Pada jaman dahulu, di Desa Kuta Gugung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, tersebutlah Desa Kawar yang dihuni oleh banyak penduduk yang berprofesi sebagai petani. Mereka bertani dengan tekun sehingga hasilnya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Akhirnya sebagai rasa syukur atas keberhasilan panen
mereka yang melimpah, warga mengadakan pesta adat yang meriah setiap tahunnya.
Mereka memasak makanan yang enak-enak untuk dinikmati bersama. Semua orang
berdandan semenarik mungkin dengan mengenakan busana cantik dan perhiasan indah
berkilauan.
Untuk meramaikan suasana diadakan pertunjukan musik
diiringi tari-tarian warga yang tampak bahagia menikmati semua pertunjukan itu.
Pesta berlangsung sehari semalam. Membuat Desa Kawar larut dalam kebahagiaan
yang tak terkira.
Namun dari gemerlapnya pesta yang diadakan warga,
ada seorang nenek tua yang merana. Ia ditinggal anak, menantu dan para cucunya
yang berangkat menuju lokasi pesta. Sang nenek tidak diajak karena dianggap
hanya akan merepotkan saja. Maklumlah nenek sudah tidak kuat berjalan jauh.
Kakinya bahkan seperti lumpuh dan sulit untuk digerakkan.
“Uh, seandainya aku masih kuat berjalan seperti
waktu muda dulu, aku pasti akan berangkat dan menikmati kemeriahan pesta hari
ini,”keluh sang nenek. Sebuah harapan yang hanya mimpi semu belaka.
Ketika warga makan siang bersama di balai desa, si
nenek hanya meringis menahan lapar karena anaknya ternyata sengaja tidak
memasak hari itu. Di meja makan nenek tidak menemukan makanan apapun. Akhirnya
ia kembali berbaring di ranjang sambil sekuat tenaga menahan lapar.
Sementara itu, di balai desa seusai pesta makan
bersama selesai, anaknya si nenek baru ingat jika ibunya belum makan sejak
pagi. Ia lalu menyuruh istrinya untuk membungkus makanan sisa pesta untuk di
kirim ke rumah dimana ibunya terbaring lemah. Mereka lalu menyuruh anaknya
untuk mengantarkan makanan itu.
Sang nenek senang bukan kepalang ketika cucunya
datang. Ia dengan penuh semangat membuka bungkusan yang dikirim khusus
untuknya. Namun wajahnya berubah menjadi muram ketika ia hanya mendapati sisa
nasi dan daging yang hanya tinggal tulang. Rupanya cucunya yang masih lapar
membuka bungkusan tersebut di jalan dan memakannya tanpa memikirkan kondisi
neneknya sendiri yang tengah kelaparan.
Sang nenekpun menjadi murka. Ia lalu berdoa kepada
Tuhan agar menjatuhkan hukuman yang pantas untuk keluarganya dan warga yang
tidak mau memikirkan orang tua sepertinya .
Selesai berdoa, langit menjadi gelap. Hujan petir
bersautan dengan kencangnya. Desa Kawar tenggelam oleh banjir besar yang
ikut melenyapkan seluruh isinya. Desa itu lalu berubah menjadi sebuah danau
yang kita kenal sekarang. Danau itupun diberi nama Danau Lau Kawar.
Posting Komentar untuk "KISAH DANAU LAU KAWAR"