PILIHAN TERSULIT #pilihan

Anak Anak, Splash, Asia
Lingga termenung. Ia terduduk lemas. Di pandangnya ijasah SD yang baru ia peroleh itu dengan getir. Nilainya bagus. Nyaris sempurna malah. Betapa bangga mereka yang menjadi orang tuanya. Tidak sia-sia mereka berjuang membesarkan dirinya.
          Namun air matanya mengalir membasahi pipi. Bukan bahagia tapi masa depan suram sudah menanti di depan mata. Adiknya ada tujuh. Ia yang paling besar. Orang tuanya hanya seorang buruh tani miskin. Untuk makan saja mereka kepayahan. Sehari-hari lebih sering berpuasa. Terlihat hebat memang. Namun lebih karena tidak ada yang bisa dimakan.
          Lingga ingin melanjutkan sekolah. Tapi tak tega jika melihat adik-adiknya yang juga harus sekolah. Sementara tak ada sepatah katapun dari orang tuanya untuk memintanya melanjutkan ke SMP. Bukan karena mereka tidak peduli. Tapi Lingga tahu mereka jelas tidak mampu.
          Maka tak ada pilihan lain. Ia harus menjadi dewasa sebelum waktunya. Membantu orang tua mencari nafkah demi ketujuh adiknya. Maka sejak saat itu, ia terpaksa berhenti sekolah. Banyak yang menyayangkan kenapa keputusan itu yang diambil. Bukankah ia bisa mendapat beasiswa karena prestasinya. Ia cerdas dan pintar. Baik dan penuh semangat. Banyak sekolah yang siap menampung. Banyak orang mampu yang siap membantu. Menjadi sponsor bagi sekolahnya.
          Tapi bagi Lingga itu tidak cukup. Ia mungkin bisa tertolong tapi bagaimana dengan nasib adik-adiknya? Apa para dermawan itu juga sanggup menjamin kehidupan mereka. Tentu saja tidak semudah itu. Mereka mampu,  belum tentu ikhlas bukan?
          “Maafkan saya, Bu. Untuk saat ini hanya cara inilah yang bisa saya tempuh. Kelak jika ada jalan lain, saya pasti tidak akan tinggal diam,”tolak Lingga halus ketika Bu Irma, gurunya datang untuk membujuknya melanjutkan sekolah.
          Hari-hari berikutnya ia jalani dengan penuh kesabaran. Lingga bekerja apa saja untuk bisa mendapatkan uang. Menjadi tukang parkir. Tukang angkut barang di pasar. Kerja bangunan sampai tukang cuci piring di warung-warung makan. Bahkan jika semua itu tidak ada lowongan, ia nekad jadi tukang rongsok demi mendapatkan seperak dua perak uang untuk makan adik-adiknya.
          Tangan-tangan kecilnya kini semakin kering, kusam dan letih. Namun jika melihat adik-adiknya di rumah, Lingga tetap bersemangat. Untuk menghibur diri, ia sering bermain bola di lapangan kecamatan bersama teman-temannya yang lain. Penampilannya sangat berbeda di bandingkan yang lain. Ya, dialah anak yang satu-satunya bermain bola tanpa alas kaki. Bukan sok jago, tapi ia memang tidak punya sepatu bola.
          Namun begitu penampilannya tidak boleh dipandang remeh. Tubuhnya boleh kurus dan kucel, tapi permainannya luar biasa. Geraknya sulit ditebak dan kecepatannya luar biasa. Hanya saja tenaganya cepat habis karena memang Lingga tidak cukup makanan bergizi.
          Suatu hari, selepas bermain bola, ia di datangi seorang pria paruh baya. Lingga yang tengah bersandar di bawah pohon karena kecapekan tetap menyambutnya dengan ramah ketika pria itu mengajukan beberapa pertanyaan.
          “Saya adalah pelatih salah satu klub besar Indonesia yang tengah mencari bibit-bibit berbakat untuk kita didik dan kembangkan agar menjadi pemain profesional yang sukses. Kalo kamu mau, ikutlah dengan saya dan bergabunglah dengan akademi sepak bola milik kami besok,”bujuk pria tersebut yang mengaku bernama Pak Santo.
          Lingga senang sekali mendengar tawaran tersebut. Tapi ia bingung harus bagaimana karena kondisi keluarganya sangat tidak mungkin untuk ia tinggal.
          “Maaf. Bukannya saya menolak. Tapi Bapak pasti akan mengerti jika telah datang ke rumah saya,”jawab Lingga sedih. Pak Santo lalu diajaknya main ke rumahnya. Lingga yang sudah putus asa tidak bisa berkata apa-apa lagi seandainya Pak Santo membatalkan niatnya.
          “Oh, jadi kamu tidak tega meninggalkan orang tua dan adik-adikmu ini? Tidak usah khawatir. Akan saya tanggung seluruh biaya hidup keluargamu. Kamu selain belajar bermain bola yang benar, masih tetap bisa sekolah seperti anak-anak lainnya. Akademi kami adalah salah satu yang terbaik di Indonesia,”jelas Pak Santo. Sungguh di luar dugaan Lingga.
          Akhirnya, Lingga kembali bisa melanjutkan sekolahnya sekaligus bakatnya bermain bola semakin terasah. Ia tidak perlu khawatir lagi karena keluarganya kelaparan. Pak Santo telah menanggung semua kebutuhan mereka.
          Waktu berganti dan tahun demi tahun berlalu dengan cepatnya. Lingga tumbuh menjadi pesepak bola yang hebat. Ia bermain untuk salah satu klub hebat di Eropa. Dengan gajinya sekarang, ia bisa membuat kedua orang tuanya bahagia. Adik-adiknyapun berhasil sekolah hingga jenjang yang lebih tinggi darinya. Sementara biaya pembelian dirinya yang mahal mampu membantu keuangan klub  yang telah membimbingnya sejak kecil. Pak Santo selalu bisa tersenyum sekarang jika melihat usaha gigihnya dalam membujuk Lingga akhirnya tidak sia-sia.

Posting Komentar untuk "PILIHAN TERSULIT #pilihan"