Pada suatu waktu ada tiga orang bersaudara yang tengah membangun sebuah
kastil yang terletak di puncak Gunung Valdanuz. Selama tiga hari tiga malam
lamanya mereka terus bekerja keras meski angin bertiup demikian kencang serta
kabut tebal yang terus menyelimuti daerah itu sehingga jarak pandang menjadi
semakin pendek.
Akibatnya mereka kesulitan menyelesaikan pekerjaannya. Pondasi yang dibuat
pada siang hari, ambruk pada malam harinya sehingga membuat mereka frustasi.
Mereka hampir saja menyerah hingga suatu hari mereka kedatangan seorang lelaki
tua yang memberikan mereka saran agar pekerjaan tersebut berjalan lancar dan
tidak bermasalah lagi.
“Sepertinya kalian tengah menghadapi masalah yang sangat rumit?” tanya
lelaki tua itu. Ketiganya mengangguk. Lalu kakak tertua bercerita masalah yang
tengah mereka hadapi.
“Apakah Anda punya solusi atau jalan keluar dari masalah ini, Pak? Jika
tidak kami bisa mati kelelahan karena berkali-kali gagal membuat pondasi,”tanya
kakak tertua tersebut.
“Ya, saya tahu,” jawab lelaki tua itu,
“Tapi kalian harus berjanji agar tidak menceritakan hal ini pada istri kalian.
Bagaimana? Apa kalian bersedia menerima syarat ini?” pinta lelaki tua itu penuh
teka-teki. Ketiganya berpandangan sejenak. Namun karena tidak ada pilihan lain
akhirnya mereka menerima permintaan lelaki tua tersebut.
“Ketahuilah, pondasi yang sedang kalian bangun tidak akan ambruk lagi jika
istri kalian yang datang membawakan makanan untuk kalian besok dikubur
hidup-hidup di dalam pondasi ini,”ucap sang kakek dengan suara yang tenang tapi
penuh keyakinan.
Meski berat tapi ketiganya telah berjanji. Hanya saja kakak tertua dan
kakak kedua yang tidak rela istrinya dijadikan persembahan terpaksa melanggar
janji tersebut. Keduanya lalu menceritakan hal tersebut dan melarang istrinya
untuk datang mengantar makanan ke tempat mereka bekerja besok. Sementara si
bungsu tetap setia dengan sumpahnya dan tidak menceritakan syarat tersebut
kepada istrinya yang baru saja memiliki seorang anak bayi yang masih menyusu
pada ibunya.
Maka ketika Ibu mereka meminta menantunya untuk mengantar makanan ke
anak-anaknya yang tengah membangun kastil di puncak gunung, hanya istri si
bungsu yang menerima.
“Baiklah, Ibu, biar saya saja yang mengantar. Tapi tolong jaga anakku ini
baik-baik selama saya pergi,”begitu pintanya dengan penuh ketulusan sambil
menyerahkan bayinya kepada kedua kakak iparnya. Ia lalu berangkat dengan penuh
riang gembira.
Sesampainya di lokasi tujuan, iapun lalu dikubur hidup-hidup di dalam
pondasi kastil sesuai perintah lelaki tua. Si bungsu tidak bisa berbuat banyak
karena ia tetap teguh pada janjinya. Ia hanya menangis sedih sambil
menyelesaikan pekerjaannya.
Kastil akhirnya bisa diselesaikan dengan baik dan diberi nama Kastil
Rozafat. Kini batu-batu berjamur dibawah kaki kastil menjadi saksi tragedi
tersebut. Batu-batu itu terus menerima cucuran air mata sang ibu muda yang
malang. Ia menangisi perpisahan dengan buah hatinya tersayang.
Posting Komentar untuk "LEGENDA KASTIL ROZAFAT (CERITA DARI ALBANIA)"