Pada
jaman dahulu, ada sebuah desa bernama Kalachi. Desa ini terletak di tepi
pantai. Karena itu sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah nelayan.
Mereka terbiasa mencari ikan hingga ke laut lepas yang jauh.
Namun
seringkali dari mereka tidak kembali ke desa karena hilang di tengah laut.
Penduduk percaya mereka ditelan oleh pusaran air raksasa yang sangat berbahaya
di tengah laut. Mereka menyebutnya “Kalachi jo Kun.” Mereka juga percaya bahwa
di dalam pusara maut tersebut hidup seekor ikan paus yang siap memangsa siapa
saja yang masuk ke dalamnya.
Tidak
jauh dari Kalachi, tinggallah seorang nelayan bernama Aoubhayo di sebuah desa
bernama Sonmiani. Ia tinggal bersama istri dan ketujuh anaknya yang semua
laki-laki. Dari ketujuh anak itu ada si bungsu yang tubuhnya paling pendek dan
jalannya agak pincang. Sementara keenam kakaknya yang lain bertubuh kekar dan
kuat. Merekalah yang sering berangkat melaut hingga sore hari baru kembali. Sementara
si bungsu di tinggal di rumah agar tidak merepotkan jika ikut melaut. Si bungsu
bernama Moriro inipun meskipun kecewa namun ia mencoba memahami keputusan para
saudaranya tersebut.
Pada
suatu hari keenam anak itu ternyata tidak pulang setelah seharian melaut. Hal itu
membuat gempar seluruh penduduk desa. Ayah dan ibunya serta warga ikut sibuk
mencari. Namun hingga pagi kembali tiba, mereka tidak berhasil di temukan.
Penduduk percaya keenam anak tersebut telah terjebak di dalam pusaran maut “Kalachi
jo Kun.” Mendapati kenyataan tersebut, pencarianpun dihentikan dan mereka hanya
bisa berdoa agar suatu keajaiban bisa membawa kembali keenam anak tersebut
pulang ke rumah.
Setelah
semua menyerah menghadapi keadaan. Sibungsu, Moriro yang cacat tidak mau
menyerah begitu saja. Ia bangkit berdiri dan meminta ijin pada Ayah dan Ibunya
untuk berangkat ke laut menyelamatkan keenam saudaranya.
“Ijinkan
saya membawa mereka kembali? Aku yakin mereka masih hidup dan bisa kita bawa
pulang, Ayah,”pinta Moriro dengan sinar mata menyala penuh keyakinan. Karena
tekad yang begitu kuat, Ayah dan Ibunya pun akhirnya mendukung usaha Moriro
tersebut.
Ia
lalu membuat sebuah sangkar besi yang kuat dan dilengkapi paku-paku runcing di
bagian luarnya. Sangkar itu lalu diikat dengan tali yang sangat kuat dan
dikalungkan ke leher dua ekor kerbau jantan raksasa. Moriro lalu masuk ke dalam
kandang dan dengan gagah berani ia terjun ke dalam pusaran air raksasa yang
berada di tengah laut.
“Jika
tali ini sudah kuguncang, segera tarik aku keluar, ya!”perintahnya kepada para
penduduk yang ikut membantunya melakukan penyelamat tersebut.
Setelah
masuk ke dalam pusaran air, kandang itu langsung disambar oleh ikan paus
raksasa yang kelaparan. Moriro lalu mengguncang tali sehingga penduduk desa
dibantu oleh dua ekor kerbau raksasa langsung menariknya keluar. Mereka lalu
membunuh ikan itu dan mengeluarkan keenam saudara Moriro yang ternyata telah
meninggal semua.
Mereka
lalu dikuburkan di sebelah timur laut Kalachi. Dan Moriro menghabiskan sisa
hidupnya untuk menjaga makam tersebut.
Posting Komentar untuk "Kisah Moriro, Si Anak Pemberani (Cerita dari Pakistan) #pakistan"