pepaya. Mana yang kau pilih, cucuku?”tanya Mbok
Rondo sambil memperlihatkan beberapa buah pepaya di keranjang. Ada banyak yang
besar-besar dan matang, namun anehnya Bawang Putih justru mengambil buah yang
kecil ukurannya.
“Kenapa
tidak yang besar saja, Nak?”tanya Mbok Rondo heran.
“Ini
saja sudah cukup, Nek. Kan, kami hanya bertiga. Ini sudah lebih dari cukup. Terimakasih
ya, Nek. Lain waktu jika ada kesempatan aku pasti berkunjung kemari lagi,”balas
Bawang Putih sambil pamitan pulang. Mbok Rondo tersenyum kagum melihat
kerendahan hati Bawang Putih.
Setibanya
di rumah, seperti dugaannya, Bawang Putih dimarahi habis-habisan oleh ibunya. Meski
sudah dijelaskan kenapa ia tidak pulang selama dua hari ini adalah karena usaha
mencari pakaian ibunya yang hanyut, ibunya tidak mau menerima alasan tersebut.
Bawang Putih dikurung di dalam kamar dan tidak diberi makan seharian. Ketika ia
memberikan buah pepaya pemberian Mbok Rondo sebelum masuk ke kamar, buah itu
justru dibanting ke lantai dengan keras oleh Bawang Merah yang ikut-ikutan
memarahinya.
Namun
kemarahan mereka tiba-tiba saja reda ketika ada banyak perhiasan emas dan
permata yang ada di dalam buah pepaya berhamburan di lantai setelah buah malang
itu di banting. Keduanya saling pandang sebelum akhirnya dengan rakusnya
mengumpulkan benda-benda mahal itu. Ada cincin permata, kalung berlian, anting
maupun gelang bertahtakan zamrud biru nan mewah.
Siangnya
Bawang Putih dipanggil oleh ibunya yang kikir itu untuk ditanyakan darimana ia
mendapatkan buah pepaya berisi perhiasan mahal tersebut. Namun Bawang Putih
hanya terdiam tak mau menjawab. Ia takut mereka malah akan mencelakai Mbok
Rondo yang baik hati telah menolongnya.
“Ayolah
ceritakan pada kami bagaimana kamu bisa mendapatkan buah pepaya ajaib ini? Kami
tidak punya maksud apa-apa. Kami berdua
hanya ingin tahu dan jika mampu membalas budi baik orang yang telah menolongmu
memberikan buah langka seperti ini,”bujuk Bawang Merah. Namun Bawang Putih
hanya menggeleng.
“Ini
kau ambil saja semua perhiasan yang ada di dalam buah pepaya yang kau bawa
tadi. Tapi tolong ceritakanlah darimana kamu mendapatkannya?”timpal sang ibu
dengan penuh harap. Akhirnya Bawang Putih mau bercerita. Seluruh peristiwa yang
ia alami sejak mencuci baju di sungai hingga akhirnya menginap di rumah Mbok
Rondo yang telah menyelamatkan baju milik ibunya itu ia ceritakan dengan detail
tanpa ada satupun yang dikurangi maupun dilebihkan.
Setelah
mendengar cerita menakjubkan itu. Ibu lalu memerintahkan Bawang Merah melakukan
sesuatu persis sama seperti apa yang dilakukan oleh Bawang Putih. Tujuannya apalagi
kalau bukan didorong oleh keinginan tamak mendapatkan buah pepaya yang lebih
banyak daripada yang diperoleh oleh Bawang Putih.
Bawang
Merah mencuci baju di sungai lalu menghanyutkan sebuah baju milik ibunya. Ia kemudian
mencarinya hingga bertemu dengan Mbok Rondo. Menginap disana selama dua hari
lalu kembali dengan membawa oleh-oleh buah pepaya seperti yang didapatkan oleh
Bawang Putih. Bedanya jika Bawang Putih memilih buah pepaya kecil, Bawang Merah
yang rakus mengambil buah yang jauh lebih besar ukurannya dengan harapan bisa
mendapatkan perhiasan yang lebih banyak.
“Kakakku itu memang bodoh. Jika ada yang besar kenapa justru memilih buah kecil yang
isinya sedikit,”ucapnya sesampainya di rumah.
Ia
dan ibunya lalu masuk ke kamar dan membuka buah itu disana agar tidak dilihat
Bawang Putih yang sedang sibuk memasak di dapur. Namun sejurus kemudian
terdengar jeritan minta tolong yang menyayat hati. Bawang Putih kaget bukan
kepalang. Ia segera bergegas masuk ke kamar ibunya dan meninggalkan masakannya
yang hampir matang.
Namun
betapa terkejutnya ia melihat ibu dan adiknya itu telah terkapar dilantai
dengan tubuh membiru. Di kamar ada banyak binatang berbisa seperti ular,
kalajengking, kelabang maupun tarantula yang baru saja menyengat tubuh mereka
hingga mati keracunan karena sifat iri dengki dihati mereka berdua.
Keesokan
harinya, ayah Bawang Putih pulang dan telah mendapati istrinya dan Bawang Merah
yang sudah tiada. Dari penuturan Bawang Putih ia jadi tahu sifat mereka yang
selama ini disembunyikan darinya. Ayah lalu meminta maaf atas keteledorannya
selama ini. Ia lalu berhenti berdagang keliling dan mulai bekerja di rumah saja
sejak saat itu agar bisa merawat dan menjaga Bawang Putih dengan baik.
Berkat
hadiah berupa perhiasan mahal dari Mbok Rondo kehidupan mereka berubah sejak
saat itu. Merekapun hidup berkecukupan tak kurang suatu apa. Namun demikian
mereka tidak lupa membantu orang lain yang tengah kesusahan. Bawang Putih dan
ayahnya hidup bahagia selamanya.
Posting Komentar untuk "BAWANG MERAH dan BAWANG PUTIH #bawang"