Datu Samawa, sang raja tentu tidak
tinggal diam menyaksikan penderitaan yang dialami putri kesayangannya tersebut.
Ia tak kenal lelah pergi ke berbagai tempat untuk mencari tabib sakti yang
dapat menyembuhkan putrinya tersebut. Ia pergi menemui Datu Bima, sahabatnya. Ia
juga tak segan meminta pertolongan Datu Dompu, sahabatnya yang lain untuk
meminta pengobatan, namun hasilnya nol. Putri Lala Mas Bulaeng masih menderita.
“Bersabarlah anakku, besok Ayahanda
akan membuka sayembara yang akan kita sebar ke seluruh pelosok negeri agar
tabib-tabib sakti bisa hadir kemari dan menyembuhkan dirimu,”hibur raja pada
putrinya. Putri Lala Mas Bulaeng mengangguk takjub. Betapa besar cinta sang
ayahanda hingga segala cara ia tempuh demi kesembuhan dirinya.
Keesokan harinya, para prajurit
kerajaan menyebar ke pengumuman ke berbagai tempat. Barang siapa yang bisa
menyembuhkan sang putri akan mendapat hadiah luar biasa. Jika perempuan akan
dijadikan anak angkat raja namun jika laki-laki maka akan dijadikan menantunya
atau menjadi suami sang putri. Pengumuman tersebut akhirnya menyebar hingga ke
negeri seberang. Salah satunya sampai ke telinga orang sakti yang mengaku
bernama Daeng Ujung Pandang yang berasal dari pulau Sulawesi. Ia adalah tabib
tua yang berjalan dengan terbungkuk-bungkuk. Sekilas cukup menyedihkan melihat
kondisinya tersebut.
“Saya akan coba menyembuhkan sang putri.
Jika Tuhan mengijinkan mudah-mudahan ia
bisa sembuh seperti sedia kala,”ucap Daeng Ujung Pandang seraya memohon ijin
pada raja untuk mulai bekerja menyembuhkan sang putri. Raja dengan senang hati
mempersilahkan. Untuk beberapa lama ia harus sabar menunggu apakah usaha
tersebut berhasil atau tidak.
Ternyata putri berhasil disembuhkan.
Maka Datu Samawa harus menepati janjinya untuk menikahkan putrinya tersebut
dengan Daeng Ujung Pandang. Namun tiba-tiba saja pikirannya berubah. Ia merasa
tidak rela untuk menikahkan putrinya yang masih muda dan cantik jelita itu dengan
orang tua seperti Daeng Ujung Pandang.
“Kau tidak jadi aku nikahkan dengan
putriku, Tuan. Tapi kau boleh meminta harta benda sebanyak yang kau mau. Aku
akan siap menyediakan,”jelas Datu Samawa tanpa rasa bersalah.
“Maafkan saya Baginda. Saya tidak
membutuhkan harta benda apapun. Saya hanya ingin menikahi tuan putri sesuai
janji paduka dulu. Itulah tujuan utama saya mengikuti sayembara ini. Jadi saya
minta maaf tidak bisa menerima hadiah dari paduka,”jawab Daeng Ujung Pandang sambil
pamit pulang kembali ke negerinya.
Ia lalu pergi menuju ke sebuah
tanjung, tempat sampan kecil miliknya bersandar di pelabuhan. Ternyata di
kejauhan sana, Putri Lala Mas Bulaeng berlari mengejar dirinya. Sang putri
rupanya tidak tega melihat kekecewaan kakek tersebut yang tidak diijinkan
ayahnya menikahi dirinya. Namun ia sedikit terlambat karena ketika tiba Daeng
Ujung Pandang telah mengayuh sampannya ke laut lepas untuk kembali ke negeri
tempat tinggalnya.
Namun Sang putri sempat menyaksikan bagaimana sosok tua renta
itu tiba-tiba berubah menjadi seorang pemuda yang sangat tampan ketika ia
menginjakan kakinya di dalam sampan. Sekarang putri jadi tahu bahwa ayahnya
telah salah mengambil keputusan. Ia hanya melihat seseorang dari sosok luarnya
saja. Padahal Daeng Ujung Pandang adalah seorang pemuda yang tampan dan baik
hati.
Putri Lala Mas Bulaeng lalu mencoba untuk menyusul Daeng
Ujung Pandang yang telah pergi menjauh ke tengah laut. Air mata bercucuran membasahi
pipinya yang halus hingga tidak terasa ia tergulung ombak dan meninggal di
tempat itu. Untuk mengenang peristiwa tersebut, tanjung tempat berpisah
keduanya itu diberi nama Tanjung
Menangis.
Posting Komentar untuk "LEGENDA TANJUNG MENANGIS (CERITA DARI SUMBAWA) #tanjung menangis #sumbawa"