Legenda Pulau Kemaro (Cerita Rakyat Sumatera Selatan)

 


Kisah cinta berikut ini menjadi saksi terjadinya sebuah delta kecil di Sungai Musi, Palembang, yang diberi nama oleh masyarakat setempat dengan sebutan Pulau Kemaro.

Alkisah, dahulu di masa kerajaan Sriwijaya ada seorang saudagar dari Cina yang tengah berkunjung ke Sriwijaya. Nama saudagar itu Tan Bun An. Ia lalu bertemu dengan putri raja yang cantik sekali bernama Siti Fatimah. Kedatangannya sejak awal sudah menarik perhatian semua orang karena diiringi keramaian tari barongsai. Sejak saat itu keduanya jadi sering bertemu karena ternyata sama-sama memiliki perasaan suka.

Raja Sriwijaya yang mengetahui hubungan tersebut kemudian memanggil sang saudagar ke istana.

“Apakah kamu serius dengan putriku?”tanya Raja penasaran.

“Ya. Saya serius, Baginda. Saya bahkan hendak melamar putri Baginda sekarang,”jawab Tan Bun An.

“Bagus kalo begitu. Tapi ada beberapa syarat agar lamaranmu kuterima. Pertama, aku ingin anakku tetap di sini setelah menikah. Jadi jangan bawa anakku ke negerimu sana. Kedua kau harus menyediakan sembilan buah guci besar berisi emas padaku. Jika dua hal itu bisa kau penuhi, maka kau bisa menikahi putriku,”ucap Raja menjelaskan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi Tan Bun An.

          Tanpa panjang lebar, Tan Bun An langsung menyetujui syarat tersebut. Ia siap untuk tinggal dan menetap di bumi Sriwijaya. Ia juga langsung mengirim merpati pos untuk menghubungi keluarganya di China agar segera menyiapkan sembilan guci berisi emas sesuai permintaan Raja.

          Orang tua Tan Bun An yang ada di China lalu mengirim sembilan guci emas permintaan sang anak menggunakan kapal laut. Untuk mengelabui para penjahat, guci berharga mahal itu di dimasuki sayuran busuk dengan bau yang sangat menyengat sehingga orang-orang tidak akan mengira jika di dalamnya benda yang sangat berharga nilainya.

          Beberapa bulan kemudian kapal tersebut tiba di Sriwijaya. Tan Bun An ditemani Raja dan Siti Fatimah lalu mengecek guci kiriman dari orang tuanya di Cina. Namun ia terkejut sekali ketika melihat guci tersebut berisi sayuran busuk. Dengan penuh emosi satu persatu guci tersebut dibuangnya ke Sungai Musi. Namun ketika akan membuang guci yang kesembilan, guci tersebut terlepas dari pegangan dan jatuh berkeping-keping. Puluhan batang emas murni berhamburan ke segala penjuru.

          Tan Bun An tertunduk sedih menyadari kebodohannya. Ia lalu bertekad untuk terjun ke sungai mengambil kembali delapan guci besar yang telah dibuangnya.

          “Jangan, Nak. Jika kau terjun ke sungai kau bisa mati tenggelam terbawa arus. Lagipula kau telah memenuhi permintaanku untuk mendatangkan sembilan guci emas kemari. Kau tetap bisa menikahi putriku,”jelas Raja untuk mencegah Tan Bun An terjun ke sungai.

          Sayangnya usaha tersebut sia-sia. Tan Bun An tetap nekad terjun ke sungai. Hingga beberapa lama di tunggu ia tidak muncul ke permukaan. Orang-orang mulai panik. Sambil terisak, tanpa pikir panjang lagi Siti Fatimah ikut juga meloncat ke sungai menyusul sang kekasih. Raja kaget sekali menyaksikan kejadian tersebut.

          Pencarian dilakukan oleh banyak orang, namun hasilnya nihil. Tan Bun An dan Siti Fatimah tidak berhasil diselamatkan. Raja hanya bisa menyesali semua peristiwa tersebut.

          Kejadian tempat putrinya dan Tan Bun An menceburkan diri tersebut lama kelamaan kemudian terbentuk endapan lalu menjadi sebuah pulau yang diberi nama Pulau Kemaro.

Diatasnya lalu dibangunlah sebuah masjid dan kelenteng untuk mengenang kisah cinta Siti Fatimah dan kekasihnya Tan Bun An.

 


Posting Komentar untuk "Legenda Pulau Kemaro (Cerita Rakyat Sumatera Selatan)"