Kisah kali ini mengajarkan kita untuk bagaimana sebaiknya bersikap kepada saudara kita. Saling sayang dan melindungi mereka dalam suka dan duka dengan mengesampingkan kepentingan pribadi masing-masing.
Alkisah, dahulu, di
Kota Lebong, Bengkulu, berdirilah sebuah kerajaan dibawah pimpinan Raja Mawang.
Ia memerintah dengan arif dan bijaksana. Kerajaan selalu dalam kondisi aman
tenteram. Rakyat hidup damai sejahtera.
Raja Mawang sendiri
memiliki tujuh orang anak. Enam laki-laki dan satu perempuan. Kebetulan si
bungsu inilah yang perempuan. Namanya Putri Serindang Bulan. Cantik dan
menawan. Kehadirannya menjadi pujaan banyak laki-laki. Mereka begitu tertarik
untuk meminangnya.
Seiring waktu berjalan,
Raja Mawang yang kian menua, memaksanya untuk mengambil sebuah keputusan. Demi
berlangsungnya kerajaan, ia menunjuk Ki Karang Nio, putra keenamnya yang ia
anggap paling siap meneruskan tampuk kekuasaan. Ia diberi gelar Sultan Abdullah.
Keputusan Raja Mawang sangatlah tepat karena sang putra kepercayaan ternyata
mampu memimpin kerajaan seperti sang Ayahanda. Pemerintahannya berjalan dengan
sangat baik. Rakyat sangat mencintai dan menghormati raja barunya itu.
Namun masalah justru muncul
disekitar keluarganya sendiri. Putri Serindang Bulan yang baru saja
bertunangan, tiba-tiba sakit kusta. Wajah cantiknya berubah menyeramkan
sehingga membuat sang tunangan enggan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Iapun
pergi dan membatalkan semua janji yang sudah terucap.
Anehnya setelah
berpisah, penyakit Putri Serindang Bulan malah berangsur sembuh lalu hilang
sama sekali. Ia kembali cantik seperti semula. Dan kejadian ini berlangsung
terus berulang-ulang. Hingga sembilan pangeran datang dan pergi setelah melihat
kondisi sang putri. Penyakit kusta misterius itu terus menyerang untuk
mengakhiri pertunangan mereka.
Hal itu membuat keenam
kakaknya berkumpul untuk mencari jalan keluar. Mereka merasa malu kepada semua
orang, setiap kali pertunangan dibatalkan.
“Bagaimana jika kita
bunuh saja adik kita itu agar tidak lagi membuat malu kita semua. Aku yakin hal
ini akan terus berlangsung seperti ini. Jadi satu-satunya jalan adalah dengan
melenyapkannya selama-lamanya,”begitu usul salah seorang kakaknya. Yang lainpun
setuju. Kecuali Ki Karang Nio yang tidak tega menghabisi adik yang sangat ia
sayangi itu.
Saudaranya yang lain tahu hal itu. Mereka lalu memutuskan Ki Karang Nio
untuk melaksanakan rencana tersebut.
“Jika sudah berhasil, ambillah darah Serindang Bulan ke dalam sebuah tabung
sebagai bukti,”perintah mereka kepada Ki Karang Nio yang tidak bisa berbuat
apa-apa.
Ia lalu menemui sang adik dan menceritakan keputusan tersebut. Hancur hati
Putri Serindang Bulan mendengarnya. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa.
Seandainya ia melawan, hasilnyapun akan sia-sia. Jika ia melarikan diri, mereka
pasti akan terus mencarinya sampai ketemu. Akhirnya, ia dan sang kakak, Ki
Karang Nio berangkat menuju hutan keesokan harinya.
Disanalah, Ki Karang Nio berencana untuk membunuh Putri Serindang Bulan.
Sang adik menurut saja meski sedih. Ia membawa tempat sirih serta ayam
piaraannya. Ia minta kepada sang kakak untuk mengubur dirinya bersama kedua
barang bawaannya itu nanti setelah dibunuh oleh sang kakak.
Namun bukan Ki Karang Nio namanya, jika ia menyerah begitu saja dengan
situasi tersebut. Ia sendiri di tunjuk sebagai raja, tentu bukan saja karena
sikapnya yang baik tapi karena memiliki kecerdasan diatas yang lain. Maka
sepanjang perjalanan, ia terus berpikir untuk dapat memecahkan masalah
tersebut.
Setelah menemukan jalan keluarnya, ia lalu mengutarakan solusi tersebut
kepada sang Adik. Putri Serindang Bulan pun setuju. Ki Karang Nio lalu memotong
ayam kesayangan adiknya dan mencampurnya sedikit dengan darah Putri Serindang
Bulan, lalu memasukannya ke dalam sebuah tabung. Sebelum pulang dan menyerahkan
darah tersebut kepada kakak-kakaknya, Ki Karang Nio meminta Putri Serindang
Bulan untuk melarikan diri dengan sebuah rakit.
Pelarian Putri Serindang Bulan berakhir di sebuah pulau bernama Pulau
Pagai. Disana ia bertemu dengan Raja Indrapura yang sedang berburu. Keduanyapun
jatuh cinta dan menikah. Namun kali ini penyakit kusta yang ditakuti menimpa
Putri Serindang Bulan tidak muncul lagi. Penyakit itu bisa dimusnahkan oleh
kesaktian Raja Indrapura.
Kali ini, tidak ada penyakit kusta yang muncul di tubuh
Putri Serindang Bulan berkat kesaktian Raja Indrapura. Hal itu pula yang membuat
kakak-kakaknya tidak berani menghukum Putri Serindang Bulan dan Ki Karang Nio
yang telah menipu mereka.
Bahkan mereka ikut menghadiri pesta
perkawinan Putri Serindang Bulan. Selain mendapat sambutan yang baik mereka
pulang dengan membawa oleh-oleh perhiasan emas dalam jumlah yang cukup besar.
Meski pada akhirnya hadiah tersebut lenyap ketika pulang, kapalnya tenggelam
diterpa badai besar lalu terdampar di Pulau Ipuh. Hanya emas kepunyaan Ki
Karang Nio yang selamat. Hal itulah yang membuat mereka iri dan berniat
mengambilnya dari tangan Ki Karang Nio. Iapun berusaha menenangkan hati kelima
kakaknya yang berniat jahat hendak merampas harta miliknya.
“Hartaku ini sebenarnya juga harta
milik kakak. Jika harta kakak hilang maka aku akan memberikan harta yang
tersisa ini untuk kakak,” ucap Ki Karang Nio bijaksana.
Kalimat itu ternyata berhasil
menyentuh hati kelima kakaknya. Merekapun segera mengurungkan niat jahat
tersebut lalu meminta maaf atas semua kesalahannya selama ini. Mereka kini
menyadari kenapa ayah mereka dulu mengangkat sang adik tersebut menjadi raja.
Selain pintar, Ki Karang Nio memiliki jiwa kepemimpinan yang baik. Adil dan
bijaksana. Kelimanya lalu memutuskan untuk tinggal di pulau itu dan tidak
kembali ke Lebong.
“Kita berpisah (sa’ok) sekarang, kami
tidak akan kembali lagi!”ucap salah seorang kakaknya ketika Ki Karang Nio
berpamitan.
Untuk mengingat peristiwa tersebut,
tempat itu lalu diberi nama Teluk Sarak yang diambil dari kata sa’ok yang
berarti berpisah.
Posting Komentar untuk "PUTRI SERINDANG BULAN (Cerita Rakyat Bengkulu)"