Kisah ini berasal dari Propinsi Kalimantan Timur. Datu Dabung Dayu berasal dari Suku Dayak Kenyah. Ia memiliki seorang putra bernama Datu Timang. Pada saat itu (sekitar abad ke-15) sebagian Suku Dayak Kenyah telah memeluk agama Islam sebagai akibat adanya interaksi dengan para pedagang dari Arab yang datang untuk berjualan.
Datu
Timang adalah salah satu diantaranya. Pada waktu itu abad ke-18, ia dan
keluarga besarnya mengadakan suatu perjalanan. Mereka akhirnya tiba di sebuah
desa kecil di tepi hutan lebat penuh dengan binatang liar seperti babi,
harimau, rusa, beruang, monyet dan masih banyak lainnya.
Penduduknya
masih sedikit jumlahnya. Desa itu juga belum memiliki nama. Oleh karena itu,
Datu Timang diminta oleh warga untuk memberinya nama. Akhirnya setelah berdoa
dan memohon petunjuk kepada Allah SWT, Datu Timang memutuskan desa itu diberi
nama Jorong yang berarti tempat padi atau hasil alam yang melimpah. Diharapkan
pula agar kelak desa itu menjadi tempat yang ramai oleh orang bekerja dalam
mencari kesuksesan.
Saat
itu, para penduduk Desa Jorong merupakan orang-orang Dayak Biaju. Mereka masih
menganut kepercayaan Dinamisme dan Animisme. Namun setelah Datu Timang datang
dan saling berinteraksi, banyak dari mereka yang masuk Islam.
Pada
masa penjajahan Belanda, Datu Timang dan pasukannya ikut berperang melawan
penjajah. Senjatanya sangat sederhana yaitu Sumpit. Meski demikian, senjata
tiup tradisional dari Suku Dayak ini mampu melumpuhkan musuhnya dengan cepat
karena anak panah sumpitnya (tamiang) telah direndam racun berbahaya. Sumpit
ini juga sering digunakan ketika berburu di hutan.
Konon,
ditangan Datu Timang, berkat kesaktiannya, sumpit yang dilepasnya mampu mencari
sendiri sasarannya sehingga bisa tepat mengenai musuh yang dituju. Waktu itu ia
tidak berjuang sendiri. Datu Timang dibantu oleh dua saudaranya yang lain yaitu
Datu Ambawang dan Nyai Kembang. Ada juga
bantuan dari saudara sepupunya yaitu Datu Surip dan Datu Sujimat. Nyai Kembang yang
juga merupakan dukun beranak bersama dengan Datu Ambawang bergerak di daerah
Ambawang, Munggu Wanau, Kuningan, Tandui dan Batalang. Datu Surip bertempur di
daerah Sungai Halayung (Pulau Gudai), sedangkan Datu Sujimat beroperasi di
Pulau Panjang. Sekarang dikenal dengan nama Desa Alur.
Pulau
Panjang ini adalah pintu masuk menuju ke Desa Jorong. Datu Sujimatlah yang
menjaga desa ini dari gangguan orang-orang yang berniat jahat. Jika mereka
datang, seketika dalam pandangan para penjahat itu, desa ini akan berubah
menjadi lautan atau tiba-tiba berubah menjadi gelap gulita. Maka selamatlah
para warga desa.
Datu
Timang juga tak kalah saktinya. Konon beliau pernah bertarung dengan raja jin bernama
Warajin yang dibantu oleh anak buahnya seperti Aji Brangta, Aji Braksa dan
Rangga Susu yang merupakan jin perempuan. Kala itu Warajin tengah membawa bibit
tanaman purun. Datu Timang meminta sedikit secara baik-baik untuk ditanam di Desa
Jorong. Namun ditolak mentah-mentah oleh Warajin. Akhirnya terjadi pertarungan
seru yang berlangsung lama. Singkat kata, Datu Timang berhasil memenangkan
pertarungan itu. Warajin akhirnya menyerahkan seluruh bibit yang ia bawa. Tidak
hanya itu, ia juga menyerahkan ketiga anak buahnya untuk membantu Datu Timang.
Sejak saat itu bibit purun yang ditanam di daerah Banyu Habang dan Murung Tahu
menyebar ke berbagai daerah di sekitar desa Jorong.
Posting Komentar untuk "DATU TIMANG"