Dahulu kala, di daerah Lampung, ada seorang raja yang memiliki banyak istri. Jumlahnya enam. Namun dari enam istrinya tersebut hanya istri yang paling muda saja yang mempunyai anak. Laki-laki dan diberi nama Sidang Belawan.
Tentu saja situasi tersebut membuat istri termudanya sangat
di sayang oleh sang raja sehingga istri-istri yang lain menjadi cemburu dan
benci sekali padanya. Sidang Belawan ikut menjadi korban dari kebencian mereka.
Ia sering diperlakukan buruk oleh mereka.
Namun berkat didikan ibunya ia bisa tumbuh menjadi pemuda
yang tampan dan pintar. Ia sangat aktif dan memiliki banyak hobi. Salah satunya
adalah memancing. Ia gemar sekali memancing.
Pada suatu hari, Sidang Belawan pamit pada ibunya untuk
memancing di sungai. Sang ibu yang tahu kesukaan anaknya itu tentu saja tidak
berani melarang.
“Tapi ingat pulangnya jangan sore-sore apalagi hingga malam
hari. Ibu takut ada orang jahat di jalan ketika pulang,”pesan sang ibu kepada
Sidang Belawan. Anak tersebut mengangguk patuh.
Berangkatlah Sidang Belawan dengan langkah ringan penuh
keceriaan. Ia tidak hanya membawa alat pancing tapi juga jala. Maka ketika
berjam-jam lamanya tidak berhasil mendapatkan ikan, ia langsung menebar jala ke
sungai. Berharap akan lebih mudah mendapatkan ikan. Sayangnya usaha tersebut
juga gagal. Tak ada satu ekor ikanpun yang nyangkut di jalanya. Ia malah hanya
mendapat gumpalan rambut panjang dan lebat tersangkut di dalam jalanya yang
malang.
Namun
ketika tengah mengeluh dan bersedih hati karena kegagalannya mendapatkan ikan
hari itu, tiba-tiba turun dari kahyangan tujuh bidadari yang sangat cantik.
Mereka mandi dan berenang di antara bebatuan sungai yang mengalir air bening
segar. Bercengkrama ramai sekali.
Sidang
Belawan penasaran. Ia terus mendekat untuk melihat ketujuh bidadari yang sedang
mandi tersebut. Diam-diam dicurinya salah satu selendang bidadari yang ternyata
miliki si bungsu. Bidadari termuda.
“Oh...dimanakah
selendangku? Tadi aku letakkan di sini kenapa sekarang hilang. Bagaimana aku
harus kembali ke kahyangan jika selendang itu hilang,”keluh si bungsu sambil
terisak menahan tangis.
Akhirnya
setelah lama dicari tidak berhasil ditemukan, keenam kakaknya pergi
meninggalkannya sendiri. Mereka tidak bisa berlama-lama karena takut akan
bertemu dengan manusia yang bisa mencelakakan mereka.
Si bungsu akhirnya hanya bisa termangu
memikirkan nasibnya yang begitu buruk hari itu. Tidak lama kemudian Sidang
Belawan datang mendekatinya. Ia lalu menawarkan bantuan dan membawa bidadari
cantik tersebut ke istana. Mereka lalu menikah dan mengadakan pesta yang sangat
meriah. Dari pernikahan tersebut mereka dikarunai seorang anak laki-laki.
Meskipun hidup di istana, istri Sidang Belawan tidak tumbuh
menjadi seorang wanita yang manja. Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai
seorang istri yang baik. Setiap hari ia selalu memasak untuk suami dan anaknya.
“Suamiku, aku akan pergi ke pasar untuk berbelanja. Selama
aku pergi jangan pernah sekalipun membuka panci untuk memasak nasi,”pesan sang
istri sebelum berangkat.
Sidang Belawan mula-mula mampu patuh pada perintah sang
istri, namun lama kelamaan ia tidak tahan juga ingin tahu apa isi dari panci
tersebut sehingga istrinya sangat melarang untuk membukanya.
Betapa terkejutnya Sidang Belawan ketika ia hanya menemukan
sebutir beras di dalamnya. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa satu butir beras
tersebut bisa menjadi nasi yang cukup banyak untuk makan mereka bertiga.
Apalagi rasanya sangat enak dan wangi baunya.
Namun hal itu menjadi sumber masalah baru istrinya. Karena
kecerobohan Sidang Belawan, kini sang istri harus memasak nasi seperti orang
pada umumnya. Ia harus menumbuk padi dulu hingga menjadi beras. Membersihkannya
dulu lalu menanaknya agar menjadi nasi yang bisa disantap.
Hingga pada suatu hari ia berhasil menemukan selendang
miliknya yang dicuri Sidang Belawan lalu disimpannya di lumbung padi. Ia lalu
terbang ke kahyangan tempat asalnya dengan membawa anak mereka dan meninggalkan
Sidang Belawan sendirian.
Meski demikian Sidang Belawan tidak tinggal diam, ia terus
berdoa dan berusaha untuk membawa anak dan istrinya kembali ke bumi. Doanya
yang tulus akhirnya terkabul. Ia akhirnya berhasil bersatu kembali dengan anak
dan istrinya seperti dulu.
Kebahagiaannya semakin bertambah setelah keenam istri raja
ternyata telah berubah sikap padanya. Mereka menjadi sangat baik dan mendukung
penuh Sidang Belawan untuk menjadi raja meneruskan tahta sang ayahanda yang
sudah semakin menua.
Posting Komentar untuk "Sidang Belawan (Cerita Rakyat Lampung)"