Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Titian Sijenjang. Kerajaan makmur ini di pimpin oleh seorang raja yang sangat bijaksana yaitu Baginda Syaiful Syah. Beliau mempunyai seorang anak bernama Puteri Pinang Setaman.
Baginda raja memiliki seorang tukang
kebun yang sangat rajin. Namanya Lapuk. Ia suka sekali menanam pohon pinang
atau pohon jambe. Istana terlihat hijau dan rindang karena banyak di tanami
pohon pinang di sekitarnya.
Pada suatu hari, kerajaan kedatangan tamu
dari Kerajaan Lubuk Dalam. Utusan itu
bernama Din Kasman.” Saya membawa surat dari Raja Badar Amuk untuk
baginda,”ucap Din Kasman sambil menyerahkan sebuah surat kepada Baginda Syaiful
Syah.
Raja membaca surat tersebut dengan
teliti. Keningnya lalu berkerut usai membacanya. Surat itu dilipatnya kembali.
Dan ia menarik nafas dalam-dalam. Din Kasman sang utusan memperhatikan dengan
serius. Ia menunggu dengan tegang.
“Rupanya rajamu ingin melamar
putriku,”celetuk Baginda Syaiful Syah,”Sayangnya anakku masih terlalu muda
untuk menikah. Ia masih senang bermain dan belajar menimba ilmu. Jadi aku
menolak lamaran ini. Silahkan sampaikan jawabanku ini pada rajamu secara
baik-baik. Tentu dengan alasanku yang masuk akal ini,”jelas Baginda pada Din
Kasman.
Penolakan itu tentu saja tidak disukai oleh Raja Badar
Amuk. Ia merasa dilecehkan. Raja yang temperamental itu langsung menyiapkan
pasukan untuk menghukum Baginda Syaiful Syah. Jumlahnya sangat banyak. Mereka
mengepung istana kerajaan Titian Sijenjang
yang dijaga ketat oleh prajurit bersenjata lengkap.
Perang yang sangat sengitpun terjadi. Berlangsung lama
dan melelahkan. Hingga berbulan-bulan lamanya belum berakhir. Pasukan kerajaan
kini mendapat bantuan dari rakyat Titian Sijenjang hingga jumlah mereka menjadi
sepadan dengan pasukan dari Kerajaan Lubuk Dalam.
Ketika anak panah yang menjadi andalan untuk menghadapi
musuh mulai habis, Baginda Syaiful Syah lalu memanggil tukang kebunnya yang
bernama Lapuk.
“Apakah pohon jambe yang kau tanam dulu sudah
berbuah?”tanya Raja pada Lapuk.
“Sudah, Baginda. Pohonnya rimbun dan buahnya lebat-lebat.
Jumlahnya banyak. Mencapai ratusan batang pohon. Ada apa baginda dengan pohon
itu?”tanya Lapuk penasaran. Ia mewakili rasa penasaran yang juga ada di benak
para panglima perang yang sedang duduk penuh rasa cemas di hadapan Baginda
Syaiful Syah.
“Apa yang akan kita lakukan dengan buah
jambe itu, Baginda?” tanya salah seorang diantaranya.
“Kita ubah busur panah menjadi ketapel dengan
menggunakan buah jambe sebagai pelurunya,”jawab Baginda sambil tersenyum penuh
kemenangan.
Hari berikutnya, pasukan Lubuk Dalam yang
mengira Titian Sijenjang sudah menyerah karena tidak lagi melawan mereka dengan
melepaskan anak panah maju dengan gagah berani. Mereka mencoba masuk ke dalam
istana dengan memanjat benteng istana
dengan penuh percaya diri. Beberapa mencoba mendobrak gerbang istana.
Namun tiba-tiba prajurit Titian Sijenjang
kembali muncul diiringi ribuan peluru dari buah jambe yang menghantam secara
bertubi-tubi membuat mereka kewalahan. Meski hanya buah jambe namun jika
mengenai wajah dan tubuh terasa sakit juga.
Karena terus menerus diserang seperti air
bah yang tak terbendung, prajurit Lubuk Dalam akhirnya terdesak mundur lalu kabur
untuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Perangpun akhirnya dimenangkan oleh
Kerajaan Titian Sijenjang.
Baginda Syaiful Syah lalu merubah nama
wilayahnya menjadi “Jambi” yang berasal dari kata “Jambe”. Buah yang telah
menyelamatkan kerajaannya dari serangan Raja Amuk Badar dan pasukannya.
Posting Komentar untuk "Asal Mula Jambi"