“Apa kamu bilang? Kau menuduh aku yang mencuri dompet milik Nindi. Berani benar kau bilang begitu. Jangan sembarangan kalau bicara!”gertak Aksa penuh emosi. Urat-urat di lehernya terlihat mengencang semua.
“Aku
seksi keamanan di kelas ini. Tugasku menjaga agar anak-anak kelas 8B ini tenang
dan merasa nyaman dalam belajar. Tapi kalau hampir setiap minggu ada yang
kehilangan barang dan uang miliknya, maka tugasku untuk mencari tahu
penyebabnya tersebut,”cetus Ginan tepat di muka Aksa tanpa rasa takut
sedikitpun. Kebetulan keduanya punya bentuk tubuh yang seimbang. Malah sedikit
tinggi dan besar Ginan di banding Aksa.
“Dan
hari ini aku melihat dengan mata kepala sendiri seekor tikus kurap yang berani menyelinap
masuk ke dalam tas Nindi lalu menjarah isi dompetnya. Kau akan mendapati
masalah berat jika wali kelas kita, Pak Damar tahu. Dan pasti akan aku
beritahu,”lanjut Ginan geram demi melihat sikap Aksa tanpa rasa takut dan juga
tanpa rasa bersalah sama sekali. Itu membuatnya semakin berani untuk memberi
pelajaran kepada anak yang di kelas memang terlihat sok jagoan itu.
“Kau
tidak akan berani melakukan hal itu tanpa ada bukti. Karena itu namanya fitnah!”balas
Aksa masih tak mau kalah. Di kejauhan terdengar suara lantang Pak Anggit yang
sedang mengajari anak-anak kelas 8B bermain basket yang baik dan benar. Itu
sebelum tiba-tiba Aksa mundur dan
mengeluh sakit kepada Pak Anggit yang menyuruhnya untuk kembali dan
beristirahat di kelas saja.
“Jika
parah dan tak tertahan lagi, kau istirahat saja di UKS. Nanti pulangnya biar
diantar Pak Parto saja,”saran Pak Anggit demi melihat Aksa yang meringis-ringis
kesakitan memegangi perutnya. Aksa menggeleng kecil.
“Tidak,
Pak. Biar saya istirahat di kelas saja,”jawab Aksa sambil pamit lalu melangkah
terbungkuk-bungkuk menuju ruang kelas. Namun tindakannya tersebut tidak luput
dari pengamatan seorang Ginan. Ia sudah terlalu sering melihat alasan serupa
yang berulang kali di tunjukkan Aksa. Iapun langsung minta ijin ke Pak Anggit
dengan alasan ingin buang air besar. Padahal dirinya hanya ingin membuntuti Aksa.
Ia curiga anak itu adalah pencuri barang-barang dan uang anak-anak kelas 8B
selama ini.
Dan
benar saja. Ketika dirasa aman tidak ada yang melihat, Aksa langsung beraksi
membongkar tas milik teman-temannya. Badannya yang tadi terlihat ringkih kini
tampak bugar tak kurang suatu apa. Dengan sigap ia berpindah dari satu tas ke
tas lainnya. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah dompet berisi uang banyak
sekali di dalam tas Nindi.
Saking
girangnya ia sampai tidak menyadari jika Ginan sudah berdiri di belakangnya. Ia
baru tersentak ketika tepuk tangan pelan Ginan memecah keheningan. Wajah Aksa
menjadi pucat. Namun dengan cepat ia segera bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.
“Dompet
Nindi jatuh dan aku coba mengembalikannya ke dalam tas,”ucap Aksa tenang sambil
tersenyum penuh arti. Ia coba mengelak. Tapi Ginan yang sudah terbawa emosi
tidak mau tahu alasan tersebut.
“Umurmu
di sekolah ini tidak akan lama lagi. Tindakan pencurianmu yang sudah
berkali-kali ini tidak akan termaafkan. Segeralah pikirkan sekolah mana lagi
yang akan jadi korbanmu,”desis Ginan di telinga Aksa. Ia lalu melangkah keluar
kelas untuk kembali bergabung dengan teman-temannya di lapangan basket.
“Bukan
aku yang keluar tapi kau, Ginan. Kau akan terima balasan setimpal karena telah
berani berurusan denganku!”ancam Aksa tak kalah garangnya.
(Bersambung)
Posting Komentar untuk "NEGERI SERIBU KUNANG-KUNANG (#5)"