Potre Koneng (Cerita Rakyat Sumenep, Madura)

 

Dahulu, di daerah Sumenep, Madura, ada sebuah kerajaan yang makmur. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang memiliki seorang putri cantik jelita. Ia diberi nama Potre Koneng karena kulitnya yang kuning langsat. Warga Sumenep kagum dengan tindak tanduknya yang halus. Tutur bahasanya lembut dan tertata. Sungguh pantas menjadi pujaan banyak orang.

            Pada suatu hari, sang ayahanda, Pangeran Saccadiningrat memanggil putri kesayangannya tersebut,”Nak, karena kamu sudah dewasa, maka ayah ingin kamu bisa segera menikah dengan pria pujaanmu,”pinta Pangeran Saccadiningrat pada putrinya tersebut.

            “Maaf ayah, aku belum bersedia menikah karena masih ingin menikmati masa remajaku. Aku kan punya banyak teman di keraton ini. Hal itu tidak akan terjadi lagi kalau aku menikah karena harus berkonsentrasi mengurus suamiku jika sudah menikah nanti,”jawab Potre Koneng sedih. Ia tidak setuju tapi takut menolak perintah sang ayah.

            “Ayah, ijinkan aku untuk mencari  jawaban atas permintaan Ayah dengan bertapa di Gua Payudan. Jika sudah mendapat petunjuk dari Yang Di Atas, aku akan kembali dan mengatakannya langsung kepada Ayah,”pinta Potre Koneng dengan penuh iba. Akhirnya karena tidak tega terus berdebat dengan putrinya sendiri, sang raja atas persetujuan istrinya lalu mengabulkan permintaan tersebut.

            Maka berangkatlah Potre Koneng dengan dikawal oleh dua orang prajurit kerajaan. Ia tinggalkan semua kemewahan yang tersedia di dalam istana untuk bertapa dan menjalani tirakat. Ia terus berpuasa menahan lapar dan dahaga selama beberapa minggu. Ia juga mencoba untuk selalu terjaga meskipun pada akhirnya ia tertidur juga.

            Nah, ketika tengah tertidur itulah, ia sempat bertemu dengan seorang pemuda gagah perkasa yang mengaku bernama Ady Poday. Seseorang yang tidak ia kenal sama sekali sebelumnya namun mampu membuat hatinya gelisah dan kebingungan. Sosok pemuda itu terus terbayang di matanya dan berputar terus di kepalanya sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Keraton Sumenep keesokan harinya dengan ditemani oleh kedua prajurit yang mengawalnya.

            Hari-hari berikutnya dilalui secara normal tanpa ada hal aneh yang muncul dan dialami sang putri. Untuk melepas gelisah di hati karena teringat terus sosok pemuda bernama Ady Poday, Potre Koneng menceritakan kisah tersebut kepada seorang dayang kepercayaannya di keraton. Terbukti setelah bercerita, hatinya menjadi merasa lebih tenang.

Namun keanehan muncul setelah itu berupa perutnya yang semakin lama semakin membuncit seperti perempuan yang sedang hamil. Sang Ayah  menjadi marah besar lalu memanggilnya dan memberi hukuman berat.

“Ternyata kau telah berani bertindak asusila di belakang Ayah. Berani bermain api dengan seorang lelaki yang membuatmu hamil tanpa suami. Ayahanda malu sekali, Nak. Apa kata rakyat nanti kalo tahu kamu melahirkan tanpa ada seorang suami di sampingmu,”protes Ayahnya seraya memendam emosi yang meledak-ledak,” Kau pantas menerima hukuman mati. Esok hari hukuman itu harus kau jalani,”ujarnya lagi masih dengan nada yang tinggi.

    Namun berkat usaha sang ibunda dan para patih  yang masih percaya bahwa Potre Koneng tidak seperti tuduhan Baginda Raja, hukuman tersebut dibatalkan.  Potre Koneng selamat hingga sembilan bulan kemudian melahirkan seorang bayi yang sangat tampan. Meski cukup aneh karena dalam ari-ari bayi tersebut tidak ditemukan setetes darahpun, namun ketampanan sang putra tersebut mengingatkannya pada sosok misterius bernama Ady Poday. Wajah mereka mirip sekali.

Beberapa waktu kemudian setelah kelahiran sang bayi, Potre Koneng menyerahkan bayi tersebut kepada Dayang kepercayaannya untuk diamankan di tempat rahasia yang jauh dan tersembunyi. Bayi itu lalu dibawa ke hutan dan diletakkan dibawah pohon besar nan rindang dan ditutupi dedaunan agar tidak diketahui orang. Sang Dayang lalu kembali ke keraton setelah selesai melaksanakan tugasnya.

Sang bayi sendiri berhasil ditemukan lalu dirawat dengan sangat baik oleh seorang pandai besi bernama Empu Keleng dan istrinya yang tinggal tidak jauh dari hutan tersebut. Anak angkatnya tersebut mereka beri nama Joko Tole.

Mereka merawat anak tersebut seperti anaknya sendiri. Mendidiknya budi pekerti dan mempunyai keahlian membuat keris sebagaimana ayahnya yang seorang pandai besi. Joko Tole tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan berbudi luhur. Taat beribadah serta patuh pada kedua orang tua yang telah merawatnya sejak kecil.

Pada suatu hari, Empu Keleng mengikuti sayembara untuk membuat pintu gapura Kerajaan Majapahit. Ia harus bersaing dengan banyak empu sakti dari seluruh pelosok negeri. Hal tersebut membuat Joko Tole khawatir dan memaksanya pergi meninggalkan rumah untuk turut membantu sang Ayah. Beruntung di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang kakek sakti bernama Adirasa yang memberinya ilmu dan kesaktian luar biasa sehingga ia bisa membantu Empu Keleng memenangkan sayembara tersebut. Mereka mendapat hadiah selain harta benda yang banyak, Joko Tole lalu dinikahkan dengan putri Raja Majapahit bernama Dewi Ratna. Joko Tole juga diangkat menjadi panglima kerajaan.

Joko Tole adalah pemuda yang sangat baik hatinya. Terbukti ia tidak menolak pernikahan tersebut meskipun sang istri, Dewi Ratna tidak bisa melihat alias buta. Sang istri lalu dibawanya pulang ke Madura. Karena daerah tersebut sangat panas dan istrinya kehausan, ditengah perjalanan ia lalu menancapkan tongkatnya ke tanah sehingga memancarkan air yang sangat jernih yang secara tidak sengaja memercik ke wajah istrinya. Ajaibnya, seketika  Dewi Ratna sembuh dan bisa melihat kembali.

            Kehadiran Joko Tole di Sumenep disambut hangat dan dielu-elukan penduduk layaknya seorang pahlawan perang. Disana pula, ia kembali bertemu dengan Kakek Adirasa yang telah membantunya dulu. Dari beliaulah Joko Tole tahu asal usulnya yang sebenarnya. Iapun kembali bisa bertemu dengan ibunda tercinta, Potre Koneng di Keraton Sumenep.

Posting Komentar untuk "Potre Koneng (Cerita Rakyat Sumenep, Madura)"