Asal Mula Terjadinya Danau Limboto (Cerita dari Gorontalo) #danaulimboto

 

Dahulu kala, daerah Limboto merupakan hamparan lautan yang luas. Kemudian perlahan-lahan airnya surut dan berubah menjadi dataran hutan yang luas. Bermunculan pula banyak mata air yang segar dan jernih. Mata air itu menjadi tempat pemandian para bidadari kahyangan yang cantik jelita.

          Ada juga seorang dewa dari kahyangan yang turun ke bumi lalu berubah menjadi seorang pemuda tampan bernama Jilomoto.  Pada suatu hari, Jilomoto sedang berjalan-jalan di hutan dan melewati sebuah mata air yang dikenal dengan nama mata air Tupalo. Ia heran sekali ketika mendengar suara banyak perempuan sedang tertawa dan bersendau gurau dengan riang gembira.

          Karena penasaran, ia lalu mengintip dari balik rimbunnya semak-semak di tepi mata air. Dari sana Jilomoto menemukan pemandangan yang tak terduga. Ada tujuh bidadari yang sangat cantik sedang mandi. Sementara itu tujuh sayap mereka di letakkan di bebatuan yang berada di tepi mata air. Jilomoto mengambil salah satu dan menyembunyikannya di balik pohon tidak jauh dari tempatnya bersembunyi.

          Setelah selesai mandi, para bidadari itu lalu memasang sayapnya kembali dan terbang ke kahyangan. Namun ada satu yang tertinggal. Ia tidak bisa kemana-mana karena sayap miliknya lenyap. Hilang entah kemana. Bidadari itu bernama Mbu’i Bungale. Ia merupakan bidadari tertua. Ia menangis sedih setelah gagal menemukan sayap miliknya.

          Jilomoto lalu keluar dari tempat persembunyian dan bertanya pada Mbu’i Bungale apa yang membuatnya menangis.

          “Aku adalah bidadari dari kahyangan. Namun aku tidak bisa kembali ke sana karena sayap ku hilang. Seseorang pasti telah mencuri sayapku itu,” jawab Mbu’i Bungale sambil terisak-isak menahan kesedihan yang dalam.

          “Kalau begitu, sebaiknya kau ikut saja denganku. Kita menikah dan tinggal di bumi untuk membesarkan anak-anak kita,”ajak Jilomoto penuh harap.

          Mbu’i Bungale akhirnya setuju karena ia memang tidak punya pilihan lain. Mereka lalu menikah dan membuat rumah di puncak bukit Huntu lo Tiopol. Mereka beternak dan bercocok tanam untuk bertahan hidup. Meskipun serba sederhana namun mereka berdua sangat bahagia. Saling bantu dan menyayangi.

          Setelah beberapa waktu lamanya tinggal di bumi, ada utusan dari kahyangan membawa batu mustika sebesar telur itik. Batu mustika itu dinamakan Bimulela. Mbu’i Bungale meletakan Bimulela di dekat mata air Tupalo dan menutupinya dengan sebuah tudung atau caping agar tidak terkena panas dan hujan.

          Pada suatu hari, datanglah empat orang pengembara ke tempat itu. Ketika sedang beristirahat untuk melepas lelah, salah seorang diantaranya secara tidak sengaja menemukan Bimulela yang tertutup tudung atau caping. Ia lalu memanggil tiga temannya untuk melihat apa isi dibalik tudung tersebut.

          Namun ketika akan membuka tudung, tiba-tiba muncul angin besar disertai hujan dan petir yang menggelegar. Keempatnya lalu menyingkir untuk mencari perlindungan. Setelah keadaan aman kembali, mereka yang makin penasaran kembali mendekati tudung itu. Salah seorang diantaranya lalu membaca mantra sakti dan meludahi tudung itu dengan air sepahan. Mereka lalu berhasil membuka tudung dan melihat batu mustika Bimulela di dalamnya.

          Ketika akan mengambil Bimulela, Mbu’i Bungale datang bersama Jilomoto suaminya. Mereka berencana mengambil batu mustika untuk disimpan ditempat yang lebih aman.

          “Batu mustika ini milik kami karena kami yang menemukannya. Kalian berdua kan baru datang jadi jangan mengaku-aku begitu saja tanpa bukti yang kuat,”jelas salah seorang pengembara bersikeras untuk memiliki Bimulela.

          “Baiklah jika begitu. Sekarang saya tantang kalian, jika berhasil memperluas mata air Tupalo maka batu mustika itu jadi milik kalian,”ucap Mbu’i Bungale dengan nada geram karena sikap keras kepala keempat pengembara tersebut.

          Keempatnya lalu mengeluarkan segenap kesaktiannya untuk memperluas mata air Tupalo. Sayangnya meski telah berusaha sekuat tenaga, mereka gagal. Mbu’i Bungale lalu merapal mantera. Tak lama kemudian tanah bergetar dengan kerasnya dan keluarlah air yang meluap-luap dari mata air Tupalo. Mbu’i Bungale dan Jilomoto aman karena langsung berlari mencari dataran yang paling tinggi. Namun tidak dengan keempat pengembara. Mereka memanjat pohon kapas lalu berteriak-teriak ketakutan dan memohon ampun pada Mbu’i Bungale karena air terus naik dan sebentar lagi menenggelamkan tubuh mereka.

          Mbu’i Bungale sekali lagi komat kamit merapal mantera sehingga luapan air berhenti seketika. Ia lalu mengampuni keempat pengembara tersebut dan mengajaknya datang ke rumah. Namun sebelum pulang, ia lalu menyentuh batu mustika dengan lemah lembut. Keajaiban terjadi. Dari batu itu lalu muncul seorang bayi perempuan yang cantik jelita dan diberi nama Tolango Hula atau cahaya bulan. Kelak ia akan menjadi pemimpin wilayah Limboto.

          Sementara itu mata air Tupolo yang kini telah berubah menjadi sebuah danau diberi nama Bulalo lo Limutu atau sekarang lebih dikenal dengan nama Danau Limboto. Nama itu diberikan karena Mbu’i Bungale menemukan lima buah jeruk terapung-apung di tengah danau dan bentuknya persis seperti  jeruk dari kahyangan.

Posting Komentar untuk "Asal Mula Terjadinya Danau Limboto (Cerita dari Gorontalo) #danaulimboto"